Dua Kerajaan Besar di Tanah Gayo

Oleh : Luqman Hakim Gayo

ALKISAH, ada dua kerajaan besar di Tanah Gayo yang dilupakan sejarah. Kedua Kerajaan Itu adalah Kerajaan Linge dan Kerajaan Malik Ishaq. Keduanya berdekatan. Kini yang tersisa adalah Buntul Linge di bekasĀ  Kerajaan Linge, dan Kampung Isaq di Kerajaan malik Ishaq. (Itu sebabnya, kampung Isaq ditulis dengan huruf Q bukan dengan K)

Belakangan kedua ā€˜sejarahā€™ itu mulai dicampur baurkanĀ  oleh sejumlah dongeng yang beredar dari masa ke masa. Padahal kedua-duanya saling memiliki masa-masa kejayaan pada masanya. Bukan soal benar atau salah, tetapi cerita yang dituturkan dari mulut ke mulut adalah salah satu jenis kebudayaan yang banyak meninggalkan suri teladan, dan perlu dilestarikan.

Kerajaan Linge.

Menurut ringkasan cerita, Kerajaan Linge di Buntul Linge. Raja Linge I memiliki empat orang anak, masing-masing bernama Datu Beru (bukan yang di Tunyang), Johansyah, Alisyah dan Malam Syah. Datu Beru dipercaya oleh Sang Raja menjaga khazanah kekayaan Linge. Kuburnya mash terpelihara disamping Buntul Linge.

Johansyah pergi mendalami ilmuĀ  ke Pesantren Bayen di Aceh Timur. Sebuah Pesantren megah yang dipimpin oleh Syeikh Abdullah Kanaan dari Mesir sudah berdiri lama. Johansyah menjadi santri ke-300 di Pesantren itu.

Ketika semenanjung Aceh di keroyok oleh tentara Cina di bawah komandan Putri Nian Nio Lingke, Santri dari Pesantren Bayen diajak oleh Sang Pimpinan untuk mengembangkan Islam ke wilayah itu. Para santri menyatu dengan penduduk. Itu sebabnya ada nama suku disana dengan sebutan ,Suke Lhe Retuh, dari jumlah santri Bayen.

Singkat cerita, para santri mengepung tentara Cina di kampung Lingke sekarang. Panglima Johansyah dinikahkan oleh Syeikh Abdullah Kanaan dengan Nian Nio Lingke di tengah laut Sabang.Ā  Nama Johansyah semakin popular di seantero Aceh, semua raja-raja kecil sepakat bersatu di bawah satu kerajaan Islam dan Johansyah menjadi raja dengan gelar Johansyah Zilullah fil Alam.

Alisyah, agak bermasalah. Pesta khitanan di Istana berbuah duka. Maaf, tidak ada pisau tajam mampu ā€˜menyelesaikanā€™ ritual khitanannya. Dalam sejaraK Karo disebutkan, ā€˜la pan pisoā€™ alias gere pangan lopah. Itu salah satu sebab ia merasa malu, dan minta izin kepada Raja untuk meninggalkan Buntul Linge berangkat ke Karo.

Sebelum berangkat, Raja Linge membagikan pusaka, berupa bendera Linge, pedang dan Koro Gonok masing-masing. Alisyah berdiam di sebuah padang rumput yang bernama ā€œBelang Nudiā€. Singkat cerita, ia menikah dengan gadis Fak-Fak dan membuat Belang Nudi menjadi kampong besar. Pada saat ia menjadi kakek, ia mulai diabaikan oleh cucu-cucunya. Pada acara adat dimulainya bersawah, tak ada lagi yang menghiraukan makanan khas kenduri. Lalu ia berdoa kepada Tuhan. Tuhan menjatuhkan bala berupa hujan dan puting beliung menghancurkan kampong dan penghuninya menjadi batu. Kini bisa dilihat sisa-sisa batu di Belang Nudi yang berupa patung sedang memegang tersik, sedang mumatal dan sedang mulai bersawah.

Beberapa yang selamat, seorang wanita hamil dan adiknya, seorang suami, melarikan diri ke sungai. Si lelaki berlari dengan kudanya menuju Linge. Ia mengajak Panglima Linge untuk melihat Belang Nudi dan mencari kalau-kalau ada yang masih selamat. Singkat cerita, si wanita hamil melahirkan seorang bayi dan diselamatkan oleh penduduk Kerajaan Bakal.

