Oleh : Munawardi dan Khalisuddin*
Begule merupakan sebutan atau istilah di Dataran Tinggi Gayo terhadap kegiatan menangkap atau memperoleh ikan dari perairan umum seperti danau atau sungai. Diantara cara menangkap ikan tersebut ada yang bersifat pasif ada juga yang aktif. Cara menangkap ikan ini juga ada yang tidak ramah lingkungan dan tergolong penangkapan ikan yang merusak dan tidak dianjurkan bahkan dilarang oleh peraturan perundang-undangan (destructive fishing). Selain itu alat tangkap yang digunakan ada yang bersifat selektif dan ada juga yang tidak selektif.
Beberapa cara penangkapan ikan di Gayo yang akan dijelaskan berikut ini ada yang sudah tidak ditemui lagi saat ini, karena tidak ada lagi orang yang melakukannya. Adapun cara penangkapan ikan yang terdapat di daerah dataran tinggi Tanoh Gayo umumnya antara lain :
1. Nekik
Alat yang digunakan adalah beberapa jenis pancing, terdiri dari gagang atau joran (pole) dan benang (line) tempat melekatnya mata pancingan dan komponen lainnya. Terdiri dari banyak jenis mulai dari jenis pancing tradisional seperti dari bambu (uluh serik) ataupun sejenis bambu yang tumbuh di rawa-rawa yang disebut dengan tanaman “pelu” sampai dengan penggunaan alat pancing modern yang memakai katrol. Cara ini biasa dilakukan di perairan umum (danau, sungai, waduk/tamak atau situ) maupun dikolam budidaya ikan masyarakat. Di Danau Lut Tawar, banyak jenis ikan yang ditangkap dengan cara ini kecuali ikan Depik atau Eyas (Rasbora tawarensis).
Secara tradisional Gayo, dari cara dan bentuknya Nekik ada beberapa macam diantaranya Nekik biasa, Nekik Wih Kul (sungai) dan Nekik Bado (Gabus). Nekik biasa dilakukan sebagaimana lazimnya memancing dengan gagang pancing dari bambu (uluh serik) biasanya dilakukan didanau, kolam dan perairan sejenis lainnya. Sementara Nekik Wuh Kul tergantung pada lebar dan kedalaman sungainya dan yang dimaksud disini adalah Nekik di sungai dengan lebar antara setengah hingga 5 meter. Gagang pancing (gelas ni kik) biasanya agak pendek (sekitar 1-2 meter) dan terbuat dari bilah bambu yang telah dihaluskan hingga diameter pangkalnya hanya sebesar jari telunjuk dan ujunganya seperti lidi.
Dan untuk Nekik Bado (Gabus), Pancingnya berupa bambu yang agak besar dan agak panjang karena memancing di rawa-rawa. Umpan Nekik Bado ini biasanaya katak hijau. Cara memancingnya pun agak berbeda, tidak langsung membenamkan umapan kedalam air, akan tetapi dengan menaruhnya dipermukaan air. Saat ikan Gabus memakan umpan, pancing langsung ditarik sehingga ikan Gabus tersebut terlempar kedaratan.
2. Mudoran
Alat yang digunakan adalah jaring insang (gillnet) atau masyarakat sering menyebutnya dengan doran. Doran dipasang di dalam perairan dengan beberapa metode, ada yang dipasang secara membentang horizontal, melingkar di dekat permukaan air ataupun didasar perairan. Terdiri dari beberapa jenis tergantung jenis ikan yang ditangkap, seperti untuk menangkap ikan Depik (Rasbora tawarensis) disebut doran Depik, untuk menangkap ikan kawan disebut doran Kawan (Propuntius tawarensis), untuk menangka ikan mas (Cyprinus carpio) disebut doran bawal, dan jenis-jenis doran lainnya. Cara ini banyak dioperasikan di setiap perairan umum maupun di kolam budidaya masyarakat.
