Menanti Hujan Memadamkan Bara

Rakyat Aceh Tengah dan Bener Meriah kini sudah “merasakan turunnya embun”, mendinginkan bara yang masih berasap. Semua pihak yang bertikai dalam insiden medio Maret 2014 sudah menahan diri.

Namun, bila ditanya ke hati rakyat, mereka bukan hanya mengharapkan turunnya “embun” untuk mendinginkan bara, tetapi mengharapkan hadirnya hujan untuk memadamkan api.

Insiden yang terjadi bukan hanya merugikan harta benda dari kedua belah pihak, namun kerugian yang terbesar adalah hilangnya kedamaian, muncul kembali rasa takut. Trauma konflik Aceh yang sudah “ditinggalkan” kini tiba-tiba muncul.

Adrenalin naik, jantung masyarakat terpacu kuat, suasana yang mencekam dalam beberapa hari ini, merupakan kerugian yang besar. Hampir seluruh sisi aktifitas terganggu. Ada masyarakat yang sudah mulai takut ke kebun, atau beraktifitas lainnya.

Mahal sekali pengorbanan yang harus dibayar rakyat dari sebuah insiden, bila tidak diselesaikan secara bijak. Dampaknya bukan hanya di Gayo, namun di luar Gayo, khususnya putra-putri Gayo yang sedang menuntut ilmu, terbalut beragam perasaan.

Dimanapun bila terjadi gesekan antar kekuatan, sudah pasti ada korban. Bukan hanya harta benda, namun tekanan bathin yang mendalam. Rakyatlah yang paling susah bila benturan itu terjadi, pengalaman konflik Aceh yang berkepanjangan, sudah dirasakan rakyat.

Konflik yang sudah dikubur itu, jangan lagi menghadirkan konflik yang baru. Rakyat berdoa dan berharap agar negeri yang sudah damai dan tenang ini, jangan lagi terusik. Bara api yang muncul dari insiden ini, bukan hanya sekedar didinginkan oleh “embun”, namun rakyat mengharapkan turunnya hujan, agar asap itu tidak lagi memercikan api, bara itu benar-benar padam dengan datangnya hujan.

Bila semua pihak sayang dengan rakyat, pasti mereka akan “menghadirkan” hujan untuk memadamkan bara, bukan hanya “menurunkan” embun, mendinginkan sementara. Rakyat kecil tidak tahu apa-apa, mereka hanya berpikir bagaimana mengisi lambung anak-anaknya, bisa menghidupi keluarga. Doa mereka lirih, diiringi linangan air mata. (Redaksi LG)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments