NAMANYA JERI, Lengkapnya Jeremias Nyangoen. Lelaki berpostur sedang dengan wajah brewok. Mengenakan sepatu dan kaos kaki. Bercelana pendek. Tubuhnya dibalut jaket, menghalau udara musim dingin menyengat di Gayo. Udara kuyu Depik.
Jeri memesan segelas kopi hitam lewat saringan mesin espresso di Batas Kota. Krema kopi arabika Gayo dipandangi Jeri sebelum meminumnya. Jeri datang bersama Redaktur Pelaksana media online, Lintas Gayo, Khalis.
“Sudah hampir dua minggu saya di Gayo”, kata Jeri sambil menegak kopinya pada Kamis (8/6). Lelaki asal Pontianak yang lahir 29 Juni 1968 ini adalah actor Indonesia. Dia memerankan Sumanto, dalam film Kanibal-Sumanto tahun 2004.
Apa yang dicari Jeremias di Gayo?. Jeri yang tamatan IKJ Jakarta bukan sedang bertapa. Kehadiran lelaki dua anak nun jauh di Gayo ternyata sedang mencari ilham dan inspirasi untuk sebuah film drama.
Setelah menjadi actor di tahun 2004, Jeri kemudian menginspirasi lahirnya dua film berikutnya yang berkisah tentang anak bangsa Indonesia, di pinggiran negeri seribu pulau ini.Jeri dipercaya membuat naskah film.
Menurut penulis naskah film Senandung di Atas Awan dan Serdadu Kembang ini, Gayo dengan kekayaan budaya, kopi dan keindahan alamnya sangat menarik untuk diangkat ke layar lebar. Dan Jeri selama dua pekan mencari ide dan inspirasi film drama di Takengon.
Jeri bertutur, selama dua Minggu mengelana di Gayo ditemani seorang supir, dia sudah memasuki berbagai kawasan. Kampung demi Kampung dan kehidupan warga Gayo terus memenuhi memorinya.
“Apa yang saya lihat, dengar dan rasakan akan mengilhami atau menjadi inspirasi sebuah film drama nantinya”, ucap Jery seraya menarik asap rokok putihnya. Jeri tidak saja mengandalkan panca inderanya mencari inspirasi.
Lelaki Kalimantan ini percaya, akan ada petunjuk dari yang “Diatas”. Selama dua pekan, Jery terus berjalan dan berjalan seperti mengikuti arah angin dan bisikan gaib hingga harus berhenti dan berjumpa dengan siapa.
Sebagai anak kampung, ujar Jery, banyak kisah di daerah yang bisa menginspirasi dan dijadikan contoh sebagai motivasi membangun bangsa ini. Dan kisah-kisah itu bisa didapat manakala semua pihak menggunakan nurani dan bahasa hati.
Untuk itulah, Jeri tak segan merasakan apa yang sesungguhnya dirasakan kalangan masyarakat akar rumput. Merasakan apa yang mereka rasakan dan apa sesungguhnya kekuatiran dan semangat serta cara hidup
Lantas selama dua pekan di Gayo sudahkah Jeri mendapatkan ilham untuk menginspirasi sebuah naskah film yang akan digarap Jeri?
Jeri menyatakan sudah. Inspirasi itu muncul dari seseorang petani kopi yang dinilai Jeri “istimewa”. Duduk bangun Jeri mengisahkan tokoh “secret” yang sudah membuat Jeri bersemangat mulai menggarap naskah filmnya.
Selama bercerita tentang pencarian tokoh inspirasinya Jeri, tak ayal membuat bulu roma Jeri kerap bediri yang ditandai dengan mengembangnya pori-pori di tubuh Jeri. Belum lagi bagaimana kisah Jeri menemukan sang tokoh inspirator itu.
Jeri mengikuti arah dan waktu dari Sang pemberi tanda. “Ikuti saja!” sebut Jeri. Jeri memesan gelas kedua black coffee yang oleh warga Gayo disebut “item kelet”.Lantas siapa petani kopi Gayo yang mampu menginspirasi Jeri untuk sebuah naskah drama layar lebar?
Jeri tampak terdiam. Jeri membuka sedikit kisahnya. Tentang seorang petani kopi yang hidup sendiri. Lelaki bujang yang hidup diantara pohon-pohon kopi arabika yang dijadikan sumber ekonomi. Rumah ‘musolang” (terpisah) dari pemukiman penduduk dengan bangunan sederhana.
Lalu apa yang istimewa?, sambil merinding, Jeri mengungkap sang inspirator menjalani keseharian hidup dalam kegelapan yang panjang. Termasuk mengutip kopi arabika Gayo menggunakan perasaan tangan sang inspirator.
Jeremias Nyangoen, jebolan IKJ tahun 1989 ini juga menulis naskah untuk sebuah film berlatar tanah Papua yang berjudul ,”Di Timur Matahari”, akan dirilis 11 Juni ini. Jeri akan memakai pemain local dalam film drama yang akan digarapnya, selain pemain actor dan aktris Indonesia ternama yang akan mengisi tokoh filmnya. (Win Ruhdi Bathin)