Jangan Mengaku Urang Gayo, Jika tak Mampu Selamatkan Identitas

Catatan: Aman Zaiza*

KETIKA tulisan ini ku coba menorehnya dilembaran putih Microsoft word, pikirannya terus berkecamuk. Andai saja dia hilang dan raib dilarikan orang, maka hilanglah indentitas sebagai urang Gayo yang terkenal dengan nilai budaya dan adat-intiadat serta sejarah yang menorah sebagai bangsa beradab di muka bumi ini.

Kedengarannya memang ekstrim dan memang itulah kenyataanya. Pasalnya, seperti yang dilansir Lintas Gayo, bahwa benda-benda peninggalan Kerajaan Linge diwacanakan akan “dijual.” Pasalnya, sang kolektor, Erah Linge sedang dalam keadaan sakit berat.

Bang Erah (Erah Linge) sedang dalam keadaan sakit berat sekarang. Beliau membutuhkan biaya pengobatan yang besar,” kata Harun Zeni, perwakilan keluarga.

Ironisnya lagi, sebagaimana dituturkan, Harun, kalau ternyata tidak ada perhatian dan bantuan dari Pemerintah Kabupaten di Gayo (Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah), kemungkinan pelbagai harga peninggalan reje-reje Linge itu akan dijual. Dengan demikian, hasil penjualan tersebut nantinya bisa dipakai untuk biaya pengobatan Erah Linge.

“Sejauh ini, sudah ada 6 calon pembeli di Jakarta yang hendak membeli warisan masyarakat Gayo tersebut. Kemungkina, kalau memang jadi, siap lebaran mereka akan ke Gayo,” kata Harun.

Ini bencana. Bencana ini lebih dahsyad dari tsunami yang telah merengut 250 ribu jiwa masyarakat Aceh. Karena, bagaimanapun peninggalan sejarah reje Linge itu merupakan indentitas Gayo sebagai suku bangsa di dunia ini.

Ditengah krisis indentitas yang kita rasakan saat ini, seperti mulai sedikit urang gayo yang menggunakan bahasa Gayo sehari-hari, mulai lunturnya nilai adat istiadat ditengah masyarakat kita, kini muncul lagi hilangnya nilai sejarah yakni warisan kerajaan linge yang akan jatuh ke tangan lain (pemburu barang bersejarah) yang belum tentu bisa menyimpan dan melestarikan warisan kerajaan Linge tersebut.

Karenanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah dan pihak legislatif harus segera bertindak. Sebelum semuanya hilang dan sirna termakan zaman. Jangan sampai, sejarah Kerajaan Linge dalam 15 atau 20 tahun kedepan hanya menjadi legenda, bahwa di Nenggri Gayo konon ada kerajaan namanya Linge.

Semua warisan kerajaan Linge ini harus dibeli dan diselamatkan oleh Pemkab Aceh Tengah dan kabupaten lainnya di Bumi Gayo. Jika perlu buat segera Musium sejarah kerajaan Linge. Biar kelak anak cucu kita tahu, bahwa sejarah Reje Linge itu bukan hanya cerita belaka dan malangnya jika nantinya kerajaan Linge itu hanya jadi mitos.

Penulis teringat satu nama dalam soal penyelamatan benda-benda bersejarah Aceh yakni H Harun Keuchiek Leumiek. Dia merupakan warga biasa yang getol menyelamatkan benda-benda bersejarah Aceh. Bahkan untuk berburu benda-benda bersejarah itu Harun rela mengocek kantongnya dengan nilai yang besar, demi tetap lestari dan langgengnya benda bersejarha tersebut.

Bahkan, pemburuan Harun Keuchiek Leumiek hingga ke luar negeri, sebab banyak benda-benda dan barang bersejarah Aceh ini banyak yang sudah berpindah tangan hingga keluar negeri. Namun, dengan kegigihannya, benda itu kini sebagian telah kembali ke bumi Aceh dan disimpannya di rumah pribadinya dikawasan Lamseupeung Banda Aceh. Rumah itu kini menjadi museum mini.

Jika memang di Gayo tidak ada seorang yang bisa seperti Harun Keuchik Leumiek, kiranya Pemkab Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara bisa memainkan perannya sebagai penyelamat indentitas urang Gayo tersebut.

Betapa bangganya kita ketika Pemkab Aceh Tengah mampu membeli lagu “Tawar Sedenge” karya alm AR Moese dan dijadikan lagu “wajib” daerah. Betapa bangganya bahwa Aceh Tengah memiliki jati diri yang kuat dengan adanya lagu “wajib” tersebut. Pasalnya, lagu-lagu tersebut kerab dinyanyika dalam event resmi setelah lagu Indonesia Raya dikumandangkan.

Namun, kali ini. Rasa bangga itu akan lebih besar lagi, jika ada Pemkab di dataran tinggi Gayo mampu membelinya dan menyimpannya sebagai warisan bangsa, bahwa suku bangsa Gayo merupakan suku bangsa yang terjaga keluhurannya lewat benda-benda bersejarah tersebut.

Tunggu apa lagi, lakukan segera sebelum semuanya sirna. Dan jangan mengaku kita urang Gayo, jika tak mampu lestarikan dan menyelamatkan benda-benda bersejarah milik leluhur kita.(aman.zaiza@yahoo.com)

*Juru warta yang ditubuhnya mengalir darah GAYO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments