Ketol | Lintas Gayo : Salah satu dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tengah bernama Kecamatan Ketol yang merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Silih Nara.
Disini terdapat sejumlah kampung antara lain Bah, Belang Mancung, Bintang Pepara, Burlah, Buter, Cang Duri, Gelumpang Payung, Jaluk, Kala Ketol, Karang Ampar, Kekuyang, Kute Gelime, Pantan Penyo, Pantan Reduk, Ponok Balik, Rejewali dan Serempah.
Ketol, dalam bahasa Indonesia berarti cacing. Banyak kalangan di dataran tinggi Gayo yang tidak faham asal muasal kenapa diberinama kawasan tersebut dengan āketolā.
Pada sebuah kesempatan, Lintas Gayo mencoba menelusuri sebab musabab diberinama hewan yang dikenal sebagai mitra petani tersebut dan bertemu dengan seorang warga Kampung Bukit Kecamatan Kebayakan yang mengaku berasal dari Ketol bernama Umar Dani.
Menurut Umar Dani kampung asalnya diberi nama Ketol karena ada kisahnya secara turun temurun.
āSaat nenek moyang kami, Batak dua tujuh datang ke Tanah Gayo awalnya berkemah di hamparan yang sekarang disebut Ketol, persisnya saat itu di Kute Gelime saat ini,ā kata Umar Dani mengawali ceritanya, Selasa (8/3).
Dikisahkan Umar Dani, kala itu rombongan mengalami krisis perbekalan. Persediaan logistic menipis. āKeadaan saat itu betul-betul sudah mengkhawatirkan,ā ujar Umar Dani.
Disaat-saat genting tersebut, lanjutnya, suatu malam salah seorang dari rombongan bermimpi. Dalam mimpinya seseorang berkata kepadanya agar memasang bubu di sungai Pesangan. āLang taman ko wau, ike sanah pe kona ayon ko kowan kuren roa are, renye ijerangen,ā ucap sosok dalam mimpi tersebut yang berarti ābesok, kamu pasang bubu di sungai Pesangan, apapun yang masuk ke bubu tersebut harus kamu masukkan kedalam periuk berukuran 2 bambu dan biarkan selama satu hari satu malamā.
Karena sudah kehabisan akal menghadapi masa-masa genting tersebut. Saat pagi orang yang bermimpi ini langsung menuruti perintah yang diucapkan sosok dalam mimpinya.
Bubu ditaruh di sungai Pesangan selama sehari satu malam dan keesokan harinya orang ini sangat terkejut. Bubunya dipenuhi ribuan ekor cacing dengan warna yang mengkilap. Tanpa pikir panjang, orang ini langsung memasukkan cacing-cacing tersebut kedalam periuk. Dan ternyata cacing yang masuk kedalam perangkap bubunya setara dengan 2 bambu.
Orang ini lalu memasukkan cacing-caing tersebut kedalam periuk dan membiarkannya selama sehari semalam.
Rombongan tentu sangat gembira dan langsung menukarnya dengan sejumlah perbekalan makanan dan sisanya untuk kebutuhan lainnya.
āSaat kejadian tersebut seluruh anggota rombongan sudah beragama Islam dan sudah khitan,ā tegas Umar Dani yang berprofesi sebagai petani juga sebagai pembuat dan penjual peralatan nelayan Danau Lut Tawar ini.
Selanjutnya menurut Umar Dani, ada beberapa kampung lain seperti Serempah, punya sejarah sendiriĀ yakni sewaktu terjadi perang sat itu. Rombongan Batak dua tujuh dikisahkan akan diserang oleh sebuah kekuatan besar. Karena jumlah mereka sedikit maka disiasati dengan taktik seolah-olah mereka banyak yakni dengan membuat sampah mangas (makan daun sirih) terlihat banyak.
“Saat musuh tiba dilokasi Serempah, mereka tidak menemukan Batak dua tujuh karena telah bersembunyi, tapi menemukan sampah mangas yang sangat banyak. Mereka lalu urung menyerang,” jelas Umar Dani.
Dikatakan Umar Dani, ada juga nama kampung yang tergolong baru seperti Cang Duri yang asal mulanya saat zaman Jepang. “Saat itu orang Jepang membuang uang recehan ke rumpun bambu yang banyak tumbuh dilokasi tersebut. Lalu orang-orang setempat menebangi bambu-bambu tersebut untuk mendapatkan uang yang dibuang sang Jepang sampai lokasi tersebut bersih dari bambu sehingga memungkinkan untuk ditempati,” pungkas Umar Dani. (Khalisuddinl)