Redelong | Lintas Gayo – Mencuatnya kasus sengketa tapal batas di Bener Meriah, mengharuskan kabupaten negeri penghasil kopi arabika ini “jege ringkel-ringkel” (berjaga sekeliling). Sengketa tapal batas antara Bener dengan Biruen, Aceh Timur dan teranyar dengan Aceh Utara, membuat PR Pemda setempat semakin menumpuk.
Belum lagi nanti peluang muncul sengketa tapal batas dengan Pidie Jaya di arah barat. Kabupaten yang berada di tengah – tengah ini memang rentan dengan tapal batas. Seluruh sisi Bener akan muncul persoalan tapal batas bila tidak diselesaikan secepatnya dengan bijak.
Muncul sengketa tapal batas yang memperebutkan Rikit Musara, Kecamatan Permata, Bener Meriah dengan Kecamatan Nisam, Aceh Utara, membuat persoalan tapal batas di sana tak kunjung tuntas. Dengan Biruen masih belum jelas, demikian dengan Aceh Timur, kini mencuat lagi dengan kawasan utara.
Pemda Bener Meriah harus proaktif menyelesaikan sengketa tapal batas ini. Agar masyarakat tidak resah dan statusnya jelas. Tentunya mereka yang menyengketakan juga tidak akan melepaskan wilayah yang diperebutkan tanpa ada kompensasi.
Belajar dari Aceh Tengah, ketika terjadi sengketa Tanoh Depet dengan Nagan Raga, walau prosesnya panjang, namun mampu diselesaikan. Menurut Nagan, batas wilayah mereka sudah dipenghujung kampung Tanoh Depet (dilihat dari Nagan).
Namun pemda Aceh Tengah memberikan kompensasi lain, berupa gunung dan hutan di kawasan perbatasan Jagong- Gegearang, asalkan Tanoh Depet masuk kembali ke Aceh Tengah dan tidak lagi menjadi ajang sengketa.
Bagaimana dengan Bener? Sikap ketua DPRK Bener Meriah, M. Nasir yang berjanji akan mempertahakan Bener walau nyawa taruhannya, selama dia menjabat sebagai ketua DPRK. Sebuah sikap yang “berpihak” ke rakyat, karena dewan di sana dipilih rakyat dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada rakyat.
Walau sikap ini disesalkan ka. Biro Humas Pemda Aceh, karena dianggap terlalu emosional. Sementara di lain sisi bupati Bener Meriah, Ruslan, menghimbau agar rakyat tidak resah. Walau Ruslan menyebutkan persoalan itu sudah ditangani pihak provinsi, namun Ruslan tidak memberikan keterangan, tentang gambaran bagaimana nasib Rikit Musara.
Sampai kapan persoalan itu akan tuntas? Belum ada kepastian. Sampai kapan ketua DPRK akan berjuang, karena jabatannya juga tinggal menghitung bulan. Sesudah habis masa jabatannya belum tentu Nasir AK yang akan kembali memimpin DPRK Bener Meriah.
Hingga kini persoalan Rikit Musara belum diketahui apa kejelasannya. Sementara di lapangan masyarakat terpecah, sebagian memilih diam. Ada juga yang mau pindah kabupaten, namun yang bertahan tetap di Bener Meriah juga menunjukkan sikap.
Bila persoalan ini dibiarkan berlarut, masyarakat Rikit Musara yang akan menjadi korban. Selain mereka resah dengan tidak ada kepastian, warga setempat juga akan terpecah. Pemerintah yang baik tentunya tidak akan membiarkan rakyatnya terpecah dan menanti dalam ketidakpastian. Harus ada solusi secepatnya untuk Rikit Musara. Bener Meriah yang pasti harus jege ringkel-ringkel. (LG/ Ihfa)
TIDAK SANGGUP MEMIMPIN SILAHKAN MUNDUR,…!!!