Banda Aceh | Lintas Gayo – kalangan seniman Aceh menilai pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-6 yang diwacanakan digelar pada September 2013 mendatang, sebaiknya tidak dilaksanakan di Banda Aceh, karena even tersebut selain dapat membuka kawasan kantong budaya baru juga momentum hebat bagi daerah-daerah yang ada di Provinsi Aceh.
“Kita harap pemerintah Aceh dapat mengkaji ulang pelaksanaan PKA-6 2013 ke Kabupaten/Kota agar betul-betul menjadi pesta rakyat,” kata Salman Yoga S pada diskusi rutin Cek Mi, Kuta Alam, Banda Aceh, Kamis (14/2/2013).
Diskusi tersebut turut dihadiri seniman dan ahli bahasa Aceh Ayah Panton, tokoh Masyarakat Adat Zoelfadli Kaom, pendiri kawasan Budaya Paloh Dayah dan penulis novel Thayeb Lhoh Angen, seniman musikalisasi puisi Rahmad Sanjaya, Direktur Redelong Institut (RI) Fakhruddin, pengurus The Gayo Institute (TGI) dan juga sejumlah tokoh mahasiswa.
Dikatakan Salman, selama ini PKA hanya menjadi momentum Provinsi saja, sehingga dari segi even dan muatan acara, ekonomi, akulturasi ekspresi budaya-seni, parawisata cenderung stagnan dan tidak berkembang. Salah satu sebabnya adalah karena even tersebut selalu diadakan di ibukota povinsi.
Harusnya, lanjut Salman kegiatan lima tahunan ini dapat dilakukan secara bergilir disetiap Kabupaten/Kota, sama halnya even provinsi lainnya seperti Musabaqah Tilawatil Qur-an (MTQ), Pekan Olah Raga Daerah (Porda), Porseni, Perkemahan Pramuka dan lain-lainnya. “Dengan demikian puncak-puncak budaya yang sebenarnya akan muncul kepermukaan dengan sendirinya,” kata Salman Yoga S sambil menjabarkan teknis penentuan tuan rumah dapat berdasarkan prestasi komprehensip dari PKA sebelumnya.
“Kita harapkan perubahan ini terjadi, apalagi soal budaya yang notabene sebagai simbol kearipan lokal dan bagian dari keistimewaan Aceh yang hebat,” kata budayawan Aceh yang juga dosen Komunikasi IAIN Ar-Raniry tersebut.(Atia/red.04)