3. Mujele
Alat yang digunakan adalah “Jele” atau jala tebar (Cast Net) dengan cara melemparkan jala kedalam perairan yang terdapat gerombolan ikan. Alat ini dioperasikan di berbagai jenis perairan.
4. Ngadut
Alat yang digunakan adalah Jala Pucuk atau Jala Pukat (Jele Kadut) hampir sama dengan Jala Tebar namun Jele Kadut ini memiliki ukuran lebih besar dan lebih berat. Biasanya dioperasikan oleh beberapa orang (tiga atau lebih) dengan cara mengelilingi area melingkar atau wilayah penangkapan dan menggiring/ menghalau gerombolan ikan untuk masuk kedalam Jala yang dibuka mulutnya dengan dua penyangga (galah). Lingkaran semakin lama semakin menyempit kesatu titik dimana mulut jala berada. Bagian jala bagian atas lalu diturunkan kedasar air dan secara perlahan mulut jala yang mempunyai pemberat berupa rantai timah (atu)disatukan hingga menutup seluruh mulut jala dan dengan hati-hati dibalikkan keatas.
Sedikit demi sedikit rumput dalam jala tersebut dikeluarkan dari dalam jala hingga yang tinggal hanya ikan hasil atangkapan saja.
Ngadut biasanya dilakukan di lokasi perairan yang landai dan dangkal serta banyak terdapat tumbuhan air seperti Hydrilla (Gayo : Sepot). Cara ini biasa beroperasi di perairan danau atau sungai.
5. Nuke Batur
Alat yang dugunakan biasaya Jala khusus untuk Batur hampir sama dengan jala tebar, hanya saja berukuran lebih besar namun tidak sebesar Jele Kadut. Batur adalah susunan bebatuan yang sengaja dibuat untuk dijadikan habitat buatan atau rumah untuk ikan, biasanya nelayan meletakkan kelapa yang sudah busuk ke dalam batur untuk memancing ikan agar mau masuk dan dan berkumpul kedalam batur, pada saat tertentu dan biasanya beberapa hari setelah batur dibuat nelayan memasang jala sampai batur tertutup oleh jala, sedikit demi sedikit batu yang terdapat didalam batur yang tertutup jala dikeluarkan dari tumpukan sampai tinggal hanya ikan yang terperangkap didalamnya. Setelah pembukaan batur (Nuke Batur) dilakukan, biasanya bebatuan yang telah berserakan disusun kembali menjadi batur (mumeragih/nos batur). Cara ini biasanya dioperasikan di sungai-sungai dengan kedalaman satu hingga satu setengah meter. Beberapa tahun lalu di sepanjang sungai Peusangan banyak terdapat Batur.
6. Nyangkul
Alat yang digunakan adalah “penyangkulen” atau termasuk kedalam klasifikasi jaring angkat (lift net) di daerah lain dikenal dengan istilah “anco” atau di perairan laut jawa hampir mirip dengan Bagan Tancap (stationary lift net). Penyangkulen yang terdapat di Danau Lut Tawar memiliki ciri spesifik, Penyangkulen terdiri dari bagian jaring (ulung) yang berukuran sekitar dua meter persegi dengan ukuran mata jaring bervariasi tergantung jenis ikan yang ditangkap.
Selain bagian jaring terdapat bagian tangkai (paruk) yang berfungsi memegang atau tempat melekatnya jaring, bagian ini ditempatkan disetiap sudut jaring. Bagian lain adalah gagang (ger) yang berfungsi sebagai pegangan ketika akan menempatkan atau mengangkat jaring dari perairan.
Komponen utama penyangkulen lainnya adalah adanya pondok dan batur. Pondok berupa bangunan kayu yang berbentuk panggung berukuran sekitar dua belas meter persegi yang ditancapkan kedalam perairan dan memiliki serambi (lepo) yang lebar.
Di Penayangkulen juga terdapat susunan bebatuan didalam perairan yang berada tepat di depan serambi pondok yang berfungsi sebagai lantai jaring atau tempat meletakkan jaring didalam perairan.
