Catatan Jauhari Samalanga*
Saya pikir orang Gayo tidak ada yang tidak mengenal Ramlah. Dialah penyanyi “Gayo” konsisten yang saya kenal. Seorang penyanyi perempuan Gayo berkarakter hebat. Lagu-lagunya—setiap dia senandungkan yang terbayang adalah hutan dan lembah dengan lekuk jalan di pegunungan Gayo.
Ramlah bagi saya adalah sosok fenomenal yang ada di Gayo . Kalau kita melirik ke JawaTengah barangkalai sosok Ramlah sama dengan Waljinah, penembang Jawa yang punya semangat Jawa luar biasa. Begitulah Ramlah, semangatnya luar biasa, hidup untuk bernyanyi dan terus bernyanyi untuk Gayo.
Andai Ramlah hidup di india saya cukup yakin komposer India AR Rahman akan memilihnya sebagai penyanyi berkarakter dunia, karena berciri dan memiliki suara dengan kekuatan “alam” sejuk yang kuat. AR Rahman, termasuk salah satu komposer yang berhasil menempatkan begitu banyak penyanyi india di komposisi yang hebat. Tanpa peduli pada usia. Termasuk mengumpulkan kembali seluruh seniman tua yang dimiliki India untuk bersenandung semangat “India Freedom”. Salut padanya.
Ramlah dan AR Rahman hanya berbeda nasip dan tempat lahir saja, begitu pula perbedaan nasib yang mencolok dengan penembang Jawa Waljinah. Kalaulah Ramlah betul-betul di apresiasi seperti halnya Waljinah, tentu Ramlah lebih memiliki ruang dan jaminan kesejahteraan dengan layak, hanya kebetulan saja dia berada diantara ratusan seniman senasib di daerah bernama “Gayo”, dibawah naungan Provinsi bernama “Aceh”, berpayung “Republik Indonesia”.
Saya mengenal Ramlah sebagai sosok perempuan yang mampu membikin orang Gayo menangis dan tertawa. Lewat lagu dia sampaikan simbol itu. Dengan khas suaranya dia lantunkan berbagai kerinduan Gayo yang ada. Tampaknya memang tidak malu-malu, karena dia bernyanyi. Hanya, seperti kata Ramlah suatu ketika, dia baru malu kalau berada di depan umum, di depan masyarakat Gayo ketika sedang tidak bernyanyi. Alasannya sederhana saja, pandangan orang pada dirinya terlalu “naïf”, tapi dia tak peduli kalau sedang berdidong atau bernyanyi.
Saya kemudian hanyalah seorang yang salut pada Ramlah. Terpana pada suara dan konsistensinya. Lagu yang paling saya kagumi miliknya adalah “Silih Nara” dan “Rempate”, tapi yang kemudian membuat saya sulit berkesah ada pada lagu “Atu Timang”, disini dia mengambarkan sebuah penantian, antara rindu dan berbagai rasa dirinya sebagai perempuan menunggu dalam rimba Gayo yang jarak. Luar Biasa Ramlah. Hormat saya.
Dan hingga sekarang, saya baru tersadar apabila hanya ada dua sosok saja di dunia ini yang paling saya kagumi, yakni Ramlah dan AR Rahman, selebihnya sebatas suka saja. Ada beberapa karakter yang mungkin sama dengan Ramlah dan AR Rahman, kalau di Malaysia ada M Nasir, seorang seniman yang kuat dengan melayu etnis, bisa juga Carlos Sentana yang melatinkan segala jenis musik yang dia mainkan sebagai gitaris.
Namun sebagai “Gayo”saya cukup menyadari apabila Ramlah tetap menjadi kajian saya dalam hal musik danlagu etnis, karena saya cukup sadar, sebagai orang yang punya korelasi kuat dengan seni “Aceh”, tidak menemukan sosok unik bak Ramlah. Jadi sebagai penghargaan saya kepada “ibu” yang pernah tinggal bersebelahan dengan rumah saya semasa kecil di belang Kolaq 1, tetap menjaga pengakuan bahwa Ramlah adalah “Ibu Seni Gayo”.
*Pegiat Seni Budaya, tinggal di Banda Aceh