SENI tari bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Gayo kebanyakan. Karena memang seni seperti sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Gayo pada umumnya. Tetapi bila seni juga tidak dilestarikan tentu saja kekhawatiran akan punahnya kekhasan suatu seni akan muncul.
Tarian sendiri sebenarnya hingga sekarang masih terus dilestarikan di sanggar-sanggar sekolah. Atau justru masih adanya sanggar-sanggar kesenian di luar lingkup sekolah sampai sekarang ini. Tetapi justru yang menjadi kekhawatiran adalah punahnya makna dari tarian itu sendiri. Makna yang saya maksud di sini adalah oleh penari yang membawakan tarian-tarian tersebut justru tidak mengetahui apa makna sebenarnya dari tarian yang mereka bawakan tersebut. Sehingga pada akhirnya tarian itu hanya sekedar dibawakan, tetapi saat ditanyakan kepada mereka apa makna sebenarnya dari tarian tersebut sering dijumpai jawaban tidak tahu dari mereka.
Masyarakat Gayo yang sekarang sudah dikelilingi oleh banyak orang-orang dari budaya yang berbeda, sehingga yang memiliki peluang untuk membawakan tarian Gayo itu bukan hanya generasi muda yang bersuku Gayo saja.
Nah, bila sebuah tarian hanya dibawakan untuk sekedar sebagai acara adat ataupun perlombaan saja, sejarah bahkan nilai budaya dari sebuah tarian lama kelamaan akan hilang tanpa kita sadari. Padahal tidak sedikit dari mereka yang bukan bersuku gayo juga memiliki kepedulian dalam melestarikan budaya Gayo itu sendiri.
Kekhawatiran ini muncul sebenarnya dari pengalaman pribadi penulis sendiri. Penulis yang memang berlatar belakang bukan bersuku Gayo tetapi dari lahir memang tumbuh bersama budaya Gayo, hingga sekarang masih merasa buta dengan budaya Gayo itu sendiri. Saat masih duduk di bangku sekolah penulis juga pernah beberapa kali mengikuti sanggar di sekolah dan berkesempatan untuk mempelajari beberapa tarian daerah. Tetapi hingga sekarang penulis sama sekali tidak mengerti makna dan sejarah dari tarian itu sendiri. Bahkan teman-teman yang bersuku Gayo juga memiliki pengetahuan yang sama. Sehingga pada akhirnya hanya sekedar menarikan dan tidak ada keinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang tarian itu sendiri. Karena memang sosialisasi dari guru atau pelatih itu memang kurang.
Kekhawatiran ini juga muncul ketika penulis dihujani pertanyaan ketika berbagi cerita dengan teman yang berada di luar tanoh Gayo. Ketika ditanyai tentang makna tarian tersebut, penulis memiliki kesulitan untuk menjelaskan lebih lengkap kepada mereka. Karena memang tidak tahu dah kurangnya informasi tertulis mengenai hal itu untuk dicari tahu.
Sebenarnya masih banyak juga generasi muda yang memiliki informasi tersebut, tetapi kembali lagi kurangnya kebiasaan menginformasikan dan menulis dalam masyarakat Gayo membuat informasi itu tertahan di beberapa kalangan saja.
Ada baiknya juga di setiap sanggar, baik yang ada di sekolah maupun di luar lingkup sekolah, mereka juga diberi pengetahuan tentang sejarah dan makna tarian itu sendiri. Dan lebih bagusnya bisa hal ini bisa didokumentasikan dalam tulisan oleh mereka yang lebih mengerti dalam hal ini tentunya.
Bukankah budaya dan sejarah itu tujuannya untuk dijaga dan dilestarikan, bukannya dibiarkan hilang pelan-pelan menuju kemusnahan.(sampink_chi[at]yahoo.com)
*Peminat Seni