Jakarta | Lintas Gayo – Kawasan Eksosistem Leuser adalah bentang alam tropis yang tak ada penggantinya di Dunia, hampir sebagian besar flora dan fauna dunia berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser dengan bentangan unik yang dimilikinya dari high land (puncak gunung) hingga ke low land (pesisir pantai) sebagai satu kesatuan yang saling mendukung.
Keindahan alam dan kekayaan yang tak ternilai ini membutuhkan komitmen besar untuk menjaganya dari kemusnahan, masih banyak misteri-misteri khasiat yang terkandung di dalam racikan flora dan segunung fungsi dari fauna liar sebagai sebuah mata rantai makanan (kehidupan) sehingga ras manusia masih terjaga kemurniannya sampai dengan saat ini.
Aceh memiliki mutiara hijau yang tiada terkira nilainya, merupakan kepingan surga yang jatuh ke dunia yang selama ini telah menjaga manusia dengan melayani ketersediaan air, udara bersih, siklus hydrologi sehingga setiap musimnya selalu teratur dan terjaga sebut Efendi Isma juru bicara KPHA (Koalisi Peduli Hutan Aceh).
Pelayanan dari Kawasan Ekosistem Leuser adalah bentuk pengabdian kepada rakyat Aceh bahkan rakyat dunia yang tidak butuh balasan yang terlalu rumit, cukup dengan menjaga kawasannya saja maka bagi Kawasan Ekosistem Leuser itu sudah cukup.
Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh telah menghilangkan Kawasan Ekosistem Leuser, Rencana Tata Ruang Aceh telah mengancam hilangnya warisan dunia (world heritage) yang tidak ada duanya. Laporan Pansus Paripurna RTRW Aceh telah membacakan pidatonya di gedung dewan terhormat dan hilangnya substansi Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh lanjut Efendi Isma.
Ditengah bobroknya system pemerintahan Indonesia, di tengah jeleknya sifat para pemimpin pejabat Negara pengambil keputusan, kita tidak dapat lagi menutup mata terhadap rencana-rencana “rakus” pengusaha melalui tangan-tangan orang yang telah dipilih oleh rakyat dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Setiap keputusan yang keliru tentang Kawasan Ekosistem Leuser adalah memainkan kematian terhadap separuh rakyat Aceh dan merendahkan kebanggaan rakyat dunia terhadapworld heritage. Penghilangan nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh adalah KIAMAT ECOLOGY DUNIA teriak Efendi Isma seorang lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Banda Aceh.
Kawasan Ekosistem Leuser merupakan Amanat pasal 150 UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, merupakan Kawasan Strategis Nasional pada lembar lampiran dalam PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional maka KPHA bersama CSO Nasional dan Internasional menyerukan TOLAK dan REVISI Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh karena telah membahayakan kawasan warisan dunia, merendahkan masyarakat adat Aceh yang telah lama hidup dan menyusun kehidupan di hutan Kawasan Ekosistem Leuser yang telah dengan sadar pada 6 February 1934 telah berikrar di Tapak Tuan tentang Kawasan Ekosistem Leuser agar dijaga dan dilestarikan.
Selain itu Masyarakat adat Aceh yang direpresentasikan oleh kesatuan masyarakat hukum adat Mukim menuntut agar Qanun RTRWA mengakui, menghormati,melindungi, memenuhi dan menegakkan keberadaan Wilayah Kelola Mukim sebagai hak asal usul masyarakat hukum adat, baik berupa hutan, batang air, kuala, danau, laut, gunung, rawa, paya, pasar dan lain-lain berdasarkan ketentuan adat setempat.
Bencana alam juga bagian penting yang harus diperhatikan. Disamping itu ruang-ruang yang akan dikonversi menjadi pertambangan dan perkebunan dalam regulasi draft Pergub Pemanfaatan Budidaya KEL merupakan ancaman serius dalam penyelamatan ruang hutan bagi provinsi aceh, sehingga tidak ada pelemahan hukum terkait perlindungan kawasan.
Selanjutnya KPHA, CSO Nasional dan Internasional menyerukan kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan pembangunan yang hijau dengan bertumpu pada pertanian dan lahan produktif agar ketergantungan terhadap hutan (baca : kayu dan tambang) dapat teratasi dan jaminan keberlanjutan kehidupan semakin tinggi untuk generasi Aceh dan generasi dunia di masa depan. Selain itu meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh melakukan koreksi terhadap Qanun RTRWA dengan mengakomodir tata ruang Mukim/ ruang adat lainnya.RTRWA juga harus menjamin kedaulatan rakyat dalam akses ruang dan lahan untuk ekonomi kerakyatan yang mana pengawasan dan pemanfaatan ruang harus mendapatkan persetujuan masyarakat mukim dan Gampong selaku pemegang kedaulatan sumber daya alam Acehtutup Efendi Isma dalam pers realeasenya.(Pr)