Langkah Kecil Menuju Harapan Besar: Refleksi atas Wacana Pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara

Doc. Agus Muliara. Pribadi

Oleh: Agus Muliara*

Wacana pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) kembali mencuat sebagai manifestasi atas kebutuhan representasi politik yang lebih adil, pemerataan pembangunan, serta efisiensi birokrasi di kawasan tengah dan tenggara Aceh.

Namun dalam konteks ketatanegaraan, pemekaran wilayah bukan semata-mata perkara aspirasi, melainkan juga hasil dari proses politik yang kompleks, strategis, dan terstruktur.

Pemekaran wilayah menuntut kemampuan advokasi dan lobi politik yang kuat. Dalam hal ini, wilayah ALA tidak kekurangan sumber daya manusia. Banyak tokoh lokal dan nasional berasal dari kawasan ini, yang memiliki kapasitas, rekam jejak, serta akses strategis di pusat kekuasaan.

Bahkan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam buku *Jejak Jokowi di Gayo*, menyatakan bahwa “Gayo adalah kampung saya.” Pernyataan ini menunjukkan adanya kedekatan emosional yang dapat diartikulasikan sebagai peluang politik, apalagi mengingat kesinambungan kekuasaan dengan Presiden dan Wakil Presiden saat ini.

Di tubuh partai penguasa, Partai Gerindra, terdapat pula tokoh asal ALA yang berpengaruh, seperti Menteri Luar Negeri Sugiono (Aceh Tengah) dan Sastra Winara (Aceh Tenggara). Keduanya berpotensi menjadi representasi aspirasi masyarakat ALA dalam proses pengambilan kebijakan nasional.

Meski demikian, penting untuk merefleksikan kembali efektivitas dan rasionalitas dari perjuangan pemekaran ini. Jangan sampai upaya panjang tersebut tidak menghasilkan capaian konkret yang diharapkan.

Perlu dipertimbangkan alternatif strategi, misalnya dengan mendorong pembentukan daerah pemilihan (dapil) baru, sebagai langkah transisional menuju pemekaran wilayah yang lebih besar.

Pertanyaan kritis yang muncul adalah: mana yang lebih efektif, perjuangan membentuk provinsi baru, atau terlebih dahulu memperjuangkan dapil sebagai representasi politik yang lebih nyata dalam waktu dekat? Ini bukan bentuk penggiringan atau pelemahan gerakan, melainkan refleksi yang jujur dan terbuka atas dinamika perjuangan yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Perjuangan besar tidak selalu dimulai dengan lompatan besar. Terkadang, langkah-langkah kecil yang strategis justru membuka jalan bagi perubahan besar yang lebih berkelanjutan.

Maka, alih-alih melemahkan semangat, diskursus ini justru diharapkan menjadi ruang kontemplatif bagi para penggerak ALA untuk merumuskan kembali peta jalan perjuangan yang lebih realistis dan terukur.

*Penulis adalah Mahasiswa Hukum Tata Negara, Universitas Bung Karno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.