Penyangkulen dioperasikan di perairan danau Lut Tawar biasanya untuk menangkap ikan Depik dan disebut “penyangkulen Depik”. Sementara penyangkulen di sungai biasanya beroperasi di sungai Peusangan tipologi penyangkulen yang terdapat di sungai berbeda dengan penyangkulen di Danau Lut Tawar, diantaranya penyangkulen disungai tidak memakai pondok, dan tidak mennggunakan batur, akan tetapi penyangkulen di sungai terdapat “belide” atau sejenis pagar yang melintang di badan sungai yang berfungsi untuk menggiring ikan mengarah ke penyangkulen.
7. Mugege/Mudurung
Alat yang digunakan adalah serok (skope net) dalam bahasa daerah Gayo disebut “Durung” atau “Gege”. Biasanya dioperasikan di perairan yang dangkal dan alur-alur anak sungai. Serok memiliki banyak tipe, tergantung jenis ikan yang akan ditangkap. Mudurung ini ada beberapa cara tergantung besar kecilnya sungai yang akan di durung. Jika sungainya agak deras dan agak lebar (lebih dari 1 meter) biasanya dilakukan 2 hingga 3 orang. Caranya satu orang memasang durung di salah satu titik yang diduga tempat bermain ikan atau dicelah sungai yang agak sempit dan dua orang lainnya menghalau (mugerbuk) dari arah yang berlawan atau arah arus air. Setelah dekat, lalu durung diangkat.
8. Munama Jangki
Alat yang digunakan adalah “Jangki”. Jangki adalah alat tangkap ikan yang terbuat dari benang berbahan monoethylene, dirajut sedemikian rupa sehingga menjadi jaring yang membentuk kerucut, dengan bagian yang melebar dibiarkan terbuka dan dipasang tali ris (kejer) yang berfungsi sebagai katup penjerat yang diikatkan pada patok kayu atau benda lain.
Alat tangkap Jangki tergolong kedalam klasifikasi perangkap (traps). Menangkap dengan alat tangkap ini disebut dengan “Munama Jangki” (memasang Jangki).
Cara ini biasa dioperasikan di daerah pinggiran sungai atau danau yang sangat dipengaruhi oleh turun atau naiknya permukaan perairan dan terdapat banyak tumbuhan air, hal ini dikarenakan ikan diharapkan terjerat ketika hendak menuju pinggiran perairan ketika melakukan pemijahan atau mencari makan. Jenis ikan yang biasanya tertangkap dengan cara ini antara lain ikan Mas (Cyprinus carpio/ Gayo = Bawal), ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Nilem (Osteochillus hasselti/Gayo = Peres), ikan Gabus (Ophiocephallus gachua/Gayo = Bado), ikan Lele Lokal (Clarias batrachus/Gayo = Mut), ikan Lokot (Ophiocephallus, sp) dan jenis-jenis ikan lainnya.
Jangki biasanya dipasang pada sore hari, dan akan diangkat pada pagi hari besoknya jika ada ikan yang terperangkap didalamnya, jika tidak ada ikan yang tertangkap, maka Jangki akan dibiarkan kembali terpasang pada tempatnya atau dipindah ke lokasi lain yang diperkirakan terdapat banyak lintasan ikan.
9. Munama Wu
Alat yang digunakan adalah “Wu” atau Wawu atau dikenal dengan nama umum Bubu. Menangkap ikan dengan menggunakan Wu disebut dengan “Munama Wu” yang berarti “memasang bubu”.
Wu biasanya terbuat dari anyaman bambu dan rotan berbentuk kerucut dengan bagian bawah berfungsi sebagai mulut perangkap yang dibuat sedemikian rupa sehingga ikan yang tertangkap tidak dapat keluar lagi setelah memasuki lubang perangkap yang dibuat berbentuk kerucut dibagian mulut alat tangkap Wu ini, bagian ujung kerucut biasanya terbuka yang berfungsi sebagai tempat umpan sekaligus sebagai tempat sumbatan, sumbatan biasanya dibuat dari dedaunan tumbuhan yang diremas dan dilipat sehingga dapat menutup bagian ujung Wu. Dedaunan yang digunakan biasanya dipilih dar jenis tumbuhan tertentu sehingga menarik perhatian jenis ikan tertentu agar masuk ke dalam Wu ini .
