Oleh: Hera Riszki*
HARI Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April sebagai penghormatan atas wujud perjuangan kaum perempuan, simbol persamaan gender,dan emansipasi wanita. Perjuangan perempuan sekarang ini masih tetap berlangsung untuk keadilan dan kesetaraan. Perempuan tidak hanya berdiam diri dan berserah kepada keadaan, kini banyak perempuan yang pendidikan setara dengan pria dan banyak juga perempuan yang bekerja tidak hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi menjadi wanita karir.
Dengan adanya semangat emansipasi, semangat untuk bebas jadi diri sendiri, semangat untuk tetap balance dalam menjalani berbagai peran perempuan dalam kehidupan.
Banyak hal yang bisa diupayakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan yaitu dengan mewujudkan kesetaraan gender di segala bidang, meningkatkan akses informasi yang diterima kaum perempuan, dan melibatkan kaum perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
Peran perempuan Indonesia dalam konteks berbangsa dan bernegara, banyak mengalami pasang surut seiring dengan situasi dan perkembangan keadaan. Pada masa revolusi fisik maupun di awal-awal kemerdekaan, kaum perampuan di Indonesia mempunyai peran dan porsi yang cukup signifikan, baik dalam usaha meraih kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Bukti-bukti sejarah maupun cerita tantang sejarah (The tale of history) banyak bercerita bagaimana perjuangan dan keteguhan kaum perempuan Indonesia dalam membantu para pejuang untuk mengusir para penjajah. Mereka ada di posko-posko kesehatan maupun di dapur-dapur umum, untuk mendukung setiap pergerakan dari para pejuang kita. Mereka telah memberikan semangat dan inspirasi tersendiri para pejuang dalam usaha ikut aktif mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Dimasa reformasi seperti sekarang ini, kaum perempuan di Indonesia seolah-olah telah mendapatkan energi baru yang jauh lebih besar, dimana peran dan fungsi di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin terbuka lebar.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah memberi peluang dan kesempatan yang memadai bagi bakal calon anggota legislatif perempuan untuk turut berkecimpung dalam politik praktis. Kuota 30 persen keterwakilan perempuan yang diatur dalam UU itu dinilai berpihak pada upaya penguatan dan pemberdayaan perempuan.
Kaum perempuan di Indonesia, masih banyak mengalami hambatan-hambatan struktural maupun non struktural, sehingga mereka belum dapat berperan secara maksimal baik dalam konteks kehidupan rumah tangga maupun sebagai individu manusia yang mempunyai keinginan-keinginan logis, untuk berperan lebih aktif di masyarakat.
Hambatan struktural, pada dasarnya adalah hambatan yang memang diciptakan secara terstruktur, dimana peran kaum perempuan di-eleminir sedemikan rupa sehingga tidak dapat berkembang secara wajar. Fungsi dan peran perempuan yang selalu ditempatkan sebagai ibu rumah tangga yang selalu harus di dapur atau mengurusi masalah rumah tangga.
Hambatan non struktural pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh sikap dan cara pandang kaum perempuan itu sendiri yang menempatkan dirinya pada posisi lemah dan menerima apa adanya segala sesuatu sebagai sesuatu yang “given”. Paradigma sosial kultural yang berkembang di masyarakat kita, yang cenderung menempatkan kaum perempuan pada posisi nomor dua setelah kaum laki-laki.
Hari kartini tidak hanya saja sebatas untuk diperingati saja, akan tetapi diharapkan dijadikan sebagai momentum dan renungan untuk menjadikan perempuan Gayo untuk berbuat demi pembangunan daerah Gayo kedepannya yang lebih baik.(hera.riszki.hr[at]gmail.com)
*Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara