Marah-marah

Pertanyaan
Ustadz Pengasuh KAI yang mulia,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bersama ini saya ingin menanyakan sedikit tentang cara-cara mengendalikan kemarahan, karena nampaknya, kalau kemarahan telah memuncak pertimbangan akan sirna; yang benar menjadi salah; yang hitam terlihat merah, demikianlah seterusnya.
Demikian dan atas kesediaannya memberikan jawaban, saya mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalam dari saya,
Siti ‘Ainiyah Sihombing, Kuala Simpang.
Jawaban
Sdri Siti Ainiyah,
Wa’alaikumus Salam, Wr. Wb.
Pertanyaannya cukup menarik. Memang marah membuat segala sesuatu berubah, karena pemarah memang sedang dikendalikan hawa nafsu yang tak terkendalikan. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW selalu menasihati kita: Laa Taghdhab! (jangan marah) begitu sabda Rasulullah saw dalam hadis riwayat Imam Bukhari.
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang bisa saja marah. Marah adalah sesuatu yang manusiawi. Maka makna hadis Nabi SAW itu adalah menjauhi sebab-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang meng arah kepadanya.” Menurut ‘Al-Khaththabi, marah itu tidaklah terlarang, karena itu adalah tabiat yang tak akan hilang dalam diri manusia.
Itulah sebabnya, ulama akhlak paling populer sekarang ini menguraikan hasilnya kajiannya tentang pengendalian atau managemen marah yang beliau sebab sebagai Adab-Adab marah, sebagaimana yang tersebut dalam kitab “Mausuu’atulul Aadaabil Islamiyah”, katanya bahwa seorang Muslim harus memperhatikan adab-adab yang berkaitan dengan marah, agar ia tidak terpancing. Berikut adab-adab yang perlu diperhatikan terkait marah.
Pertama, jangan marah, kecuali karena Allah SWT. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan amal. Misalnya, marah ketika menyaksikan perbuatan haram merajalela. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah.
“Seorang Muslim hendaknya menjauhi kemarahan karena urusan dunia yang tak mendatangkan pahala, Rasulullah saw, kata dia, tak pernah marah karena dirinya, tapi marah karena Allah SWT. Nabi saw pun tak pernah dendam, kecuali karena Allah swt. Kita wajib mengikuti sifat ini, karena firman Allah SWT: Sungguh pada diri Rasulullah itu adalah tauladan yang paling utama bagi orang orang yang mengharahkan keredhaan Allah dst…
Kedua, mengingat keagungan dan kekuasaan Allah SWT. “Ingatlah kekuasaan, perlindungan, keagungan, dan keperkasaan Sang Khalik ketika sedang marah,” ungkap kitab itu. Ketika kita mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan akan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Sesungguhnya, papar Syekh Sayyid Nada, itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun (sabar).
Ketiga, berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia. karena sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Ia mengingatkan, kemarahan kerap berujung dengan pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan bisa pula memutuskan silaturahmi.
Keempat, menahan dan meredam amarah jika telah muncul. Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya yang telah muncul. Allah SWT berfirman, “ . dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).
Menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bahri, ketika kemarahan tengah memuncak, hendaknya segera menahan dan meredamnya untuk tindakan keji. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.” (HR Ahmad).
Kelima, berlindung kepada Allah ketika marah. Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT, niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil)
Keenam, Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.
Ketujuh, mengubah posisi ketika marah. Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).
Kedelapan, berwudhu atau mandi. Marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf. “Maka dari itu, wudhu, mandi atau semisalnya, apalagi mengunakan air dingin dapat menghilangkan amarah serta gejolak darah,” tuturnya, Kesembilan, memeberi maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
Sesungguhnya Nabi SAW adalah orang yang paling lembut, santun, dan pemaaf kepada orang yang bersalah. “… dan ia tak membalas kejahatan dengan kejahatan, namun ia memaafkan dan memberikan kemaafan… “
Demikianlah antara lain tatacara mengurangi dan mengendalikan kemarahan, semoga ada manfaatnya bagi penanya dan juga bagi semua para pembaca yang mulia.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab

* Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA adalah Ketua Umum MPU Aceh

Sumber : aceh.tribunnews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.