Di Samarkilang, Balar Temukan Gerabah

Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)
Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)

Redelong | Lintas Gayo—Balai Arkeologi Medan , kembali menemukan jejak manusia prasejarah di Samarkilang Kecamatan Syiah Utama, Bener Meriah. Temuan di salah satu gua tersebut antara lain, pecahan gerabah, siput (ketor-gayo,Red)  dan alat batu.

“Temuan ini belum bisa menyimpulkan bahwa kawasan Samarkilang pernah menjadi jalur migrasi di gayo. Karena temuan ini masih sedikit dari ekskavasi yang dilakukan. Perlu penelitian mendalam”, sebut Taufik, ketua tim penelitian Balar, Senin (23/12/2013).

Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)
Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)

Menurut Taufik, penelitian di Samarkilang tergolong sulit karena para peneliti harus melewati jalur jalan yang dipenuhi lumpur dengan waktu tempuh sekitar 9 jam. Samarkilang diteliti setelah Balar Medan melakukan penelitian rutin sejak tahun 2009 di Aceh Tengah.

“Balar Medan coba mencari jalur migrasi budaya ras Australomelanasoid di Bener Meriah, seperti yang ditemukan di Takengen”, sebut Taufik. Lebihlanjut dijelaskan, “Ada tiga lokasi yang telah diteliti dalam ekspedisi kali ini.Seperti, gua Jamur Atu Wih Pakang, Loyang Keri dan Ceruk Pepalang.Temuannya berupa gerabah, siput dan alat batu dari sisa zaman neolitik yang berusia sekitar 3.000 tahun lalu,” kata Taufik.

Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)
Temuan Balar di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah serta foto Loyang Mendale (Foto:Win RB)

Temuan di Samarkilang belum bisa dikaitkan dengan  hasil penelitian di Loyang Mendale dan Ujung Karang. Hal didasarkan prediksi usia temuan  di daerah  Bener Meriah jauh lebih  muda dibanding ekskavasi sebelumnya di Aceh Tengah.

Menariknya, temuan Balar di Samarkilang corak hiasan pada gerabah  yang ditemukan di Bener Meriah polan garisnya dinilai sangat rapi. Hal Ini menggambarkan  tehnologi  manusia pada waktu itu sudah cukup maju.

Sementara, pecahan gerabah di Mendale dan Ujung Karang polanya tidak beraturan dan berasal dari zaman jauh lebih tua. Sementara itu,  Ketut Wiradnyana, pembimbing  penelitian dari Balar  Medan, menyebutkan, dilakukannya survei jalur migrasi di Bener Meriah lantaran sebelumnya telah ditemukan budaya gunung (timbunan) kerang di Loyang Mendale.

Temuan tersebut memiliki kemiripan dengan bukit kerang yang pernah diteliti di Aceh Tamiang.“Di  Tamiang pernah ditemukan benda arkeologis jauh lebih tua berusia 12.500 tahun lalu. Namun dari segi budaya berupa adanya bukit kerang yang  memiliki kemiripan dengan  budaya ras Australomelanasoid di Aceh Tengah.

Hal ini   menjadi dasar dugaan kami, bahwa  migrasi manusia prasejarah  pernah melalui daratan Bener Meriah sepanjang DAS disana,” sebutnya. Temuan ini, belum bisa menyimpulkan  hipotisis tentang bagaimana jalur migrasi budaya hoabin pada masa lalu di Bener Meriah.

Sejak tahun 2009, Balar Medan sudah melakukan rangkaian penelitian di Aceh Tengah yang dikhususkan di Loyang Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan. Berbagai temuan diungkapkan Balar yang diekspos di berbagai media di gayo dan nasional serta televisi swasta nasional.

Temuan tersebut antara lain mengungkapkan bahwa gayo sudah dihuni sejak 7525 tahun lalu. Bahkan hasil tes DNA yang dilakukan Balar Medan,kata Ketut ,  percampuran atau asimilasi di gayo lebih sedikit dibandingkan daerah Pesisir Aceh.

“Hasil tes DNA membuktikan itu. Bahkan DNA  kerangka manusia pra sejarah di Loyang Mendale dan Ujung Karang, sama dengan DNA pemilik kedua Loyang tersebut yang masih hidup hingga kini”, papar Ketut.

Dijelaskan Ketut, berbagai hasil penelitian yang dilakukan Balar Medan di Dataran Tinggi Gayo , kini telah menjadi jurnal dan ekspos didalam arkeologi Internasional. “Banyak peneliti asing dari berbagai dunia yang ingin melakukan penelitian di gayo. Namun selama peneliti arkeologi kita masih mampu, kenapa harus melibatkan mereka”, imbuh Ketut.

Temuan arkeologi di Gayo, kini banyak dibahas diberbagai kajian dan seminar ilmiah di Sumatera Utara dan nasional. Pun begitu, di tingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penelitian prasejarah di gayo ini belum dilirik bahkan diteliti oleh pihak provinsi Aceh. Padahal Aceh Tengah dan Bener Meriahmerupakan dua kabupaten di tengah –tengah Aceh. (Win.RB/lintas Gayo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.