(bagian Akhir dari dua tulisan)
Drs. Jamhuri, MA
C. Nomang dan Mulamut
Pembagian tugas seperti ini biasa berlaku sampai siang hari, setelah itu si laki-laki yang menjaga kerbau sampai sore hari dan perempuan mencabut bibit padi dari tempat penyemaian (mujergut), untuk selanjunya di tanam pada tanah yang telah dibajak dan diratakan. Pekerjaan dan pembagian tugas seperti ini berlangsung selama masa membajak dan menanam padi (munomang).
Masa membajak dan menanam padi selesai, kaum bapak untuk masa ini digunakam mengantar kerbau ke Kandang, perjalanan menuju kandang pengembalaan kerbau berdasarkan pengalaman pada tahun 1970 s/d 1980 an dengan lama tempung sekitar 12 s/d 13 jam berjalan kaki. Mereka yang mengantar kerbau biasa menghabiskan waktu sampai satu minggu dengan bermacam-macam kegiatan diataranya berburu, memancing ikan di air deras sambil juga memperbaiki kandang kerbau yang rusak karena dimakan usia.
Para ibu yang ditinggal di kampong saat inilah waktu untuk beristirahat sambil menunggu padi yang telah ditanam ditumbuhi rumput, lama masa istirahat ini biasanya dua bulan lebih kurang. Setelah menghabiskan waktu dua bulan rumput pada petak sawah yang ditanami padi tumbuh dan masih mudah untuk dicabut, dan itulah pekerjaan rutin bagi ibu-ibu setiap musim bersawah. Waktu yang digunakan untuk membersihkan rumput (mulamut) ini sangat berhubungan dengan luas dan banyaknya bibit padi yang ditanam. Untuk kaum bapak kegiatan pada saat ini adalah membersihkan patal (nebes patal) sawah yang juga sudah ditumbuhi rumput, alat yang digunakan biasanya adalah parang yang ujungnya tidak bengkok (parang betu) berbeda dengan parang untuk membersihkan kebun yang ujungnya bengkok (parang canong), ini dibedakan lagi dengan parang yang digunakan untuk alat ketika pergi melihat kerbau di kandang, berburu atau mencari ikan. Parangnya tidak bengkok tapi lurus juga tidak panjang seperti parang membersihkan sawah di sebut dengan parang (mermu) dan diberi sarung.
Kegunaan dari membersihkan patal dari reruputan yang tumbuh adalah untuk menghindarkan hama tikus, pada patal yang tidak bersih biasa tukus akan membuat rumah dan akan memakan batang padi. Sedang manfaat dari mencabut rumput yang tumbuh si sela-sela tanaman padi disamping untuk menghindarkan hama tikus adalah untuk membuat tanaman padi lebih cepat besar.
Terkadang masa sesudah menanam padi datang musim kemarau dimana pada saat ini sawah-sawah petani menjadi kering dan tanahnya menjadi retak, upaya untuk membersihkan rumput pada musim kering seperti ini tidak dapat kilakukan dengan tangan kosong tetapi harus dengan menggunakan cangkol kecil yang sengaja dibuat untuk membersihkan sawah, ukurannya pas untuk membersikan rumput pada sela-sela batang padi. Batang padi akan menjadi bagus kembali dengan datangnya hujan kendati tidak sebagus batang padi yang sesudah ditanam tidak langsung ketemu dengan kemarau.
Satu bulan dari masa pembersihan rumput padi jarang-jarang mulai nampak berbuah (seroh), yang lama kelamaan menjadi banyak dan merata. Ada juga padi yang tumbuh di tanah (petak sawah) yang terlalu subur, biasa petak sawah ini terletak pada tempat pembuangan sampah atau saluran air pembuangan (dewal), padi yang tumbuh terlalu subur (songong) buahnya baru keluar apabila daunnya dipotong. Padi yang songong dan kalau dunnya tidak dipotong akan menghasilkan buah yang kosong tidak ada isi (ampa).
