[Cerpen] Menyesal Bersedekah

Sukma Hariyanti*

“Kringggggg!” alarm handphone berdering, perlahan tangan saya meraba sekeliling mencari sumber bunyi. Setelah berhasil mendapatkannya dalam genggaman, saya mencoba membuka, layar hp tertulis 05.00 a.m. Sayup-sayup terdengar suara menyapa telingaku, ceramah dari masjid di dekat rumah. Bangun dari tempat tidur dan menghidupkan lampu kamar. Semua terasa begitu terang, saya melihat seisi kamar dengan penuh rasa malas. Ada tumpukan kain mendiami sudut kamar, saya mengambil semua kemudian membawanya keluar dari.  Berjalan melewati ruang tamu menuju dapur dan berhenti di depan kamar mandi.

Sebuah ember berwarna hitam sudah menanti. Masukkan air dan tak lupa menambahkan deterjen untuk melengkapi proses perendaman cuci.

Azan berkumandang, saya bergegas berwudu dan menunaikan salat subuh. Setelah selesai memanjatkan beberapa potong doa, saya teringat dengan dengan seseorang di kamar sebelah yang belum ada pergerakan. Langsung saja saya bergerak dan mencoba membangunkan si pemilik kamar.

“tok…tok…tok… Man bangun!” saya mengetuk pintu kamarnya berulang-ulang.

“yaa..” terdengar jawaban dari dalam, disusul dengan terbukanya pintu. Keluarlah seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit hitam. Dia adalah adik laki-laki saya.

“Cepat! wudu terus, kakak mau nyuci” saya mengingatkannya agar dia tidak berlama-lama. Dia hanya mengangguk, kemudian berlalu menuju kamar mandi. Tak berselang lama setelah dia selesai menggunakan kamar mandi, saya kembali melanjutkan aktivitas mencuci pakaian.

Hari sudah terang saat menjemur pakaian. Tapi kicauan burung masih mendominasi suasana pagi yang hangat dengan kehadiran sang surya. Benar-benar pagi yang cerah di hari Minggu. Seperti biasa, di hari yang merupakan hari libur nasional. Saya memilih untuk menggunakannya sebagai hari bersih-bersih. Dari membereskan kamar tidur, mencuci, memasak, menyapu, mengepel dan lain-lain. Setelah selesai membersihkan rumah, saya dan adik sarapan pagi bersama. Walaupun hanya dengan menu seadanya, akan terasa lebih jika di nikmati bersama. Di rumah ini memang kami hanya tinggal berdua saja. Ini di karenakan kami sedang menempuh pendidikan di ibukota provinsi. Sedangkan orang tua kami tinggal di kabupaten Aceh Tengah.

Tak terasa sudah jam 10. Kami yang tidak memiliki kegiatan di luar hanya bersantai saja di rumah. Saya memilih duduk sendiri diruang tamu sambil membaca. Buku Personality Plus yang bulan lau saya beli dan baru kali ini saya sempat  membacanya. Tiba-tiba adik saya keluar kamar, dia membawa sebuah tas ransel bermotif loreng dan beberapa potong pakaian yang belum dilipat. Dia meletakkannya tepat di hadapan saya, kemudian duduk di sebelah sambil melipat pakaian yang dia bawa.

“Muat gak ni kira-kira?” dia bertanya kepada saya, apakah tas yang dia bawa dapat menampung semua pakaian yang ingin dibawanya.

“Muat”  jawab saya singkat. Kemudian saya pun membantunya melipat pakaian.

Kami kuliah di universitas yang berbeda. Di kampus tempat adik saya kuliah sudah selesai melaksanakan ujian semester. Sehingga mereka sudah dapat menikmati liburan. Memang sudah tradisi, bila libur semester menjadi waktu yang pas untuk mudik alias pulang kampung. Setelah beberapa bulan jauh dari kampung halaman, inilah saatnya untuk melepas rindu kepada orang-orang tersayang.

Hari ini saya membantu adik saya untuk berkemas, dia memilih berangkat malam ini. Jarak yang cukup jauh dari Kota Banda Aceh ke Kota Takengon, membutuhkan waktu 8 jam melalui jalur darat. Kami biasa menggunakan jasa transportasi L300 untuk perjalanan ini. Sambil berkemas kami pun bercerita tentang banyak hal. Salah satunya tentang pengalaman pada waktu bersekolah dulu. Adik saya yang merupakan alumni dari salah satu dayah yang terletak di Kota Banda Aceh. Sehingga dia punya banyak cerita yang tidak ada habisnya. Ada satu ceritanya yang membuat saya merasa speechless. Bukan karena kagum dengan apa yang di ceritakan, tetapi saya merasa tidak mengerti jalan pikirannya. Ceritanya tentang amalan baik, yaitu sedekah.

