Kondisi Pendidikan Kejuruan

Oleh: Dr. Darul Aman, M. Pd*

DALAM kondisi krisis multidimensi sekarang, sebenarnya perlu dipertanyakan apakah masih perlu pendidikan kejuruan? Menurut Aljufri (2006), sebelum krisis tahun 1996 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi hampir 8 persen, tenaga kerja yang baru diserap 3,8 juta orang. Artinya ada 425 ribu lapangan kerja untuk tiap persen pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pada tahun 2002 lalu dengan tingkat petumbuhan ekonomi 3,7 persen, lapangan kerja baru yang tersedia hanya 840 ribu atau hanya rata-rata 220 lapangan kerja untuk tiap persen  pertumbuhan ekonomi (Koran Tempo, 2003).

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, tambahan angkatan kerja baru Setiap tahun di Indonesia mencapai 2-2,25 juta orang. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi diperkirakan 3-4 persen, jelas bahwa Indonesia akan kesulitan menurunkan angka pengangguran. Menurut proyeksi Bappenas, jumlah pengangguran terbuka ankan terus meningkat. Tahun 2006 angka pengangguran mencapai 10,1 juta jiwa dan tahun 2007 naik menjadi 10,8 juta, tahun 2008 naik menjadi 11,3, 2009 naik lagi 11,7. 2010 menjadi 12,4 dan 2011 angka pengangguran naik lagi menjadi 12,9. Angka-angka tersebut sangat dirasakan saat ini mengingat banyaknya lulusan dari berbagai jenis institusi pendidikan tinggi (universitas) namun lemah dalam bidang kompetensi.

Lebih parah lagi, kualitas penyerapan tenaga kerja juga terus merosot, hal ini dipicu oleh banyaknya investor asing yang keluar dari Indonesia. Ancaman pengangguran betul-betul serius, dan ini bagaikan batu karang yang terjal yang setiap saat dapat  membuat kapal Indonesia menjadi bocor, bahkan tenggelam (Mar’ie Muhammad, 2003) dalam Aljufri (2006). Sebagai jawaban tersebut, bisa jadi adalah SMK. SMK yang menjanjikan pekerjaan adalah SMK yang benar-benar terampil dalam mendidik anak didiknya ke dalam dunia kerja bukan “SMK sastra”.

Tambahan lagi, operating cost sekolah kejuruan jauh lebih mahal dari sekolah umum, menurut role of thumb unit cost lulusan pendidikan kejuruan sekitar sepuluh kali lebih besar dari pendidikan umum. Sedangkan ironinya mereka yang masuk ke sekolah kejuruan adalah mereka dari kalangan yang kurang mampu. Dengan demikia sudah dapat dipastikan bahwa pendidikan kejuruan tentu akan sangat tergantung dari keuangan negara. Makin kecil keuangan negara dikucurkan ke pendidikan kejuruan maka tidak mungkin dapat meningkatkan mutu pendidikannya. Maka suatu hal yang mustahil untuk dapat  memetakan mutu pendidikan kejuruan di Indonesia setara dengan mutu pendidikan kejuruan di negara-negara maju. Alangkah baiknya kalau memperkecil enrollment sekolah kejuruan, tetapi meningkatkan mutu lulusannya.

Menurut Shasha Suandana (2005) ada dua departemen yang menjadi penanggung jawab utama dalam pengembangan sumber  manusia (SDM) pelaksana pendidikan kejuruan, yaitu Departemen Pendidikan Nasional yang menangani pendidikan formal dan Departemen Tenaga Kerja yang menangani pelatihan (BLK). Akibatnya wadah peran serta masyarakat terbagi pula atas dua lembaga yaitu; MPKN (Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional) dan DLKN (Dewan Latihan Kerja Nasional) Kondisi ini dipandang tidak efisien dan menimbulkan keracuan di masyarakat.

Oleh karena itu demi kepentingan nasional, kedua lembaga ini hendaknya  digabung menjadi satu lembaga baru yang mampu menangani pendidikan dan pelatihan profesi secara terintegrasi. Dalam implementasinya dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak antara lain Departemen Perindustrian dan Departeman Perdangangan  serta Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.

Tujuannya adalah untuk menumbuh-kembangkan budaya etos kerja dan peningkatan skill bagi tamatan dari berbagai sekolah terutama siswa yang selesai dari SMK. Tamatan dari SMK akan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri yang benar-benar mandiri dalam disiplin ilmu yang dimiliki sehingga tidak terikat kepada orang tua.  Dengan demikian, penulis mengimbau kepada masyarakat banyak kiranya sangatlah tepat bilamana menyekolahkan anaknya ke SMK supaya memperoleh lapangan pekerjaan yang mandiri di masa depan. Adapun jurusan yang ada di SMK, sebagai berikut: Mesin, listerik, otomatif, diesel, peternakan, bangunan, agrobisnis, tata boga, perhotelan, perkantoran, keuangan, ahli rancang/desain pakaian, dan lain-lain.(ihsandarul[at]gmail.com)

*Guru SMAN 1 Takengon, Dosen STAIN dan Dosen PPs UT Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.