Mengenang Ceh Loyang

Khairi Went*

“Sebelum dan sesudahnya saya mohon maaf atas kekacauan teknik penulisan ini, maklum bukan penulis“

Di Kota Takengon Siapa yang tidak kenal Ceh Loyang? Pemilik nama Mustafa ( Almarhum) kelahiran 1942 di Kebayakan mungkin dikenal sebagai sosok pria “ Kurang Waras” oleh kebanyakan orang, bagaimana tidak, Ceh sendiri memang memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat lainnya. dia telah membuat publik terpana dengan sentuhan make-up yang dikerjakan dengan tangannya sendiri.

Ceh selalu memakai asesoris yang terbuat dari besi, kuningan, tulang tulang hewan diseluruh tubuhnya yang di rakit sedemikian rupa hingga membentuk baju, tali pinggang,gelang gelang, kalung, tongkat,dll. Bahkan ketika ada orang biasa yang memakai kalung misalnya, maka orang lain akan mengatakan kepada orang yang memakai kalung tersebut “ seperti ceh loyang”. Titel ceh Loyang sendiri di anggap memalukan karena di anggap gila di mata masyarakat.

Ceh Loyang memang unik,dia tinggal di dalam gubuk yang dia dirikan di dalam loyang ( Goa/Ceruk ) di atas bukit di pinggiran danau Lut tawar. Berada jauh dari keramaian Ceh membangun rumahnya di daerah utung utung sekitar 3 Km dari desa Kebayakan. Untuk mencapai lokasi rumah, harus mendaki jalan setapak sejauh 100 m dari pinggiran jalan Takengon – Bintang. Di di halaman depan rumah Ceh, terdapat ratusan botol bekas air mineral yang dia kumpulkan kemudian di fungsikan untuk memampung tetesan air dari stalaktit yang tergantung pada dinding goa yang kemudian di simpan hingga musim kemarau tiba, juga terdapat kandang di sisi kiri rumah, sementara halaman belakang rumah terdapat tumpukan tulang berulang hewan yang sudah di keringkan, rumah ini sendiri di bangun dari bilah bilah Pelu (bambu) yang di keringkan dan di asapi hingga berwarna hitam kecoklatan kemudian dirangkai dengan menggunakan tali bekas dan belahan rotan dengan simpul yang rumit dan berseni tinggi yang kemudian menjadi dinding, rumah ini terdiri dari dapur ruang tidur dan kandang.

Untuk memasuki rumah ini harus melalui pintu utama yang juga sangat unik,yakni pintu bongkar pasang terbuat dari karton di jepit dengan bambu. Suasana agak berbeda mulai terasa setelah melewati pintu ini karena ternyata kita sudah berada di dapur yang hannya setinggi 1,5 meter sehingga memaksa siapa saja yang datang akan menunduk di dalamnya, ruangan yang gelap terasa semakin lengkap di tambah dengan warna dinding hitam bekas asap yang sepertinya sengaja di buat sedemikian rupa, di perapian dapur ini terdapat wajan untuk menampung tetesan air goa yang sepertinya kemudian langsung di gunakan untuk memasak, di sisi depan perapian terdapat kandang kucing, puluhan tanduk yang sudah kering dan juga sudah di hitamkan dengan asap, bahkan hampir keseluruhan dalam rumah ini berwarna hitam. Di ruangan ini terdapat gerobok ( meja penyimpanan bahan masakan) dari ranting kayu, beberapa helai pakaian, bantal jerami, rak sepatu, kekal ( buah pohon yang sangat langka), ulekan, alat alat masak sederhana, dll.

Di sisi kanan dapur terdapat dinding sekat sebagai pemisah antara dapur dan ruang tidur,terbuat dari bilah bambu tegak yang kemudian di hias dengan motif kotak dari bentuk kerawang gayo, terdapat beda tinggi antara lantai dapur dengan kamar tidur sekitar 10 cm, di dalam kamar terdapat meja yang juga terbuat dari rangkaian bambu, di atasnya terletak beberapa examplar buku yang ternyata berisi syair didong dan puisi yang ditulis oleh Ceh Loyang sendiri. Pada dindingnya terdapat beberapa lampu minyak dari botol kaca, Dinding kamar ini sendiri di buat melengkung simetris sehingga membentuk kubah, terdapa sedikit bukaan pada atas dinding yang berfungsi sebagai penerangan atau jendela, dinding ini kemudian juga berfungsi sebagai atap.

Melaui tulisan singkat ini mudah mudahan dapat merubah sudut pandang seseorang terhadap beliau yang selama ini di cap sebagai orang yang kurang waras, ternyata beliau adalah seorang penyair dan juga penulis, dan ternyata beliau adalah seorang seniman. Dan bahkan dia adalh seorang arsitek yang hebat dalam karya membangun rumahnya yang unik dan dalam salah satu lembar bukunya terdapat tulisannya yang mengatakan bahwa dia mengikuti pola hidup manusia purba, sehingga berprilaku layaknya manusia purba, tapi tetap dengan kaidah kaidah yang ada, di dalam bukunya Ceh juga menuliskan “ akal kin pangkal, kekire kin belenye, ike dangkalpe laut tetap we mugelumang, ike relempe kulem palingen we mubering”

Seperti di beritakan di media, belakangan Ceh Loyang di temukan meninggal di sekitar rumahnya dalam kondisi yang menyedihkan, di perkirakan dia sudah meninggal sekitar sebulan sebelum ahirnya di temukan tim SAR. Mudah mudahan arwahnyadi terima di sisi Allah SWT.Amin.

Untuk mencegah hal hal yang tidak di inginkan beberapa aksesoris Ceh Loyang telah diamankan oleh pemuda kampong sekitar ”.(archwent[at}gmail.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Komentar dari bg wiwinyusri sangat baik sekali, ini bisa dilakukan andai pacik saya itu masih ada namun beliau lain dari yang kita harapkan mungkin keahliannya itu sulit kita untuk menirunya karena segala kegiatan beliau tidak dapat kita lihat atau perhatikan yah begitulah beliau……..

    Gayo Jakarta Says : Bisa bang klo ada waktu dan kesempatan abg kita akan coba bantu karena kami merupakan salah satu keluarga beliau mungkin bila ini serius abg bisa hubungi saya di : 0852 6076 6593

  2. assalamualaikum wr wb ….itu aksisoris mantap bangeet seperti masyarakat Pinggiran danau TOBA aja yang menjual aksesoris2 seperti itu …lalu mengapa pemerintah tidak melestarikan kesenian2 seperti itu di pingir2 danau laut tawar legu i DAnau toba ada sal bertuliskan toba,pernak pernik,Dll.. mungkin wisatawan akan lebih sering berkunjung ke seputaran danau laut tawar …akal kin pangkal, kekire kin belenye, ike dangkalpe laut tetap we mugelumang, ike relempe kulem palingen we mubering”