Panjangkan kembali| Lintasgayo.com – Ada hal luar biasa di Dataran Tinggi Gayo. Gayo punya sejarah yang besar. “Sayangnya, hanya segelintir orang saja yang peduli dengan kebesaran sejarah Gayo. Batu berukir yang ada di Umang Isaq sudah lama diekspos, tetapi tanggapan dari pemangku kebijakan sangat kurang. Apakah ini kurang menarik. Saya sebagai rakyat sipil, melihat ini sangat menarik,” kata Ir. Win Ruhdi Bathin, Owner WRB Coffee/Pemerhati Sejarah, narasumber Bincang Sejarah “Menguak Keberadaan Batu Berukir di Gayo” Pusat Kajian Kebudayaan Gayo yang digelar secara berani melalui Zoom Meeting, Sabtu malam (25/6/2022).
Tahun 2012, aku Win Ruhdi Bathin, Arkeolog dari Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Rita Margaretha Setyaningsih dan Lucas Partanda Koestoro sempat ke Umang Isaq, meneliti batu berukir tersebut. Bahkan, sambungnya, sudah menuliskannya dalam buku “Aceh dalam Perspektif Sejarah dan Arkelogi.” “Dalam buku tersebut, disebutkan, Batu Berukir Umang Isaq berasal dari abad 9-10 masehi. Umang Isaq terlebih dahulu, baru ke abad berikutnya, ke Linge (abad ke-19). Prasejarahnya di Mendale, baru ke Umang Isaq Batu Berukir, dan terakhir ke Linge. Dari hasil penelitian Arkeolog tadi, juga disebutkan bahwa Linge berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Lingga. Sementara, Mendale berasal dari kata Mandala,” beber Win Ruhdi Bathin.
Disebutkannya, hasil amatan awal sebelum menginformasikannya ke arkeolog dari Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang melakukan penelitian arkeologi selama 10 tahun di Gayo di bawah pimpinan Dr. Ketut Wiradnyana, M.Si., dirinya bersama Zulkifli dan Fauzi Ramadhan hanya menemukan beberapa batu berukir di Umang Isaq.
“Baru-baru ini, kami ke Umang Isaq lagi dan menemukan ada 14 batu berukir. Tapi, tulisannya masih tertutup lumut. Ada tulisan Yantra, Sura, dll. Berasal dari kebudayaan Hindu-Budha. Ada pengakuan dari warga, ada juga batu bersusun rapi, agak jauh dari kampung Umang Isaq,” tuturnya.
Narasumber lainnya, Zulkifli yang merupakan pegiat olah raga di Aceh Tengah dan pemerhati sejarah Gayo, menyebutkan, dirinya sudah mendengar cerita Atu Belah sejak anak-anak. “Waktu itu, saya tidak tahu keterkaitan antara Atu Belah di Penarun dan Atu Berukir di Umang Isaq. Ternyata, berada di dua tempat yang berbeda. Saat masih kerja di IOM dan berada di Penarun, sempat mendengar tentang Batu Berukir. Setelahnya, bersama Bang Win Ruhdi Bathin dan Fauzi Ramadhan ke Umang Isaq, melihat keberadaan batu berukir tadi,” sebut Zulkifli.
Zulkifli, berharap agar Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah dapat melakukan penelitian lanjutan terkait keberadaan Batu Berukir Umang Isaq. “Jika diperlukan mendampingi ke lapangan, bersama Ketua Pemuda Umang isaq, Surya, kami siap mendampingi. Masih banyak misteri di Umang Isaq dan Linge. Bisa jadi, ada juga candi di lokasi tersebut. Karenanya, perlu penelitian lebih lanjut,” katanya.
Bincang Sejarah “Menguak Keberadaan Batu Berukir di Gayo” merupakan kegiatan ke-18 Pusat Kajian Kebudayaan Gayo sejak 28 Maret 2022, dimoderatori Yusradi Usman al-Gayoni, dengan Master of Ceremony (MC) Wardah. Juga, diisi dengan pembacaan puisi oleh Nurul Aqila, siswi kelas VI SD Rantau Prapat, yang meraih juara 1 lomba baca Puisi Islami se-Kecamatan Rantau Prapat, Rantau Prapat, Sumatera Utara. (Ihfa)
Comments are closed.