Inspirasi Puisi Dari Mendale dan Ujung Karang

Banda Aceh | Lintas Gayo : Kampong Mendale yang selama ini dianggap biasa sebagai sebuah kampong  yang terletak dipingiran Lut Tawar, dan kalaupun dikenal dikarenakan di kampong ini ada sebuah lembaga pendidikan Pesantren tradisional yang telah melahirkan tengku-tengku yang selama ini memimpin pelaksanaan keagamaan di Aceh Tengah. Tapi akhir-akhir ini masyarakat di kagetkan dengan penemuan kerangka pra sejarah yang konon disebut-sebut sebagai nenek moyang orang Gayo, yang jelas dari penemuan tersebut kita ketahui bahwa kehidupan di Gayo telah ada sejak 3500 tahun bahkan lebih.

Sebagai orang Gayo cukupkah penemuan kerangka tersebut dianggap sebagai hal yang biasa atau hal yang luar biasa, Acara Keberni Gayo yang tayang pada hari jum’at  20 April 2011 mencoba menggali inspirasi apa yang ada dalam diri orang Gayo dengan penemuan kerangka tersebut.  Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami mengundang  Bapak LK Ara yang berprofesi sebagai seniman dan budayawan senior  untuk wawancara dan interaktif di TV Aceh.

LK Ara memulai paparannya dengan apa yang dikatakan oleh orang banyak bahwa selama ini kita hidup dalam kekeberen, yaitu periwayatan sejarah Gayo dengan riwayat lisan sehingga kebenarannya hanya diakui oleh masyarakat Gayo itu sendiri dan bila diperdengarkan pada orang lain mereka akan menganggap itu sebagai dongeng. Dengan penemuan Ceruk Mendale dan Ujung Karang berarti orang Gayo sudah mulai menceritakan sejarah Gayo dengan bukti Ilmiah, dan secara ilmu kebenaran ini akan diakui oleh semua orang secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tolehan mata Ketut Wiradnyana kesebelah kiri ketika melewati kampong Mendale dan rasa keilmuan sebagai Arkeolog sangat tinggi sehingga dapat memastikan adanya kerangka manusia purba di dalam gua ini sangat mencengangkan semua orang, masih menurut LK Ara, gigi kerangka yang rapi menunjukkan bahwa sebenarnya orang Gayo sedari dulu telah mengenal yang nama seni, kerabah yang berukiran juga bukti bahwa peradaban Gayo sudah tinggi.

Bercerita tentang Sejarah Gayo melalui media seperti halnya di Aceh TV, juga membuat orang lain tersinggung dan menganggap acara Keberni Gayo adalah singgungan bagi mereka yang bukan orang Gayo atau paling ekstrim bagi mereka yang belum mengenal Gayo. Seorang penelpon interaktif mempertanyakan tentang : 1) Bagaimana sebenarnya cikal bakal orang Gayo, apakah mereka adalah penduduk asli Aceh atau mereka adalah turunan dari Aceh. 2) Kalau kita perhatikan dalam pergaulan keseharian bahwa komonitas orang Gayo sangat sulit berbaur dengan mereka-mereka yang berasal dari Aceh lain (hal ini dimaksudkan secara bathiniyah). 3) Acara Keberni Gayo banyak menyinggung.

Sebelum LK Ara menjawab apa yang ditanyakan terlebih dahulu kami sebagai presenter menjelaskan tentang keberadaan Acara Keberni Gayo, Bahwa pada mula berdirinya Aceh TV di Banda Aceh, Dahlan menemui tokoh-tokah dari semua Kabupaten yang berbeda bahasa dan diberi kesempatan untuk mengisi acara dalam bahasa daerah masing-masing selama satu jam tayang, pada awalnya semua daerah memenuhi tapi karena alasan tertentu dari masing-masing daerah akhirnya yang bertahan adalah Keberni Gayo. Jadi keberadaannya bukan untuk menyinggung orang dari daerah lain tapi lebih kepada memperkanalkan budaya sehingga orang lain juga menganggap bahwa Gayo itu ada dan sekarang banyak orang di luar komunitas Gayo berubah pola pikir terhadap Gayo.

Ketidakbisaan bergaul antara komunitas Gayo dengan Komunitas Aceh menurut nara sumber adalah dikarenakan keterbatasan ruang, dan itu terjadi bagi mereka yang  tidak pernah keluar, karena kenyataannya ketika orang Gayo keluar ke Medan, Jakarta dan lain-lain bisa menyatu dengan mereka yang didapati atau dengan mereka yang sama-sama pendatang. Jadi ungkapan bahwa komunitas Gayo susah berbaur dengan orang di luar komunitasnya tidak seluruhnya benar. Sedang asal usul keaslian orang Gayo biarlah penelitian ilmiah nanti yang akan membuktikannya, karena kalau belum ada penelitian ilmiah masih bisa diperdebatkan.

Seorang penelpon lagi, Adi, menanyakan tentang, Gayo itu banyak diantaranya ada Gayo Lues dan ada Aceh Tengah, kenapa hanya Aceh Tengah yang lebih dikenal ? Secara komunitas Gayo mungkin sulit membedakan antara Gayo-Gayo sejak dari Gayo Alas sampai Gayo Kalul di Serbe Jadi Aceh Timur, pemisahan itu pada dasarnya hanya administrasi pemerintahan. Dulu mereka ini satu, kemudian Aceh Tengah pisah dengan Aceh Tenggara, Aceh Tenggara pisah dengan Gayo Lues dan Aceh Tengah pisah juga dengan Bener Meriah, tapi secara emosional sangat sulit memisahkan dan dari segi kepopuleran juga sama seperti Gayo Lues lebih dikenal dengan Samannya dan Aceh tengah lebih di kenal dengan perayaan pacuan kuda tahunannya.

Dialog antara Ketut dan LK Ara melalui facebook memberi tantangan kepada LK Ara, bahwa Pak LK belum menulis puisi tentang penemuan Ujung Karang dan Ceruk Mendale, karena merasa tertantang akhirnya pak LK menghasilkan karya puisi yang berjudul “Terbaring di Ceruk Ujung Karang” puisi ini mengisahkan rasa keingintahuan seorang budayawan tentang kehidupan pada masa nenek moyang hidup dahulu, tentang bagaimana mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan,  bagaimana kebudayaan dan peradaban, dan juga bagaimana arsitektur pada saat itu, kemudian mereka belajar dari mana. Puisi ini juga dibacakan dalam siaran Keberni Gayo.

Puncak kreasi puisi dilakukan di Ceruk Mendale dengan tema acara “InilahGayo”, 3 April 2011 lalu. Pagelaran ini menurut LK Ara sangat unik, selama ini mereka di undang baca puisi di tempat mewah disaksikan pejabat dan orang hebat tetapi kali ini mereka membaca puisi di tempat yang sangat-sangat sederhana dan dengan dana yang juga sederhana, tapi dapat terlaksana dengan baik dan punya kesan yang tidak dapat dilupakan.

LK Ara berharap, oleh pihak terkait even tersebut dijadikan sebagai salah satu even seni budaya tahunan di Lut Tawar. (Jamhuri,MA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.