Catatan Akhir Pekan a.ZaiZa
Aceh Tengah Bebas Korupsi. Mungkinkah? Inilah pertanyaan yang pertama muncul dalam benak saya, dan mungkin anda dan kita semua. Saat pertama sekali mendapat kabar bahwa Aceh Tengah melakukan deklarasi bebas korupsi dengan melakukan penandatanganan pakta integritas pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Penandatanganan ini langsung dilakukan para pejabat daerah mulai dari Bupati, Wakil Bupati, Sekda hingga 40 pejabat eselon II dan III di Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Aceh Tengah pada sore, Jumat (22/2/2013) di hadapan Menteri PAN dan RB Ir. H Azwar Abubakar.
Seremoni penandatanganan pakta integritas ini memang kelanjutan hal yang sama dilakukan Pemprov Aceh dibawah komando Gubernur dr Zaini Abdullah dan Wagub Muzakir Manaf bersama SKPA dan 23 bupati/walikota se Aceh di Banda Aceh dan juga disaksikan Men PAN dan BR.
Mengutip pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN dan RB) Azwar Abubakar, bahwa penandatanganpakta integritas ini untuk mencanangkan pembangunan Zona Intergitas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, sesuai dengan penguatan komitmen untuk mewujudkan Kuta Takengen Kabupaten Aceh Tengah menjadi Integrity of Areas in Aceh.
Menteri juga menyatakan Aceh Tengah harus menjadi salah satu pilar zona bebas korupsi di Aceh. Hal itu dimungkinkan karena Aceh Tengah berhasil mendapat Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Pengeloaan Keuangan Daerah selama empat tahun berturut-turut, sejak 2008 – 2011.
Hanya saja, kita sangat berharap. Penandatanganan pakta integritas tersebut muka hanya seremoni belaka. Sekedar memperlihatkan bahwa Pemkab Aceh Tengah dibawah kendali Ir Nasaruddin,MM untuk priode kedua kalinya yang kini didampingi Drs Khairul Asmara serius ingin membersihkan Aceh Tengah menjadi daerah bebas korupsi sebagai pencitraan belaka.
Pilkada sudah lewat, maka pencitraan itu sudah tak diperlukan lagi. Saat ini masanya untuk bekerja, bekerja dan terus bekerja membangun Aceh Tengah, demi terciptanya masyarakat yang sejahtera pada tataran paling rendah sekalipun. Targetnya angka kemiskinan di Aceh Tengah bisa turun secara drastis.
Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh tahun 2010, menyebutkan jumlah penduduk miskin Aceh Tengah akhir 2010 sekitar 19,93 persen. Angka ini di klaim menurun drastic dari angkat tahun 2006 persentasenya mencapai 38,19 persen dari jumlah sekitar 200 ribu jiwa.
Saya sengaja tidak meng-update lagi data itu, sebab, pasca 2010, yakni 2011 hingga 2012, saya yakin angka itu tidak jauh berubah, bisa menurun dan bisa juga meningkat sedikit. Karena memasuki 2011, para pemimpin di Aceh Tengah disibukan dengan menghadapi Pilkada Aceh 2012 dan pada tahun anggaran 2012, bisa dikatakan praktis upaya penurunan angka kemiskinan ini terabaikan, ditambah kisruh politik yang berkepanjangan hingga seorang bupati defenitifpun baru ada kurang dari sebulan belakangan ini.(baca: kita-masih-miskin-atau-kurang-peduli.html).
Berbagai pendapat pakar menyebutkan, bahwa antara korupsi dan kemiskinan itu merupakan satu pertalian yang memiliki benang merah. Sebab, kemiskinan itu terjadi salah satunya diakibatkan dana-dana rakyat di korup oleh pejabat-pejabat yang tak memiliki rasa kepedulian terhadap rakyatnya, yang penting dia (pejabat) kenyang, soal rakyat lapar itu memang deritanya (rakyat).