“Dulu kan waktu masih sekolah, kami selalu shalat di masjid” dia memulai ceritanya.

“Sekarang?” jawab saya sambil tersenyum.

“Bukan itu, tapi dulu waktu ke masjid, kan ada kotak amal. Beberpa kali ke masjid saya selalu lupa bawa uang. Padahal saya ingin sekali bersedekah. Sampai suatu hari saya sudah mempersiapkan uang untuk sedekah itu” katanya dengan raut wajah yang serius.

“lalu?” kini saya juga menampilkan ekspresi yang tidak kalah seriusnya, saya berharap akan ada kejadian yang ajaib dari kelanjutan ceritanya.

“iya, pas sudah sampai di masjid dan saya pun memasukan uang ke dalam kotak amal. Ehh… rupanya salah masukkan uang yang lima ribu.” Katanya lagi

“jadi? Menyesal?” tanya saya.

“Hahahahaa” dia pun tertawa, tiba-tiba suasana yang tadinya serius menjadi seperti lucu dan aneh.

“sebenarnya waktu itu, rencana mau ngasi seribu. Sudah persiapkan selembar uang seribu dan lima ribu. Ternyata salah kasih.” Dia menjelaskan.

Saya yang sudah kecewa dengan ceritanya hanya diam saja tanpa ekspresi. Tetapi, dia masih saja menyambung ceritanya yang ternyata belum selesai. Dia pun meminta saya untuk kembali mendengarkannya.

“Dengar dulu, pas besoknya kan aku menemukan uang lima ribu di dalam bungkusan snank saat jajan di kantin sekolah. Apa mungkin karena dah sedekah ya?” tanyanya.

“Ya gak tau karena apa, yang jelas kan rezeki itu dar Allah” jawab saya.

“Waktu itu aku yakin kali dapat uang karena dah sedekah. Dari situ aku jadi rajin bersedekah biar dapat lebih banyak. Dan akhrinya sekarang aku tau kalau sedekah harus ikhlas untuk mendapatkan keridhaan Allah.” Katanya.

Kali ini aku tak lagi menjawab, hanya tersenyum saja. Memberikan sedekah yang paling mudah yaitu senyum. Tak terasa pekerjaan berkemas sudah selesai seiring dengan berakhinya cerita kami siang itu. Waktu zuhur pun tiba, kami pun menunaikan salat. Kemudian menyantap makan siang kami. Tak banyak yang kami perbincangkan. Mungkin karena sudah waktunya untuk beristirahat siang. Setelah selesai menyantap makanannya adik saya pun masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.

Saya membereskan piring makan kami, dan kemudian bersiap siap diri, karena ada janji untuk berjumpa dengan teman-teman sore itu. Jam 3 sore saya pun berangkat menuju tempat janjian saya dan teman-teman di kawasan Lamnyong, Banda Aceh. Sampai di sana, saya disambut dengan mereka yang sudah duluan hadir. Hari itu saya berjumpa dengan sahabat saya bernama Adhe. Seorang teman yang berasal dari Aceh selatan. Dengan mengenakan jilbab lebar dan berlapis, dia kelihatan teduh membuat tenang siapa yang memandang.

Rasanya sudah lama sekali tidak melihatnya. Terakhir pada dua minggu yang lalu saat dia bercerita tentang azan. Waktu itu dia mengatakan, bahwa baru mendengarkan ceramah yang isinya tentang azan.

“Kalau waktu lagi azan kita tidur, nanti waktu kita meninggal jenazah kita berat.” Katanya. Pada waktu itu saya hanya mengangguk sambil berpikir.

“Ya Allah berapa kali sudah itu saya lakukan” saya bergumam dalam hati.

Saya penasaran apa yang akan dia sampaikan pada hari ini. Langsung saja saya duduk di sebelahnya. Dia pun menoleh ke arah saya, sebuah senyum terlukis indah di wajahnya yang berseri. Tak banyak kata yang dia ucapkan pada waktu itu. Dia lebih banyak diam dan saya tidak tahu mengapa. Mungkin dia sedang tidak ingin bercerita. Saya pun menghargainya.

