Setiap insan cinta damai sebagai wujud Islam rahmatan lil’alamin di Aceh harus memberi apresiasi dan mendukung pernyataan Gubernur, pihak keamanan di Aceh siap untuk memerangi perusak damai. Beliau secara khusus menyebutkan contoh perusak keamanan itu seperti pembunuh dua anggota Kodim Aceh Utara di kawasan Nisam Antara, maupun pengedar narkoba yang menembak mati anggota Sabhara Polres Pidie, di Tangse (Serambi, 7 April 2015).
Sejatinya apapun aksi yang dilakukan yang menyebabkan hilangnya nyawa hamba Allah itu adalah wujud nyata dan buah dari tindak kekerasan dan brutalitas. Dengan fakta ini betapa tindak kekerasan dan brutalitas itu adalah peurasak damai yang harus diperangi.
Memang selama ini tindak kekerasan dan brutalitas dalam berbagai wujudnya tidak pernah sepi di Aceh, baik ketika memburu uang untuk sekedar menunjang kehidupan sehari-hari meupun dalam upaya menumpuk kekayaan demi persiapan untuk keturunan yang berikutnya. Dalam melakukan aksinya membentak, memaki, meneror, mengancam pimpro, merusak kantor dan sebagainya. Modus-modus terakhir adalah melakukan penculikan.
Di sisi lain yang sangat rutin terjadi adalah dalam proses ingar bingar dan hiruk pikuk event politik, apakah yang namanya pemilukada maupun pemilu legislatif, wabil khusus di pantai timur Aceh, sehingga benar belaka pernyataan pengamat politik, bahwa beberapa kali event politik pasca penandatangan MoU Helsinki di Aceh berlangsung tidak demokratis, hal ini disebabkan ulah gerombolan fasis jahiliyah yang mempertonton aksi kekerasan dan brutalitas, bahkan setiap event politik itu selain melakukan pengrusakan alat-alat peraga kontestan, juga intimidasi dan teror terhadap pemilih, bahkan terjadi pembunuhan. Saya menamakan gerombolan fasis jahilyah karena memang untuk memenuhi syahwatnya mempertontonkan kekerasan dan brutalitas, tidak memiliki rasa belaskasihan, tuna akhlak, tidak memahami dan melaksanakan syari’at Islam rahmatan lil’alamin.
Senafas dengan pernyataan Gubernur tersebut, niscaya masyarakat dapat menikmati kehidupan yang aman dan damai, betapa tindakan demikian juga jelas-jelas perusak perdamaian, maka sejatinya pula gerombolan fasis jahiliyah beserta aktor-aktornya inipun harus diperangi, dengan demikian dalam segala ruang dan waktu Aceh benar-benar menjadi darussalam, laa makruuha walaa zhulma (negeri yang aman dan damai, tidak ada kebencian dan kezhaliman) bagi semua penghuninya, apapun etnis, dan agamanya, insya Allah. Nahsrumminallahi wafathun qariib. Wassalam
Ghazali Abbas Adan
Wakil Ketua Komite IV DPD RI