Jadi, satu ukuran berhasil atau tidaknya dari pakta integritas, Aceh Tengah bebas korupsi itu yakni turunnya angka kemiskinan. Ukuran lainnya yang bisa dilihat secara kasat mata, tanpa perlu keahlian khusus yakni laju derap pembangunan di daerah tersebut, disamping bisa juga dilihat dari kemampuan para aparatur pemerintahan di Aceh Tengah mulai dari level tertinggi hingga level terendah bekerja maksimal melayani masyarakatnya.
Hal ini memiliki kolerasi dengan semangat pakta integritas untuk menciptakan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Keiklasan dan kelonggaran waktu para aparatur pemerintahan akan sangat di uji disini. Contoh kecil yakni kemampuan aparatur pemerintahan dalam memaksimalkan jam kerja.
Jika aparatur dalam hal ini PNS Aceh Tengah secara umum tidak bisa memaksimalkan waktu, sama saja telah melanggar pakta integritas. Dimana para PNS tersebut telah melakukan korupsi waktu. Korupsi waktu dan korupsi dana pembangunan, imbasnya sama saja, yakni menyengsarakan rakyat atau masyarakat Aceh Tengah.
Untuk itu, kiranya perlu ada aturan tegas yang berkelanjutan berupa peraturan bupati (perbub) menyangkut soal sanksi. Sebab, tanpa sanksi tegas sebuah pakta integritas bisa hanya menjadi cacatan diatas kertas saja.
Jika Bupati tak mau direpotkan dengan rumusan sanksi, bisa dilihat pakta integritas yang dibuat Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, dimana salah satu klausulnya yakni berhenti dari pengurus partai jika terlibat korupsi atau tersanga. Kata lainnya, memecat diri sendiri atau bagi kalangan pejabat luar negeri seperti Jepang, akan mengundurkan diri jika tidak mampu, apalagi ketahuan korupsi.
Setelah mundur, atau memecat diri, proses hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun yang terlibat harus sampai ke meja hijau guna mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada atasan, masyarakat dan kepada Allah SWT yang paling utama, karena telah melakukan perbuatan yang tidak bermoral. Perlu saya tekanakan, korupsi sama saja dengan perbuatan a moral, layaknya perbuatan a susila.
Tanpa saksi tegas dan terukur, sebuah pakta integritas sama saja dengan persekongkolan jahat. Sebab hanya sebatas tandatangan belaka. Persekongkolan jahat dalam bentuk pakta integritas sama saja “persetubuhan” antara kepentingan dan niat baik yang sulit diukur dan diraba, namun efek sampingnya terasa ada.
Terakhir, saya mengajak semua lapisan masyarakat untuk sama-sama mengawasi derab laju dan semua gerak yang dilakukan Pemkab Aceh Tengah. Demi terujudnya pemerintahan yang bersih bebas korupsi.
Masyarakat adalah pengawas dalam setiap kebijakan pemerintah, karena hak-hak masyarakat ada di setiap kebijakan tersebut. Membiarkan penyimpangan dan penyelewengan serta korupsi yang dilakukan aparatur pemerintah, sama saja kitapun terlibat dalam persekongkolan jahat itu.
Dalam melakukan pengawasan tentunya, harus dilandasi tanpa ada preseden buruk dan rasa tendensius apalagi sentiment pribadi tentunya. Karena, jika dilandasi hal-hal tersebut, bisa-bisa jatuhnya benci roman. Jika sudah benci roman, apapun yang dilakukan pemerintah tetap saja salah dan tidak pernah benar dimata orang yang melihatnya.
Mari kita awasi bersama. Dan selamat bekerja kepada Bupati Nasaruddin, semoga lima tahun kedua ini, Aceh Tengah bisa lebih baik dari masa sebelumnya baik pembangunan, kesejahteraan masyarakat maupun pemerintahannya.(aman.zaiza[at]yahoo.com)
Bugemi…..moga-moga…..