Metode pemasagan Wu terdiri dari beberapa cara antara Lain “Wu Kala, Wu Nik, Wu Turun dan Wu Masir” perbedaan terletak pada cara pemasangan. Wu biasa dioperasikan di perairan sungai atau anak-anak sungai atau alur air (Gayo : Rerak). Berbagai jenis ikan dapat ditangkap dengan alat ini kecuali jenis ikan yang berukuran besar dan melebihi lubang perangkap yang ada pada alat tangkap ikan Wu ini.
10. Munama Luni
Alat yang digunakan adalah “Luni”. Luni adalah alat tangkap ikan yang hampir sama dengan Wu hanya saja tidak memiliki sumbatan di bagian belakang atau ujungnya, bagian ujung ini biasanya diikat. Luni memiliki dua jenis yaitu “Luni Kul” atau Luni yang berukuran besar dan “Luni Kucak” yaitu Luni yang berukuran lebih kecil, perbedaan kedua jenis ini terletak pada cara operasinya yaitu Luni Kucak biasa dioperasikan atau dipasang pada perairan sungai yang berukuran relatif kecil seperti alur atau aliran air yang berfungsi sebagai saluran irigasi persawahan.
Luni terbuat dari anyaman bambu dan rotan. Cara operasi alat tangkap ikan ini juga hampir sama dengan Wu, hanya saja dipasang pada perairan yang memiliki aliran air yang relatif deras dan mulut alat ini selalu mengarah ke hulu atau biasa menangkap ikan yang hanyut atau mengarah ke hilir.
11. Munama Serue
Alat tangkap yang digunakan adalah “Serue”. Serue merupakan alat tangkap yang tergolong bubu dan mirip dengan Wu hanya saja pada serue tidak memiliki ujung tempat sumbatan yang terbuka seperti Wu, pada Serue terdapat tempat untuk meletakkan umpan, biasanya dedak atau bahan lain.
Serue biasanya terbuat dari bambu, akan tetapi pada saat ini banyak terdapat Serue yang terbuat dari kawat.
Cara menangkap dengan Serue ini biasanya dioperasikan di perairan Danau, biasanya nelayan memasang Serue lebih dari satu pasang Serue bahkan puluhan sekali pasang.
Nelayan memasang Serue pada sore hari kemudian mengangkat kembali pada pagi besok harinya. Jenis ikan yang biasanya tertangkap antara lain Ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Nilem (Osteochillus hasselti), ikan Kawan (Propuntius tawarensis) dan jenis-jenis ikan lainnya.
12. Munama Segapa
Alat tangkap yang digunakan adalah “Segapa” yakni berupa alat tangkap ikan yang berbentuk kerucut dengan bentuk sama dengan bagian mulut perangkap pada alat tangkap Wu.
Segapa biasanya terdapat pada Wu atau alat tangkap lain seperti pada alat tangkap didisen yang berfungsi sebagai perangkap bagi ikan sehingga tidak dapat lolos atau keluar dari jalur yang dibuat sedemikian rupa pada badan perairan.
13. Didisen
Didisen adalah alat tangkap yang beroperasi pada bagian muara inlet atau aliran air masuk ke Danau Lut Tawar. Alat ini terdiri dari beberapa komponen yaitu alur air dibuat sedemikian rupa dari susunan bebatuan atau papan dan dibuat sekat-sekat ruangan berukuran panjang sekitar dua meter dan lebar sekitar setengah meter.
Pada bagian ujung ruangan yang mengarah ke muara atau danau dipasang perangkap berupa alat tangkap “Segapa”, sehingga ikan yang sudah masuk kedalam ruangan akan terjebak dan tidak akan bisa keluar lagi ke perairan Danau.
