Lut Tawar Rusak, Ikan Depik Punah

Salah satu keluarga yang menggantungkan hidup dari ikan Depik (Rasbora Tawarensis). (Foto : Konadi)

.

IKAN DEPIK  (Rasbora Tawaresis) merupakan ikan endemik  Danau Lut Tawar (DLT) Takengon Aceh Tengah. Walau oleh sejumlah kalangan mengkhawatirkannya akan punah karena makin sulit ditemukan oleh nelayan, namun masih ada beberapa nelayan sekitar danau tersebut yang masih menggantungkan hidup dari ikan ini.

Banyak cara nelayan dalam menangkap ikan Depik, namun akhir-akhir ini umumnya dengan menggunakan jaring (doran:Gayo-red) yang dipasang di tengah danau pada sore hingga malam hari dan di lihat hasilnya saat subuh hari berikutnya. Hasil tangkapan tersebut ada yang langsung dijual yang umumnya melalui pedagang pengumpul walau ada beberapa yang dijual langsung kepada warga seputar danau atau warga Takengon.

Dari sekian banyak pedagang pengumpul, ada beberapa diantaranya yang tidak serta merta menjualnya dalam bentuk ikan Depik basah. Namun mencoba menambah nilai jual dengan mengeringkannya dengan nama produk Depik kering.

Salah seorang pengolah ikan Depik kering ini adalah Sulaiman Aman Jas, warga Kampung Blang Kolak Takengon yang menggantungkan hidupnya beserta keluarga dari berjualan Depik kering.

Saat ditemui Lintas Gayo, Selasa (10/1/2012) lalu dirumahnya, Sulaiman Aman Jas menjelaskan dirinaya telah menjalani usaha ini selama kurang lebih 15 tahun. Depik yang diolah dari ikan Depik basah menjadi Depik kering di peroleh dari nelayan setempat yang selanjutnya dikeringkan dengan cara tradisional, mengandalkan panasnya matahari.

Ikan Depik  yang ukurannya kurang dari 3 inchi membutuhkan waktu satu setengah hari baru bisa dipasarkan. Sementara Depik yang berukuran panjang lebih dari 3 inchi, biasanya membutuhkan waktu sampai tiga hari.

Alat yang di gunakan Sulaiman Aman Jas juga tebilang sederhana. Alas wadah yang di pakai untuk mengeringkan di sebut silih. Dalam satu silih biasanya Depik yang dikeringkan bisa mencapai 6 bambu. Dan silih yang Sulaiman Aman Jas miliki saat ini sebanyak 5 silih yang bisa menampung 30 bambu Depik basah.

Ikan Depik yang diperoleh dari nelayan biasa dibeli Sulaiman Aman Jas senilai Rp.20.000 perbambu dan setelah melewati  proses pengeringan langsung dipasarkan oleh sang istri, Zahrani Inen Jas di pasar tradisional dan pasar dadakan masyarakat desa (pekan-red) dengan harga jual Rp.30.000 perbambunya.

Tidak sedikit wisatawan lokal dan mancanegara yang melihat proses pengolahan Depik kering ini membeli langsung di tempatnya dengan permintaan yang bervariasi.

Sulaiman Aman Jas yang saat ini ekonomi keluarganya bertumpu penuh pada ikan endemik khas Danau Lut Tawar ini berharap agar kelestarian danau tetap terjaga. Walau tak punya ilmu mendalam tentang lingkungan dan daur hidup ikan Depik, dia yakin dengan rusaknya lingkungan danau maka ikan kebanggaan Urang Gayo tersebut akan punah.

(Konadi/03)

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.