Tidak banyak yang terjadi di sana. Hanya curhatan dari teman-teman yang lain dan rencana untuk minggu depan. Sekilas tidak ada manfaat, tapi boleh juga sebagai ajang silaturahmi. Toh ini juga hanya dilakukan seminggu sekali. Karena agenda pada hari itu juga sudah selesai. Saya pun kembali ke rumah.

Malam hari kira-kira jam setengah delapan, datanglah sebuah mobil L300 yang ingin menjemput adik saya. Saya mengantarkannya ke depn rumah. Diapun berpamitan sebelum masuk ke dalam mobil tersebut. Lambayan tangannya mengakhiri kebersamaan kami pada hari itu. Saya yang masih di depan rumah tiba-tiba teringat tentang pembicaraan tadi siang. Saya tertarik untuk mencari tahu lebih banyak tentang amalan yang satu itu. saya pun mencoba browsing dan mendapatkan sedikit penjelasan tentang amalan yang satu ini.

Sedekah adalah memberikan kebaikan kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Dengan demikian sedekah maknanya luas mencakup seluruh kebaikan, berupa perkataan atau perbuatan. Anjuran ini tidaklah hanya ditujukan kepada orang-orang kaya, malahan orang-orang yang berpendapatan rendah pun dianjurkan menurut kadar kemampuan masing-masing.

Rasulullah SAW bersabda: “Tangan yang di atas (orang memberi) itu lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang menerima) Mungkin pernah timbul pertanyaan di benak kita, seperti kepada siapakah lebih utama kita bersedekah?

Kalau berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Balad ayat 15, orang yang terlebih utama diberi sedekah ialah anak yatim dan kaum kerabat. Menurut hadist riwayat Bukhari pula orang yang lebih berhak diberi sedekah ialah keluarga. Setelah itu barulah bersedekah kepada orang-orang yang salih yang berbuat kebajikan dan yang mempunyai marwah yang baik. Ada banyak kelebihan yang kita dapatkan bila bersedekah sebagaimana Firman Allah: “Dan apa jua harta yang halal yang kamu belanjakan (pada jalan Allah) maka (faedah dan pahalanya) adalah untuk diri kamu sendiri. Dan kamu pula tidaklah mendermakan sesuatu melainkan kerana menuntut keredhaan Allah. Dan apa jua yang kamu dermakan daripada harta yang halal, akan disempurnakan (balasan pahalanya) kepada kamu, dan (balasan baik) kamu (itu pula) tidak dikurangkan. (Q.S Al-Baqarah: 272).

Rasulullah SAW juga bersabda: “Siapa yang sanggup mendinding dirinya daripada api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebelah buah kurma, maka hendaklah dia lakukan.” (HR Muslim). Dalam sebuah hadis yang lain dari Anas Radhiallahu‘anhu Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Bersedekahlah kamu, sesungguhnya bersedekah itu melepaskan kamu daripada Jahannam.”

Begitulah betapa besarnya kelebihan yang akan diperolehi oleh orang-orang yang bersedekah. Walaupun demikian sedekah yang tersembunyi itu lebih baik daripada sedekah yag dilakukan secara terang-terangan. Ia lebih dekat kepada keikhlasan yang merupakan roh segala amalan dan ia lebih jauh daripada perasaan ria yang merusak amalan. Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 271. “Kalau kamu zahirkan sedekah-sedekah itu (secara terang), maka yang demikian adalah baik (kerana menjadi contoh yang baik). Dan kalau pula kamu sembunyikan sedekah-sedekah itu serta kamu berikan kepda orang-orang fakir miskin, maka itu adalah lebih baik bagi kamu.” Inilah salah satu amalan yang baik untuk dilakukan.

Dari sini saya bertekad untuk menjadikan sedekah sebagai amalan yang rutin. Saya yakin tidak akan ada penyesalan dalam berbuat baik terutama sedekah. Melihat banyaknya manfaat yang akan kita dapatkan. Karena kita tidak tahu amalan mana yang akan membawa kita ke surga dan sebaliknya.

SUKMA HARIYANTI*Sukma Hariyanti adalah mahasiswa Jurusan Komunikasi penyiaran Islam Dakwah IAIN Ar Raniry Banda Aceh, lahir di Idi Aceh Timur Tgl. 16 September 1991. Motto hidupnya Nice To Be Important But More Important To Be Nice (Baik Jadi Orang Penting Tapi Lebih Penting Jadi Orang Baik)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.