Perjalanan hidup seorang wartawan sangat beragam. Banyak wartawan yang sukses berkarir sampai menjadi seorang menteri seperti Harmoko atau Dahlan Iskan. Tidak jarang juga ada mantan wartawan yang jadi loper koran seumur hidup. Namun, seorang wartawan yang menjadi guru wartawan juga tidak kalah banyaknya. Salah satu diantara mereka adalah Syaiful Hadi JL, mantan wartawan Waspada yang konsisten menjadi “guru” wartawan-wartawan muda di daerahnya.
Syaiful Hadi JL yang dipanggil Bang Pul, seorang anak Medan yang ditugaskan oleh redaksi Harian Waspada sebagai wartawan untuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah. Dia mulai bertugas di kota dingin Takengon sekitar tahun 1977. Saat itu wartawan masih menggunakan mesin tik sebagai alat tulisnya. Untuk berita hangat dan tercepat, dia sering menggunakan mesin telegram untuk mengirim beritanya.
Waktu itu orang-orang tidak percaya kalau Bang Pul adalah seorang wartawan, karena sepanjang hari dia berada dibelakang mesin telegram. Padahal, dia sedang menggunakan mesin telegram itu untuk mengirim berita ke redaksi surat kabar tempatnya bekerja. Kebiasaannya berada dibelakang mesin telegram itu, ternyata membawa berkah bagi masa depannya.
Alah bisa karena biasa, kata pribahasa. Kebiasaannya menggunakan mesin telegram menyebabkan dia sangat terampil menghadapi mesin yang tergolong canggih di masa itu. Melihat ketekunan dan keterampilan seorang Syaiful Hadi JL, akhirnya pihak telkom merekrutnya menjadi karyawan. Walaupun sudah menjadi karyawan telkom, tetapi menulis merupakan menu sehari-hari yang tidak mungkin ditinggalkannya. Kemampuan menulis itu yang mengantarkannya menjadi salah seorang public relation pada perusahaan telekomunikasi itu.
Walaupun Bang Pul adalah anak Medan asli, dan kini sudah kembali ke sana, yang jelas dia tidak dapat melupakan kota dingin Takengon. Dia sudah terikat dengan Takengon, apalagi hatinya sudah tertambat kepada seorang gadis asal Takengon yang memberinya dua orang anak. Bagi Bang Pul, Takengon adalah kampungnya, kota tujuan mudiknya saat lebaran atau liburan, sehingga Medan seolah-olah menjadi kota rantaunya.
Cerita menarik yang bisa dipetik dari Bang Pul bukan tentang perjalanan karirnya, tetapi tentang tips praktis dalam mencari dan menulis berita. Pengalamannya sebagai wartawan di daerah yang sangat jarang terjadi peristiwa aneh-aneh, tetapi dia bisa menulis 4 sampai 5 berita setiap hari. “Kalau menunggu adanya berita terhangat di Takengon ini, tak kan pernah ada berita semacam itu, tetapi disekitar kita banyak informasi yang bisa diubah menjadi berita,” katanya dalam sebuah pertemuan.
Begitu mendengar kabar dia berada di Takengon, sudah pasti sejumlah wartawan mulai dari anak didiknya sampai kepada wartawan-wartawan muda merapat ke rumahnya. Bang Pul sudah seperti “guru” para wartawan. Mereka yang berkumpul di rumah mertua Bang Pul, kawasan Kampung Asir-asir Takengon, semuanya ingin mendengar berbagai tips terbaru dalam menulis sebuah berita. Sebagai “guru,” Bang Pul tidak pernah menolak untuk menjawab berbagai pertanyaan menyangkut dengan tips menulis.
Bang Pul memberi contoh, jika ada kunjungan gubernur ke daerah ini, jangan hanya ditulis berita seremonialnya. Tetapi cermati apa saja yang disampaikannya, pasti banyak informasi menarik. Informasi yang disampaikannya dipilah-pilah menjadi beberapa lead berita atau paragraf pertama dari sebuah berita. Untuk melengkapi lead berita yang sudah dipilah tersebut, barulah diwawancarai narasumber terkait yang ada di daerah ini. “Kunjungan seorang pembesar ke daerah ini bisa melahirkan 5 sampai 10 berita,” kata Bang Pul.
Begitu juga dalam membaca koran, jangan hanya berita kita saja yang dibaca, tetapi baca berita yang ditulis orang lain. Selain menambah wawasan menulis, berita yang ditulis orang lain bisa menginspirasi kita untuk mendalami peristiwa yang sama di daerah ini. Misalnya wartawan di Medan menulis tentang pakaian monja yang menumpuk karena tak ada pembeli. Di sini, coba kita cari informasi tentang minat masyarakat membeli pakaian monja. Kalau meningkat daya beli pakaian monja, kenapa, apa penyebabnya. Kalau menurun, juga perlu didalami kenapa? Adakah hubungan pakaian monja di Takengon dengan yang di Medan? “Sebuah informasi di media, bagi kita bisa menjadi inspirasi sebuah berita,” kata Bang Pul dalam setiap pertemuan.
Bang Pul selalu menekankan kepada anak didiknya maupun wartawan muda yang ingin menimba ilmu darinya, bahwa tidak ada alasan seorang wartawan mengatakan tidak ada berita. Di sekitar kita, semuanya berita, semuanya bisa dijadikan menarik jika kita melihatnya dari sudut yang berbeda. Berita, selain sebagai sebuah peristiwa luar biasa yang disiarkan, juga bisa diperoleh dari suatu yang biasa lalu diulas dengan sudut pandang berbeda menggunakan bahasa yang menarik, akhirnya menjadi sebuah berita yang luar biasa.
Gaya bertutur Bang Pul yang meledak-meledak membuat kita betah duduk berjam-jam mendengar kisah dan tips yang disampaikannya. Sebagai mantan pimpinan teater ASA yang melahirkan banyak seniman dari daerah ini seperti Fikar W.Eda dan lain-lain, Bang Pul juga masih terbawa gaya seorang anak teater.
Cita-cita Bang Pul sederhana, setelah pensiun dari perusahaan telekomunikasi itu, dia ingin kembali ke Takengon dan membuat sebuah padepokan seni dan rumah menulis. Di padepokan ini, dia akan melanjutkan hobi menulis cerpen dan puisi yang sudah lama tercecer. Kalau nantinya ada anak-anak muda berbakat, dia bersedia mengajar mereka menulis dan berlatih teater. Welcome home, Bang Pul!
*Penulis tetap di Lintas Gayo, tinggal di Takengon