Udara dingin menyelimuti kota yang dijeluki negeri di atas awan disuatu malam. Aku duduk disebuah café ternama di kota kecil yang berada di tengah Provinsi Aceh, yakni Kota Takengen.
Suasana café malam itu ramai dikunjungi oleh penikmat kopi Arabika Gayo, sembari memamfaatkan fasilitas wi-fi, pengunjung juga disuguhkan dengan alunan lagu nostalgia yang membuat suasana hati teringat ke masa silam.
Sebuah lagu yang yang mengalun mengingatkan aku pada masa lalu, karena lagu tersebut pernah hits pada era tahun 80-an, namun aku lupa judulnya.
Satu-persatu tembang berganti, aku semakin larut, bahkan badanku ikut bergoyang mengikuti irama musik nostalgia yang mampu menghipnotis mengenang masa lalu itu.
Kosentrasi Tiba-tiba pecah, nada panggil telefon genggamku berbunyi, nomor itu tidak tersimpan dalam memory HP-ku, namun aku menerima panggilan tersebut. Dengan mengucapkan Salam.
“ Hallo Assalamu Alaikum, apakah bapak sehat”? Suara wanita yang tidak kukenal itu menyapaku, Alhamdulillah sehat, ungkapku singkat. Lalu aku bertanya “ Ini dengan siapa ”?. Kemudian suara itu coba merubah vokalnya dengan suara yang agak dikecilkan, menyapa ku “Apakah bapak sehat”?. Ini siapa, kembali aku bertanya. Namun, pertanyaanku tidak digubris. Serta merta HP kumatikan, “Ini pasti orang iseng” dalam hatiku bertanya.
Beberapa saat kemudian, nomor tanpa nama itu memanggilku kembali, bahkan berulang kali namun aku tidak menggubrisnya.
Tiba-tiba, aku dikagetkan oleh pasangan suami istri (pasutri), “Satu kosong” ungkap mereka serentak, ternyata mereka yang ngerjai aku. Aku terkejut dan mereka pasutri tersebut tertawa.
Aku sedikit gugup, karena pasutri ini tak lain dan tak bukan Hengky Purnomo dan Nisa yang pernah aku tulis kisah mereka dibeberapa media online di kota kecil ini.
Hengky langsung duduk disampingku, dan berkata “ mana tulisan itu? aku mau baca” ungakap Hengky. Sebelum membaca ia memesan kopi Arabika Gayo yang menjadi kesukaan pria yang pernah tergantung sabu-sabu itu.
Dia membaca dengan serius tulisan yang aku kirim ke redaksi SLA. Setelah selesai membaca Hengky terlihat tertawa dan sedikit memberikan pujian kepadaku. “Luar biasa” kata Hengky ,“ padahal sebagian cerita itu sudah satu tahun yang lalu namun kamu masih ingat ” ungkapnya.
“ Kamu juga harus baca ini ” ungkap Hengky, menyuruh Nisa membaca tulisan itu. Aku sedikit khawatir, perempuan yang dijuluki sebagai “ Bukan perempuan Biasa ” ini apakah marah besar kepadaku, karena tulisan yang kubuat tentang mereka, kubuat hanya melibatkan pengakuan Hengky Purnomo sebagai sumber tanpa konfirmasi kepada Nisa.
”Tidak masalah pikirku dalam hati”, aku tidak menyebut nama asli mereka dalam tulisanku. Nama Hengky Purnomo dan Nisa adalah nama samaran.
Nisa, fokus membaca tulisan itu. Awalnya Nisa tidak mengetahui bahwa tulisan tersebut adalah cerita mereka ( Hengky dan Nisa) yang pernah diceritakan Hengky kepadaku.
Mengetahui tulisan yang aku buat adalah bersumber dari Hengky Purnomo, ia mengkritik tulisanku. “ Kalau yang ditulis ini melibatkan saya, maka saya menilai “ Bukan sesederhana itu ceritanya ” kataq Nisa. Singkat.
Aku maklumi dan menerima keritikan dari Nisa, karena aku juga sadar, sangat tidak mungkin kisah mereka yang mungkin saja berliku-liku, hanya tertulis dua halaman saja.
“ Lantas menurut Nisa bagai mana kalau bukan, sesederhana itu ”? Ungkapku memasang “Perangkap”, agar Nisa mau menceritakan perjuanganya menghadapi laki-laki yang keras kepala seperti Hengky Purnomo.
“Apakah yang diceritakan Hengky bohong”? Aku kembali bertnaya dengan pertanyaan yang sedikit mempergunakan “Jurus Jurnalis” yang pernah aku pelajari dari seniorku dulu.
“Bukan….”, ceritanya sudah benar, namun bukan sesederhana itu” ungkap Nisa. Lantas bagai mana? Lagi-lagi kupergunakan “Jurus “ 5W+1H. Jurus ini sering dipergunakan “kuli tinta” untuk menggali informasi.
“Nanti. Lain kali aku akan ceritakan”. Tapi dengan catatan, tolong rahasiakan jati diri ku” harapnya, karena saya dia tidak ingin mencari sensasi yang sudah berhasil melepaskan suami saya dari narkoba. Mungkin dengan cerita kisah ini yang dibaca orang bisa dijadikan pembelajaran bagaimana sulitnya melepaskan diri dari ketergantungan narkoba.
“ cukup suami ku yang merasakan, bagai mana dia bertaruh nyawa gara-gara serbuk jahanam itu”. Ia menambahkan, merehabilitasi rumah yang sudah hancur lebih mudah ketimbang merehabilitasi seseorang yang terjebak narkoba karena kemungkinan besar pecandu akan kembali “kedunianya lagi”.
Pengorbanan dan perjuangan keras Nisa menghentikan Hengky sebagai pecandu Narkoba pasti tidak segampang yang membalikan telapak tangan. Hal ini pasti butuh waktu dan butuh kesabaran. Lain lagi disaat orang lain dan Erni (Istri Hengky pertama- baca “bukan perempuan biasa”) dengan meminta cerai dari Hengky Purnomo.
Karena hari sudah larut malam Nisa tidak bisa menceritakan dalam suasana café yang ramai dikunjungi malam itu, amun Nisa berjanji akan menceritakan perjuanganya berhadapan dengan mantan pecandu narkoba.
Malam sudah mulai larut, kamipun berpisah. Udara dingin semakin menusuk tulang. Bagaimana perjuangan Nisa menghentikan Hengky sebagai pecandu Narkoba? Nantikan pengulasan cerita bukan perempuan biasa jilid 3. Basaruddin Gayo