Ketika padi secara merata telah berbuah dan sudah mulai berisi, petani mulai dengan kegiatan menjaga padi dari hama burung (miyo). Kegiatan ini dilakukan sejak dari pagi hari sampai pada sore hari secara rutin setiap hari, alat yang dibuat untuk mengusir burung ini oleh masyarakat bertani dibentang tali dengan memakai tiang, yang mengarah pada setiap sudut dan berpunca pada satu sudut di gubuk yang digunakan sebagai tempat berteduh. Pada setiap tali yang dibentang diikat kaleng yang berisi batu dan ketika ditarik menimbulkan suara bising, manfaat yang ditimbulkan dari suara ini ada dua, pada siang hari untuk mengusir burung dan pada malam hari untuk mengusir hama babi.
D. Munuling dan Mujik
Isi buah padi mulai mengeras tanda padi mulai menguning dan hampir tua, pada saat ini kebiasaan mereka yang bersawah akan memotong sedikit (2 s/d 3 kg) padinya, keguanaannya adalah untuk membuat makanan ringan yang disebut dengan gegaluh. Pembuatan gegaluh ini sangat simpel dan mudah yaitu padi yang sudah dipotong dan dirontokkan buahnya di gongseng selanjunya di tumbuk tetapi tidak halus, lalu berasnya dicampur dengan kelapa yang sudah diaduk dengan gula. Setelah itu makanan gegaluhpun siap disaji.
Sambil menunggu padi menguning kaum bapak mulai mencari bambu (uluh utung) yang dipotong dengan panjang lebih kurang 2,5 meter, dibelah dan dibersihkan sampai sebesar jempol tangan orang dewasa (bengkong), selanjutnya di cari daun serule (dun) yang tumbuh di alur yang mirip dengan daun cekala = jembrang = terpuk. Daun tersebut dilipat dan diikat kebambu yang selanjutnya digunakan untuk atap (ini dikerjakan sampai pada malam hari untuk siang besoknya dijemur). Tidak cukup dengan itu kaum laki-laki mencari kayu untuk dibuat rumah (seladang[1]) untuk menyimpan padi yang baru dipotong.
Padi secara keseluruhan mulai menguning, diantara semua petak tentu ada yang lebih awal kuning dan menua, petani akan menotong padi yang ada di petak ini terlebih dahulu dan digunakan untuk bekal (makan dan belanja) sampai sawah siap dikerjakan. Untuk beras yang pertama ini dinamakan dengan beras baru (oros ayu).
Bekal awal sudah ada, maka mulailah kaum perempuan memotong padi (munuling) dimulai dari yang terdekat dengan rumah yang disiapkan untuk menyimpan padi yang telah dipotong. Sedangkan kaum laki-laki mengankat padi yang baru dipotong (mubinuh) — dengan alat satu buah tali (jangkat) dan satu buah tikar atau juga dibuat dari goni ( alat ini disebut dengan belat) — yang telah dipotong dan disusun secara rapi pada rumah yang telah disediakan. Sebelum padi disusun pada lapisan bawah dibentangkan tikar yang tidak dipakai lagi (ari-ari). Dari susunan padi yang telah dipotong petani yang professional dapat menghitung apakah padi tahun ini lebih banyak dari tahun sebelumnya atau berkurang, pengetahuan ini didapat berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman. Setelah padi siap dipotong semuanya dan telah disusun ke rumah yang telah disiapkan, maka sudah menjadi tugas kaum bapak untuk mempersiapkan kapan padi itu dirontokkan (ijik). Perontokan padi dilakukan dengan menggunakan kedua kaki dengan memegang dua buah tongkat, mereka yang merontokkan padi biasanya berderet kebelakang berdasarkan urutan usia. Bapak-bapak yang lebih tua bertugas mengambil padi yang telah di susun dari rumah untuk dilpas ikatnya dan selanjutnya dirontokkan buahnya dengan kaki orang yang lebih kuat tenaganya (orang terdepan ini disebut dengan penggerbol), kemudian di oper kepada beberapa orang di belakang (yang disebut dengan pelumet). Dan mereka yang paling belakang adalah anak muda yang belum menikah.