Didisen berfungsi terutama menangkap ikan Depik (Rasbora tawarensis), karena ikan Depik memiliki kebiasaan akan datang ketepian danau terutama tepian yang terdapat aliran air bersih untuk memijah dan melepaskan telur-telurnya pada musim tertentu, sehingga kebiasaan ini dimanfaatkan untuk menangkap ikan Depik melalui modifikasi terhadap jalur aliran air (fish way) bagi ikan Depik memijah.
14. Nime/Munime
Nime atau Munime adalah cara penangkapan ikan yang dilakukan dengan cara menguras air pada badan perairan, biasanya dilakukan di telaga atau perairan tergenang pada daerah cekungan. Alat bantu yang digunakan biasanya ember atau timba. Jenis ikan yang tertangkap biasanya ikan lele (Clarias batrachus/Gayo = Mut), ikan Lokot (Ophiocephallus sp) dan jenis ikan lainnya.
15. Nyekot/Munyekot
Nyekot merupakan cara penangkapan ikan dengan memodifikasi perairan, biasanya mengalihkan aliran air sungai atau mengurangi debit perairan, sehingga memudahkan menangkap ikan.
16. Ngelok/Mungelok
Ngelok merupakan cara penangkapan ikan yang paling primitif, karena pada cara ini tidak membutuhkan alat bantu lain hanya mengandalkan keahlian tangan untuk menangkap ikan.
Ngelok biasanya dilakukan pada perairan yang relatif dangkal dengan cara memodifikasi perairan sehingga membatasi ruang gerak ikan. Ngelok merupakan bagian dari “Nyekot”. Ngelok biasanya dilakukan di alur-alur sungai atau sungai yang airnya dapat dikendalikan sebagaimana halnya cara nyekot.
17. Nube/Munube
Nube atau “Munube” biasanya bagian dari cara “Nyekot” atau “Munyekot”. Nube berasal dari kata “Tube” yang berarti “Racun” jadi Nube adalah menangkap ikan dengan cara memberi racun kedalam perairan sehingga ikan lumpuh dan mudah ditangkap. Racun yang digunakan biasanya adalah racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti dari Tube Lintah (sejenis rumputan rawa), Tube Jenu (sejenis tanaman merambat) dan dari jenis pepohonan seperti Tingkem (sej. Pepohonan). Akan tetapi sering juga terdapat cara Nube ini menggunakan bahan kimia seperti racun hama atau pestisida.
18. Nyetrum/Munyetrum
Nyetrum merupakan cara penangkapan ikan yang menggunakan arus listrik, biasanya menggunakan batere atau generator set (genset) sebagai sumber arus listrik. Nyetrum atau menangkap ikan dengan Setrum biasanya dilakukan hampir disetiap jenis perairan, di sungai danau dan lain-lain.
19. Nangil/Munangil
Alat tangkap yang digunakan adalah “Tangil”. Nangil atau Munangil adalah cara menangkap ikan dengan alat Tangil. Tangil tergolong kedalam kategori pancing, tangil memiliki ciri khusus yaitu seperti pancing umumnya, hanya saja tidak terdapat gagang (pole) akan tetapi benang yang panjangnya sekitar setengah atau satu meter yang sudah dipasang mata pancing diikatkan pada sebuah pelampung yang panjangnya sekitar lima belas atau duapuluh sentimeter.
Pelampung biasanya terbuat dari “Sangee” yaitu sejenis tumbuhan ilalang yang bersifat mengapung diatas air. Tangil biasanya dipasang dipinggiran sungai atau badan perairan lainnya yang terdapat banyak tumbuhan atau rerumputan dengan cara menyelipkan pelampung disela-sela tumbuhan air dan menurunkan mata pancing yang sudah diberi umpan kedalam perairan.
Jenis ikan yang biasanya tertangkap dengan cara ini antara lain ikan Gabus (Ophiocephallus sp/Gayo = Bado), ikan Lele (Clarias batrachus/Gayo = Mut), Belut (Fluta alba) atau ikan Lokot sejenis ikan gabus dan jenis-jenis ikan lainnya.
20. Nekik Rawee
Alat yang digunakan adalah “Rawee” atau secara umum dikenal dengan istilah Rawai. Rawee merupakan alat tangkap ikan yang tergolong kedalam klasifikasi pancing yaitu Rawai (long line).
Rawai terdiri dari benang utama yang biasanya terbuat dari bahan monoethylene seperti jenis pancing lainnya, hanya saja tidak memiliki gagang dan alat ini terdiri dari beberapa atau banyak mata pacing yang dipasang sepanjang tali utama.
Cara menangkap ikan dengan alat ini hampir sama dengan mengoperasikan pancing,hanya saja Rawee dibiarkan beberapa waktu untuk menunggu hasil tangkapan. Rawee dapat dioperasikan di Danau maupun sungai dan banyak jenis ikan yang dapat ditangkap dengan cara ini.
21. Neldik/Muneldik/Teldik
Neldik atau Muneldik merupakan cara menangkap ikan yang hampir mirip dengan menggunakan pancing. Untuk alatnya disebut Teldik.
Neldik dibagi dua, pertama tidak menggunakan mata pancing (hook) untuk menempelkan umpan dan mengait ikan akan tetapi umpan berupa rangkaian puluhan ekor cacing diikatkan ke benang dan diikatkan kembali ke ujung sebatang kayu atau bambu sebesar jari kelingking orang dewasa dengan panjang sekaitar setengah meter.
Teldik dijatuhkan aliran-aliran anak sungai atau alur-alur sungai yang relatif tenang dan dangkal
yang biasanya berupa parit persawahan, dengan mengandalkan penglihatan setelah ikan menangkap umpan dengan tanda terjadi getaran kayu yang tidak biasa.
Kayu dengan ujung dipasangi umpan segera ditarik sehingga ikan yang sedang menggigit umpan terlempar ke udara. Oleh orang yang Muneldik biasanya disiapkan wadah berupa Tape atau Sentong (sejenis alat penampung berbentuk seperti karung tetapi berukuran kecil). Di Gayo, saat orang pergi muneldik biasanya menjadikan sentong atau tape sebagai pelindung kepala dari terik matahari atau hujan.
Saat ini jika ada orang Muneldik biasanya membawa serta alat modern sebagai penampung ikan berupa serok (durung).
Jika disekitar tempat Neldik berupa daratan atau hamparan, maka tidak dibutuhkan alat penampung. Saat mengangkat Teldik langsung diarahkan ke daratan dan dengan mudah bisa ditangkap.
Selanjutnya Teldik Bemata dimana diujung Teldik diberi mata pancing sebanyak 2 atau 3 buah yang diikat dengan benang nilon yang pendek, sekitar 5 cm. umpan yang dipakai untuk Teldik Bemata juga cacing. Biasanya Teldik ini khusus untuk menangkap ikan Ili (Homalophtera gymnogaster) yang hidup disungai-sungai kecil dalam hutan di Gayo yang jernih airnya dan kelihatan ikan yang akan ditangkap.
Jenis ikan yang biasanya tertangkap dengan cara ini adalah jenis-jenis ikan kecil seperti ikan Ili (Homalophtera gymnogaster), ikan Keperas atau Wader (Puntius binotatus), ikan Lokot (Ophiocephallus sp).
22. Munama Lenge
Model penangkapan ikan Munama Lenge juga termasuk primitif dan dengan cara yang sangat sederhana. Alatnya cukup seruas bambu dengan diberi lubang kecil untuk masuknya ikan kedalam bamboo tersebut. Atau ruas bambu yang salah satu ujungnya terbuka.
Lenge diletakkan saja didasar aliran sungai kecil (parit sawah) dan ditandai lokasinya. Lalu dibiarkan lebih dari sehari untuk kemudian diangkat, tentu dengan hati-hati dan secepatnya agar ikan yang ada didalamnya tidak terkejut dan menyelamatkan diri.
