Jakarta | Lintas Gayo – Lembaga Wali Nanggroe pada dasarnya diharapkan bisa merangkul seluruh masyarakat Aceh, bisa menjawab unsur-unsur kebutuhan warga Aceh, bisa mengisi kebutuhan pembanguan di Aceh.
Harapan ini dicetuskan dalam rapat dengar pendapat umum rancangan Qanun Wali Nanggroe bertempat di mess Aceh Jakarta, Sabtu 23 Juni 2012 sekira pukul 10.00 Wib sampai 13.30 Wib.
Pertemuan ini dihadiri oleh beberapa pejabat Aceh dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh yang berdomisili di Jakarta. Tampak hadir Wakil MPR RI, Farhan Hamid, mantan Menteri BUMN Sofyan Jalil, anak Daud Beureueh, Hasyim Daud dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman.
Dikatakan Farhan Hamid, kaidah Qanun Wali Nanggroe sesuai dengan apa yang ada dalam Undang-undang 1945. “Jangan sampai sebuah qanun melegalisasi untuk qanun berasal dari sebuah sejarah (untuk legariter), dan lembaga qanun Wali Nanggroe diharapkan jangan sampai saling bertentangan dengan pemerintah pusat,” kata Farhan Hamid.
Sementara menurut Mantan Menteri BUMN, Sofyan Jalil, Qanun Wali Nanggroe agar tidak bertentangan dengan konstitusi. Qanun Wali Nanggroe mesti memperjelas penempatannya antara Gubernur Aceh dan DPRA.
Pandangan Sofyan Jalil, Wali Nanggroe bisa menjadi penasehat utama di Aceh, sebagai kontrol, sebagai pigur moral, dan sebagai orang yang memberikan pendapat dan pandangan untuk kemajuan Aceh.
“Wali Nanggroe tidak diberi wewenang membuat legislasi dengan harapan supaya tidak berbenturan dengan wewenang pemerintah, baik pemerintah legislatif atau eksekutif,” himbau Sofyan Jalil.
Seperti diketahui, kehadiran Lembaga Wali Nanggroe di Aceh merupakan amanah MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh atau UU Nomor 11 Tahun 2009 mengenai Pemerintahan Aceh. (Alkudri Miko/Red.03)