Catatan : Muhammad Syukri
Setiap peristiwa biasanya melahirkan pahlawan. Terkadang aksi heroik yang mereka lakukan jarang tercover oleh media. Mereka merupakan orang-orang kecil yang berprofesi sebagai operator alat berat. Aksi berani dan heroik mereka dalam membebaskan jalan dari longsor atau mengais tanah mencari jenazah yang tertimbun dianggap sebagai bagian tak penting dari sebuah peristiwa gempa.
Walaupun mereka telah berhari-hari mengais-ngais sisa reruntuhan Kampung Serempah Kecamatan Ketol Aceh Tengah untuk mengevakuasi mayat yang tertimbun disana, namun orang tidak mengetahui siapa dan dari mana mereka. Padahal, demi tugas mulia itu, si operator alat berat itu harus rela tidur dibawah tenda pengungsi sementara keluarganya yang juga mengalami trauma gempa terus menelepon, menanyakan kapan dia pulang.
Namun, pada saat jenazah ditemukan, yang diblow-up media adalah tim-tim lain yang mengangkat jenazah dari lokasi kejadian. Begitu pula saat jalan untuk evakuasi dan penyaluran bantuan berhasil dibuka, dikatakan orang sebagai hasil kerja kontraktor. Terkadang sejarah dituliskan orang bertolak belakang dengan fakta, sehingga salah satu pelaku sejarah yang sebenarnya luput dari pantauan dan pemberitaan. Mereka dibiarkan menjadi serpihan dan mozaik yang hilang, diterbangkan angin entah kemana.
Penulis ingin menceritakan aksi heroik mereka dalam menembus blokade longsor pasca gempa dahsyat 2 Juli 2013 pukul 14.37 WIB berkekuatan 6,2 SR di Kabupaten Aceh Tengah. Pembaca pasti ingin mengetahui, apa saja yang mereka lakukan setelah gempa dahsyat itu terjadi. Apakah mereka menghentikan aksinya ketika gelapnya malam tiba, atau ketika hentakan gempa susulan yang datang silih berganti?
“Kami jalan terus!” kata operator loader dari Dinas PU Aceh Tengah yang bernama Munadi (50). Setelah gempa dahsyat itu terjadi, masuk laporan bahwa pada Km 92 ruas jalan negara Bireuen-Takengon ditimpa longsoran tebing. Meskipun penanganan ruas jalan negara bukan tanggung jawab Dinas PU Aceh Tengah, Munadi yang didampingi putranya Ryan (20) mengambil inisiatif untuk membersihkan longsoran itu. “Supaya arus lalu-lintas lancar,” ungkap Munadi singkat.
Munadi yang didampingi Ryan sebagai asisten operator mencoba menerobos jalur evakuasi utama melalui Bukit Sama-Gelumpang Payung-Blang Mancung yang diinformasikan tertimbun longsor akibat hentakan gempa. Dia juga mendapat pesan singkat bahwa sejumlah anak-anak tertimpa reruntuhan bangunan masjid di Blang Mancung. Dia diminta segera meluncur ke tempat kejadian untuk mengevakuasi anak-anak tersebut.
Dia memacu loader berwarna kuning itu menerobos ruas jalan Bukit Sama-Gelumpang Payung-Blang Mancung yang penuh tumpukan material tanah dan batu. Sekitar pukul 16.00 WIB, dia berhasil masuk ke kawasan Blang Mancung yang saat itu sudah porak poranda. Disana-sini yang terdengar hanya jeritan histeris warga yang telah kehilangan rumah dan sanak keluarganya. “Bangunan rumah di Kecamatan Kute Panang dan Kecamatan Ketol hancur total,” imbuh Munadi.
Meskipun kesulitan mengevakuasi jenazah dengan alat berat loader, Munadi terus berupaya dengan sekuat tenaga. Alat loader tidak mampu membongkar bongkahan reruntuhan itu. Oleh karena itu, dari arah Takengon melalui Simpang Balik sedang meluncur beko yang dioperatori oleh Erwin (40). Beko alias excavator itu akan menggantikan tugas loader melakukan evakuasi jenazah di bawah reruntuhan bangunan masjid Blang Mancung tersebut.
Begitu excavator tiba dilokasi reruntuhan masjid, loader yang dioperatori oleh Munadi bergerak membersihan longsoran yang mengisolasi Kampung Bah dan Serempah. Jarak titik longsoran itu sekitar 5 Km dari reruntuhan masjid tersebut. Ketika awak loader Dinas PU Aceh Tengah itu sedang membersihkan longsoran itu, sekitar pukul 21.00 WIB, tiba-tiba bumi kembali bergerak. Mereka berpikir badan jalan itu runtuh.
Ditengah keheningan malam, mereka kembali melanjutkan pekerjaan badan jalan yang tertimpa longsor. Belum lagi pekerjaan itu selesai, sekitar pukul 23.00 WIB, bumi di kawasan itu kembali berguncang akibat hentakan gempa. Begitulah, ditengah gempa susulan yang datang bertubi-tubi, mereka tetap bekerja membersihlan longsoran agar warga dua desa itu tidak terisolir. Orang-orang disana menyebut operator loader ayah dan anak itu sebagai orang yang nekad.
Selesai membersihkan badan jalan yang menghubungkan Blang Mancung dengan Desa Bah, ayah dan anak itu terus menjalankan alat berat loader itu membersihkan longsoran dari badan jalan untuk memudahkan pasokan bantuan. Warga tidak pernah tahu bahwa ayah anak itu bekerja full time selama dua hari ditengah suasana malam yang sangat mencekam itu.
Dalam kondisi ketakutan akan datangnya gempa susulan dan kemungkinan datangnya longsoran baru, rasanya jarang ditemukan operator alat berat seberani mereka. Namun, saat seperti itulah muncul orang-orang bermental patriot dan pemberani. “Warga yang lain barangkali dapat menyumbangkan bahan pangan, kalau kami hanya dapat menyumbangkan tenaga,” pungkas Munadi. (Sumber : Kompasiana)