23. Mubedil
Alat yang digunakan adalah “Bedil ni gulee” atau senapan ikan (spear gun). Bedil biasanya terbuat dari kayu ditambah dengan pelontar yang terbuat dari bahan elastis biasanya karet dan memiliki anak tombak yang tajam terbuat dari besi atau baja seta dilengkapi juga dengan benang pengikat anak tombak dengan gagang senapan atau bedil.
Bedil biasanya dioperasikan oleh orang yang memiliki keahlian berenang atau menyelam dengan menggunakan alat bantu selang pernafasan (snorkel), kacamata selam (mask), kaki katak (fin) dan pelampung biasanya digunakan ban dalam bekas mobil yang sudah dipompa. Bedil biasa digunakan diperairan Danau atau sungai, dan jenis ikan yang ditangkap biasanya jenis ikan yang berukuran besar seperti ikan Mas (Cyprinus carpio/Gayo = Bawal), ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Nilem (Osteochillus hasselti/Gayo = Peres) dan jenis-jenis ikan lainnya.
24. Nyerampang/Muyerampang
Alat yang digunakan adalah “Serampang”, yaitu sejenis tombak (Harpoon) yang memiliki mata bercabang seperti trisula, biasanya Serampang memiliki sebanyak lima buah mata tombak.
Serampang biasanya dioperasikan pada malam hari dengan cuaca baik tidak hujan, tidak berangin dan tidak pada musim bulan purnama, dengan alat bantu yang digunakan lampu petromak dan perahu jukung. Biasanya dioperasikan oleh dua orang salah seorang berperan sebagai juru tombak dan yang lainnya sebagai juru mudi. Serampang biasanya dioperasikan di perairan danau atau sungai.
25. Nantus/Munantus
Alat yang digunakan adalah “Antus” atau “Kik Antus”, yaitu alat tangkap ikan sejenis pancing yang memiliki ciri gagang (pole/Gayo = Ger) yang pendek, berukuran sekitar enam puluh hingga delapan puluh sentimeter terbuat dari kayu atau bambu, benang (line/Gayo = atom) yang panjang dengan penggulung benang yang terbuat dari kaleng bekas minuman atau muk kaleng.
Munantus dalam bahasa Gayo berarti menarik dengan cara mengibaskan gagang dengan cepat dan sigap, oleh karena itu Nantus harus dilakukan oleh orang yang terlatih terlebih dahulu karena pancing Antus tidak mengandalkan umpan pada mata pancing, akan tetapi mengandalkan keahlian melemparkan dan menarik mata pancing pada sasaran ikan yang dituju.
Mata pancing pada Antus ini memiliki ciri khusus yaitu berbentuk atau dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai sebuah jangkar, biasanya terdiri dari tiga mata, empat mata bahkan ada yang enam mata jangkar. Antus biasanya dioperasikan di danau atau sungai ketika perairan sedang dalam kondisi baik, jernih dan tidak terlalu beriak gelombang. Jenis ikan yang ditangkap biasanya ikan Nila, ikan Mas dan lain-lain.
26. Nyerkop/Munyerkop
Nyerkop merupakan cara menangkap ikan yang menggunakan alat penangkap ikan “Serkop” yaitu berupa sejenis serok terbuat dari bambu atau rotan berbentuk silinder menyerupai bubu. Menangkap ikan dengan Serkop ini adalah dengan menyergap ikan, kedua sisi ujung alat ini terbuka, salah satu ujung yang berukuran lebih lebar berfungsi sebagai mulut penangkap dengan cara menjatuhkan Serkop kedalam perairan dengan tetap dipegang pada salah satu ujung yang , sementara ujung yang lain berfungsi sebagai pegangan dan tempat mengambil ikan yang tertangkap didalam alat Serkop ini. Cara ini biasanya dioperasikan di perairan yang cukup dangkal seperti dipinggiran sungai atau danau.
