Oleh: Ghazali Abbas Adan*
Ada dua hal yang harus dipisahkan dari kasus Nurdin cs itu, ialah hak berbicara sebagai warga negara mengartikukasikan aspirasi, dan senjata ilegal.
Untuk penyampaian aspirasi saya melihatnya manusiawi dan normatif belaka. De jure dan de facto dan pengakuan internasional Aceh merupakan bagian NKRI, yakni negara yang menganut paham demokrasi, di mana di antara prinsip demokrasi adalah kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat dan mengartikulasikan aspirasi dalam koridor konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Untuk aspek ini menurut pengamatan saya aspirasi yang disuarakan Nurfin cs itu tidak ada yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi Indonesia. Dalam konteks ini menurut saya, pemerintah Aceh sebagai institusi yang menjadi sasaran pengaduan aspirasi itu dengan cerdas, aspiratif, komunikatif dan argumentatif harus merespons aspirasi rakyatnya itu, terlepas apakah mantan kombatan atau bukan. Karena menurut pemahaman saya saat ini, setelah MoU Helsinki dan lahirnya UUPA tidak ada lagi label-label khusus di antara warga negara.
Pemerintah harus menempatkan rakyat dalam status dan posisi yang sama sebagai sesama warga negara dengan pelayanan yang sama dalam upaya memberi keadilan dan kesejahteraan kepada meraka.
Akan hal berkaitan dengan pemilikan senjata ilegal di sisi lain, ini jelas merupakan pelanggaran, dan aparat berwenang yang membidangi kasus ini harus menertibkannya. Saya mendukungnya sekaligus saran saya agar dilakukan secara persuasif. Tentu tolok ukur persuasif itu saya serahkan kepada aparat yang menanganinya. Namun demikian, dengan bahasa yang lebih tegas saya nyatakan, bahwa saya sangat anti kekerasan, apalagi sampai menumpah darah manusia. Ini adalah karakter saya sejak dahulu dan sampai kapanpun saya tetap konsisten dengan karakter demikian, yakni anti kekerasan dan pertumpahan darah.
Dalam proses pilkada 2012 dan pemilu legislatif lalu ada gerombolan fasis jahiliyah di Aceh yang dengan pongah mempertontonkan kekerasan, menumpah darah, bahkan menghilangkan nyawa manusia. Dengan bahasa yang tegas saya mengutuk tindakan jahiliyah barbar itu.
Saya sangat mengharapkan kiranya ke depan Aceh benar-benar darussalam, yakni bumi Allah yang aman, damai, toleran, tidak ada kezhaliman dan kebencian, tidak ada keangkuhan, kekerasan dan pertumpahan darah antara antara sesama manusia. Wassalam
*Senator Indonesia/anggota DPD-RI dari Aceh