Setelah semua buah padi rontok, anak-anak gadis dibagian belakang memisahkan padi dari jerami (jempung) dengan cara mengurai dan membuang jerami (di daerah Gayo disebut dengan mujes). Lama mengerjakan perontokan padi ini biasa memakai waktu sehari mulai dari pagi hari sampai sore bahkan sampai malam hari. Setelah perontokan selesai semua padi yang telah terpisah dari jerami dikumpulkan dalam rumah yang sebelumnya disusun padi yang sudah dipotong dibuat dinding dari tikar, Padi yang sudah dikumpulkan pada malam hari harus di jaga biar tidak diambil oleh orang (pencuri) atau biar terhindar dari kebakaran.
Pekerjaan yang harus dilakukan selanjunya ada memisahkan padi yang berisi dengan padi yang kosong (ampa), pemisahan dilakukan dengan menggunakan tenaga anging sehingga disebut dengan nangin. Untuk mendapatkan angin yang kencang diperlukan membuat kerangka dari bambu yang diletakkan papan diatasnya untuk tempat berdiri dengan ketinggian satu setengah sampai dengan dua meter. Rangka ini disebut dengan nama benyang.
Munangin tidak dapat dikerjakan oleh satu orang, karena terlalu lelah apabila mereka yang telah naik ke atas rangka harus turun kembali mengambil padi, untuk itu mereka yang di atas bertugas menumpahkan padi dari tempatnya (yang disebut dengan bili) secara perlahan-lahan, sedangkan satu orang lagi bertugas mengangkat padi yang belum dianginkan ke atas rangka tadi. Lamanya pengerja ini sampai memakan waktu seminggu bahkan lebih, karena sangat tergantung pada kencangnya angin.
Masa penganginan yang melelahkan selesai dengan waktu seperti yang telah disebutkan, maka hasil panen di sukat dan dihitung untuk selanjutnya dikeluarkan zakat dari hasil panen. Zakat diserahkan kepada Tengku Imam Kampong di sawah itu langsung dan akan dibawa pulang oleh Tengku Imam sendiri. Setelah zakat dikeluarkan bagi mereka yang mengerjakan sawah sendiri berarti itulah hasil yang didapat secara keseluruhan (bersih), tapi bagi mereka yang bersawah di sawah milik orang lain akan dibagi lagi dengan yang punya sawah sesuai dengan perjanjian. Dan untuk selanjutnya padi dibawa ke rumah dengan gerobak atau dengan menggunakan tenaga kuda (beben) atau juga dengan menggunakan tenaga sendiri, bagi kaum laki-laki dengan membawa satu karung di atas kepala (jujung) dan bagi kaum perempuan menaruk di badan bagian belakang (jangkat) satu karung. Dan ini dikerjakan secara berulang-ulang sampai padi habis terangkut ke kampong dan dimasukkan dalam lumbung (keben).
E. Kesimpulan
Prosesi bersawah secara tradisonal khususnya dalam masyarakat Gayo dapat diceritakan secara berurut oleh setiap orang yang mengalaminya dan secara ilmiah urutan itu benar, karena itu memunculkan istilah resam (resam berume).
Berbeda dengan prosesi profesi berkebun, antara satu orang yang mengalami proses berkebun jika dicerira ulang dan selanjutnya dibanding dengan pengalaman orang pertama bisa berbeda, karena itu tidak menimbulkan resam.
[1] Seladang ada yang modelnya tangak asu dan ada seladang yang besurung. Seladang ini tidak punya dinding dan mempnyai 4 tiang.
Bagian pertamanya
http://www.lovegayo.com/5384/tradisi-bersawah-dalam-masyarakat-gayo.html