27. Mubengal
Merupakan cara menangkap ikan tanpa alat, hanya mengandalkan sejumlah tenaga manusia dan biasaanya dilakukan di danau dengan kepadaatan rumput (hydrilla) yang cukup. Mula-mula sekelompok orang ini membuat linagkaran agak lebar dan secara perlahan menyempitkan lingkaran dengan mencabut rumput dan menggulungnya. Gulungan rumput ini menjadi penghalang ikan untuk keluar dari lingkaran. Setelah lingkaran menyempit dan rumput makin padat, lalu ditarik ke darat dan dimulai memeriksa iakan-ikan yang terjebak.
Selain sejumlah cara atau pola menangkap ikan diatas terdapat beberapa aktivitas lain yang berkaitan dengan menangkap hewan air lainnya yang biasa dikonsumsi di tanoh Gayo.
1. Begerep
Menangkap atau berburu Gerep atau Kepiting air tawar dilakukan dengan dua cara tergantung dimana hidup Gerep tersebut. Di Gayo, Gerep dapat dijumpai disungai-sungai seperti Sungai (Wih) Peusangan. Gerep biasa hidup disela-sela batu dasar sungai dan orang hanya dapat menangkapnya dibagian sungai yang dangkal (tidak lebih dari setengah meter).
Sebelum mengenal hasil teknologi berupa kaca, menangkap Gerep dilihat dengan kasat mata dan langsung ditangkap secara manual dengan tangan. Setelah dikenal kaca, maka untuk memantau keberadaan Gerep dapat dilakukan dengan pecahan kaca dengan lebar yang memadai dengan cara memiringkan kaca tersebut diatas aliran air sehingga nampak jelas dasar sungai. Yang lebih modern saat ini bisa dengan google (kacamata selam).
Selanjutnya Gerep juga kerap ditemui hidup di sumber air pegunungan. Gerep membuat sarang berupa lubang-lubang ditanah. Menangkapnya tentu dengan merusak lubang-lubang tersebut dan langsung bisa menangkap Gerep secara manual.
Ukuran badan Gerep tergolong kecil, dan yang paling besar berdiameter sekitar 10 cm.
2. Bememin dan Beketor
Bememin dan Beketor biasa dilakukan disungai yang cukup besar seperti sungai Peusangan atau di bagian yang dangkal danau Lut Tawar. Cara menangkapnya manual dengan memungutnya dari dasar sungai. Memin atau Memin Kucak/Remis adalah hewan bercangkang yang dikenal dengan Kerang atau Molusca (Corbicula javanica) Memin Kul/Kerang Hijau (Anodonta woodiana). Sedangkan Ketor adalah Keong yang hidup diair tawar dengan ukuran cukup kecil, paling panjang sekitar 5 cm dan diameter 1,5 cm.
Memin dan Ketor merupakan bahan makanan manusia prasejarah yang hidup di Gayo, khususnya yang pernah menghuni Ceruk (Loyang) Mendale kecamatan Kebayakan lebih dari 3500 tahun lalu.
Pada tahun 2009, 2010 dan 2011 sejumlah Arkeolog dari balai Arkeologi Medan melakukan penggalian prasejarah ditempat tersebut dan menemukan cangkang hewan tersebut berbaur dengan sisa makanan lainnya berupa tulang ikan dan hewan darat lainnya.
Selanjutnya penulis mohon ma’af jika masih ada cara atau metode lainnya yang belum disebut serta belum sempurnanya dalam mendefenisikan cara-cara Begule tersebut. Juga dalam melengkapi tulisan ini belum bisa menampilkan foto atau gambaran visual lainya terkait cara Begule di Tanoh Gayo. Karenanya, penulis melalui Lintas Gayo sangat bermohon adanya kritikan dan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini. Mudah-mudahan bermanfaat. (Takengon, 10 Mei 2011)
*Pemerhati dan Aktivis Penyelamatan Danau Lut Tawar berdomisili di Aceh Tengah