Di tanoh Gayo umumnya jika menyembelih kurban mungkin biasa saja, namun di Kampung Serule Kecamatan Bintang Aceh Tengah, sangat berbeda. Serule yang terletak 45 kilometer arah Timur Takengon, merupakan Kampung Tua yang telah ada sepanjang sejarah Negeri Gayo, sejak ratusan tahun silam.
Serule, dalam bahasa adat Gayo selalu disebut-sebut dengan , “Asal Linge Awal Serule”. Di Serule-lah, Sengeda dikuburkan. Demikian juga Cik Serule, tokoh agama Islam Aceh.
Minggu (29/11) 2 tahun silam seekor kerbau yang dikurbankan salah satu LSM di Aceh Tengah, disembelih di Serule pada Idul Adha 1430 Hijriah. Sebelum disembelih, kerbau yang telah diikat dan digulingkan dengan kepala mengarah kiblat , terlebih dahulu ditepungtawari oleh seorang ibu, warga setempat.
Seorang warga lainnya, duduk diatas ampang (tikar yang biasanya untuk tamu kehormatan, atau calon penganten pria), menghadap ke kepala kerbau. Ditangan lelaki yang duduk diatas ampang ini, seutas tali yang melingkari leher kerbau dengan sepotong kayu diputarkan ke leher kerbau.
Tali dan potongan kayu ini disebut , “Pedang darah” yang berpungsi menahan semburan darah yang muncrat saat kerbau dipotong. Saat takbir dikumandangkan, seorang algojo yang bertugas menyembelih kerbau dengan pedang yang telah diasah sangat tajam, diberi tudung atau penutup kepala kain putih.
Ketika pedang sang algojo diayunkan di leher kerbau yang diiringi takbir, seorang warga lainnya memberi komando arah pedang penyembelih agar penyembelihan dilakukan dengan benar guna mempercepat kematian kerbau.
Setelah penyembelihan dilakukan, tali yang mengikat kaki kerbau serta sepotong kayu yang dimasukkan disela-sela kaki kerbau dilepas hingga kerbau melepas napas terakhirnya.
Sebelum menyantap daging hewan kurban, para tetua adat Serule, tidak lantas menyantap makanan. Terlebih dahulu dilakukan upacara atau kenduri. Tujuh piring nasi dan minuman kopi serta teh, diletakkan diatas selembar tikar .
M Yunus, tetua adat kampung Serule terlebih dahulu membakar kemenyan diatas pedupaan. M Yunus kemudian berdoa. Kepada LSM yang berkurban tersebut, M Yunus menyebutkan asal usul kenapa kemenyan dibakar sambil berdoa karena pernah dilakukan di jaman Rasul yang fungsinya menghilangkan bau tidak sedap, bukan karena alasan lain (Winbathin)