Jakarta – Ditangkapnya Walang, pengemis dengan uang Rp 25 juta di dalam gerobaknya, seakan membuka tabir bagaimana kehidupan pengemis di Jakarta sebenarnya. Berkaca dari peristiwa tersebut, ada pula beragam pengalaman masyarakat yang dapat menjadikan alasan kita untuk tidak begitu saja memberi sedekah kepada para pengemis jalanan.
Adalah Sunaryo, melalui surat elektronik redaksi detikcom dia bercerita, pernah suatu ketika dia dan istrinya memberi sejumlah uang kepada seorang pengemis perempuan dengan usia berkisar 55 tahun. Perempuan berbadan gemuk itu mengiba kepada kedua istrinya untuk memberi sedekah sebagai bekal berobat.
“Karena kasihan kami kasih seratus ribu dan istri saya memberi enam puluh ribu rupiah,” kata Sunaryo, menambahkan bila pengemis dengan membawa toples dan berselendang sarung itu menolak untuk diantar ke kediamannya.
Namun, pengalamannya saat bersedekah itu tiba-tiba berbalik, ketika berada di minimarket di perempatan lampu merah Antapani, Bandung, dia melihat pengemis dengan ciri-ciri serupa dari yang pernah dia sedekahi itu tengah asyik berbincang melalui handphone.
“Saya liat hp-nya itu keren dari pada hp saya. Dalam hati ngemis aja gadget-nya keren banget. Bukan iri, tapi kita pikir mereka meminta belas kasihan orang itu dijadikan ladang usaha,” ujarnya.
Lain soal yang dialami Angelina. Warga Bekasi ini mulanya iba ketika melihat ada pengemis yang datang menghampirinya saat berada di toko kue. Namun, saat dirinya memberi sedikit kue yang diberinya, sang pengemis bukan berterima kasih.
“Pengemis tadi malah menggerutu enggak jelas. Keliatan banget kan kalo ngemisnya pura-pura bukan karena kelaparan. Dasar! Sejak saat itu saya lebih iba kalo ngelihat tukang sapu jalanan, mereka lebih mau berusaha,” kisahnya.
Muklis Bachtiar punya pengalaman lain. Secara tidak sengaja dia menguping pembicaraan antara pedagang HP dan seorang pengemis yang berada di kawasan sekitar flyover Kebayoran Lama. Muklis saat itu duduk di sebelah seorang pengemis yang tengah menghitung uang.
Tiba-tiba, seorang pemilik lapak dagangan bertanya penghasilan yang didapat si pengemis. “Cuma dapat cepek (100 ribu-red), lagi sepi hari ini,” kata Muklis menirukan ucapan pengemis tersebut kepada pedagang HP.
“Saya sempat berpikir kalau lagi sepi dapat Rp 100 ribu, barapa penghasilan si gepeng kalau lagi ramai?” pikir Muklis.
Sejak itu, dia memutuskan tidak akan memberi uang kepada gelandangan dan pengemis di perempatan lampu merah dan lokasi lainnya. “Jaman sekarang rasa kasihan seseorang banyak dimanfaatkan orang yang ingin mendapatkan uang dengan mudah tanpa harus bekerja,” kata Muklis. (Detik)
Anda punya pengelaman dengan pengemis?