Ketika utusan dari Linge mengklaim anak itu sebagai milik Raja Bakal, sang Raja tidak setuju. Akhirnya terjadi ā€œAdu Pedangā€ di lapangan dengan memukul canang dan disaksikan oleh semua penduduk. Siapa yang menang berarti dia yang benar. Dari Linge dipilih Panglime Sekunce melawan Jagoan Raja Bakal. Dari pagi sampai siang, tidak ada yang luka tetapi panglima Bakal mengalami reman-reman di tangan dan dadanya. Ia mengaku kalah dan bayi itu milik keturunan Raja Linge.

Kata utusan dari Linge, ā€œkami tidak membawa anak itu. Biarlah untuk Raja disini. Tetapi jang lupa memberikan nama dengan Sibayak Lingeā€.

Adapun putra ke-empat, Malamsyah, dipercaya menggantikan posisi yahnya menjadi Raja Ling eke II di Buntul Linge. Peristiwa yang berkaitan dengan Gajah Putih, terjadi dalam masa pemerintahan Raja Ling eke 12 dan ke 13, artinya sekian tahun sesudah Raja Ling eke II berkuasa. Disini kita tahu cuplikan hikayat tentang Sengeda dan Bener Meuriah, Kampung Tanom Kucing, Tengku Cik Serule, Kampung Kedah di Banda Aceh dan berkaitan dengan Pulau Lingga di Selat Malaka. Disana Raja Lingga ke-13 (orang tua Sengeda dan Bener Meriah) dimakamkan.

Kerajaan Malik Ishaq.

Malik Ishaq diperintahkan oleh saudaranya Malik Ibrahim untuk membawa kaum Ibu dan anak-anak ke tengah hutan. Karena kerajaannya akan diserbu oleh Kerajaan Sriwijaya yang terkenal kuat. Malik Ishaq membuka kampung dengan nama Kota, yaitu Kute Rayang, Kute Robel, Kute Keramil dan lainnya. Ia lupa pulang membantu saudaranya, karena menikah dengan penduduk setempat.

Putra Malik Ishaq tujuh orang, semua diawali dengan kata-kata Meurah, berasal dari kata Mahraj (India), Malik (Arab), Meurah bahasa Gayo. Masing-masing Merah Bacang, Meurah Jernang, Meurah Hitam, Meurah Putih, Meurah Pupuk, Meurah Silu dan Meurah Mege.

Telah terjadi seperti kisah nabi Yusuf. Ke-enam si abang cemburu kepada Meurah Mege yang selalu dimanja dan disayang oleh Sang Raja. Mereka sepakat membuang adiknya kedalam Gua. Ketika Meurah Mege ditemukan masih dalam keadaan hidup, ke enam abang malu kepada Sang Raja. Lalu mereka melarikan diri. Ada yang ke daerah Pulo Tige, ada yang ke daerah pesisir Barat, ada ke Gunung Sinabung. Ada yang ke Merdu. Nama Merdu berasal dari kata Meurah Dua (Meurah Putih dan Meurah Hitam).

Meurah Silu ke pantai Timur. Siang menjadi tukang cincin dan malam mengajar mengaji. Namanya terkenal karena bisa ā€˜memecahkanā€™ masalah antara penduduk. Akhirnya semua sepakat, menunjuk Meurah Silu menjadi kepala suku, bahkan kemudian menjadi Raja Kerajaan Pasai dengan nama Malikus Saleh.

Di Pantai Timur Aceh ada desa Seneubuk Gayo, tempat beristirahatnya pasukan Raja Linge ketika akan membantu Johor dari serangan asing. Di Kluet sebagian masih berbahasa Gayo tempat salkah satu Meurah dari Gayo yang sudah berkembang biak. Begitu juga Meurah Sinabung, keturunan dari salah seorang Meurah dari Gayo.

Semua hanya cerita turun temurun, semoga ada manfaatnya. Wallahu aā€™lam bishshawab.

*Wartawan asal Gayo, tinggal di Jakarta

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.