Lintas Gayo – Isu yang berkembang dari kasus dr Ayu juga menyoal kompetensi dokter spesialis kandungan bernama lengkap Dewa Ayu Sasiary Prawani (38) ini saat melakukan tindakan bedah caesar. Meski belum menjadi dokter spesialis kandungan saat melakukan operasi bedah caesar pada 2010, dr Ayu sudah berkompeten melakukan tindakan tersebut. Saat tindak operasi berlangsung pada April 2010, dr Ayu menempati posisi chief resident.
Chief resident dalam dunia pendidikan kedokteran berarti yang bersangkutan mampu melakukan tindak operasi secara mandiri bergantung pada spesialisasi yang diambil.
“Dalam posisi tersebut, dr Ayu sudah memiliki surat izin praktik (SIP) namun masih untuk tingkat fakultas dan universitas. Seorang dokter tak mungkin melakukan operasi bila tidak memiliki SIP,” kata Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Muhammad Faqih saat dihubungi Kompas Health, Jumat (29/11/2013).
Posisi chief resident, jelas Daeng, hanya bisa diperoleh bila seorang calon dokter mampu melalui tiga tahap sebelumnya dalam pendidikan kedokteran. Posisi ini sekaligus mengindikasikan calon dokter tersebut akan lulus dalam waktu dekat dan berhak menyandang status sebagai spesialis.
Tiga tahap tersebut adalah melihat dan mengkaji, asistensi, dan pendampingan operasi. Tahap pertama biasa dilakukan mahasiswa tahun pertama spesialis selama 1-2 tahun.
Tahap berikutnya, yaitu sebagai asisten dan pendampingan operasi, dilakukan berdasarkan kemampuan calon dokter. Bila kemampuannya cukup, level ini bisa dilewati dalam 2-3 tahun. Namun, jika tidak, durasi tahap ini akan diperpanjang.
Selama melalui tahap asistensi dan pendampingan operasi, calon dokter akan dinilai oleh masing-masing fakultasnya. Hasil penilaian dikirim ke kolegium pendidikan yang ada di tiap perhimpunan kedokteran. Kolegium pendidikan tersebut beranggotakan ketua program studi (KPS) dari semua fakultas kedokteran yang ada di Indonesia.
“Kolegium inilah yang kemudian menentukan apakah seorang calon dokter bisa dinyatakan mandiri. Dari tahap ini bisa dilihat, tidak sembarang calon dokter bisa melakukan operasi. Ada tahap-tahap yang harus dilalui sebelum dinyatakan mandiri,” kata Daeng.
Hal senada dikatakan Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI HN Nazar. Pada level chief resident, kata Nazar, kewenangan lain dr Ayu adalah menangani proses persalinan biasa dan operasi tumor kandungan jinak.
“Dalam level tersebut dr Ayu hanya perlu menunggu ujian nasional, dan 90 persen bisa dikatakan mampu menyandang spesialis. Hal ini terbukti pada awal Januari 2011 dr Ayu sudah menyandang gelar spesialis,” ujar Nazar.
Lebih jauh, Nazar menjelaskan, posisi chief resident biasa mengisi posisi di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya sehingga seorang chief resident bisa bekerja di RSU maupun RSUD, yang memiliki jaringan dengan rumah sakit pendidikan.
Kasus dr Ayu rugikan dunia kesehatan Indonesia
Nazar mengatakan, kasus dr Ayu berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi dunia kesehatan Indonesia. Hal ini disebabkan mayoritas dokter chief resident mengisi rumah sakit terpencil di daerah pedalaman di seluruh Indonesia.
“Khusus untuk chief resident biasanya tiap perguruan tinggi punya 10 orang. Dengan 12 sentra pendidikan, maka kita memiliki 120 chief resident. Kalau semua chief resident ditarik karena kasus dr Ayu, lantas berapa yang kita punya di lapangan, terutama di daerah terpencil? Hal ini tentu merugikan dunia kesehatan Indonesia,” kata Nazar. (Kompas)
Berita Terkait:
Aksi Solidaritas Dokter di Takengon