Banda Aceh | Lintas Gayo – Badriah asal Desa Meunasah Lhok, Kec. Muara Baru, Aceh Utara meraih penghargaan Perempuan Aceh Award (PAA) 2015 yang digelar siang tadi, Rabu 25/11 di Gedung BKOW, Banda Aceh.
Dari 28 berkas peserta yang mencalonkan diri, juri memilih tiga nominator yaitu: Herlina (37) asal Aceh Selatan, Badriah (40) asal Aceh Utara dan Nurlina (48) asal Aceh Besar. Juri terdiri dari unsur aktivis perempuan Aceh (Nursiti, SH, M. Hum), unsur ulama (Prof. Yusni Sabi), unsur akademisi (Suraiya Kamaruzzaman), unsur pemerintah (Lailisma Sofyati) dan unsur media massa (Adi Warsidi). PAA 2015 mengusung tema “Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”.
Darwati A. Gani, anggota DPRA dalam sambutannya mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh para nominator PAA secara tidak langsung telah meringankan beban dan kewajiban pemerintah dalam upaya-upaya memberikan perlindungan, pemenuhan dan mempromosikan hak-hak perempuan.
“Maka seharusnya pemerintah punya perhatian khusus terhadap mereka dengan menjadikan PAA sebagai agenda di tahun-tahun berikutnya”, harap Darwati.
Ketua panitia, Asiah Uzia mengatakan PAA ini ditujukan untuk perempuan-perempuan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan-persoalan sosial yang terjadi di sekitarnya. Mereka bergerak atas inisiatif sendiri. “Bahkan sedikit sekali yang mengenal dan mengakui kerja-kerja mereka”, kata Asiah. Mekanisme pemberian penghargaan melalui Perempuan Aceh Award dikembangkan oleh Gerakan Perempuan Aceh yang dilakukan setiap dua tahun sekali untuk menghargai kerja-kerja perempuan yang telah mendedikasikan diri dan kehidupannya untuk memperjuangkan terpenuhinya hak-hak perempuan di Aceh.
Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh Ketua PKK Aceh, Niazah A Hamid, Wakil Ketua DPRA, Irwan Djohan, Asisten 3 Gubernur Aceh, Syahrul dan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dahlia, M. Ag. (*)
Berikut kami tampilan profil para juara:
Profil pemenang dan nominator PAA 2015:
1.Badriah-Aceh Utara (berumur 40 thn, pekerjaan petani dan produksi batu bata) Desa meunasah Lhok Kec. Muara Batu Kab Aceh Utara.
Perempuan pejuang dengan semangat yang jauh lebih besar dari tubuh mungilnya. Pernah Mengalami kekerasan dari berbagai pihak. Selama konflik badriah hidup dalam ketakutan dan kerap harus merelakan dagangannya diambil paksa. Dalam rumah tangganya badriah juga mengalami kekerasan berlapis yang akhirnya berujung pada keberaniannya utk mengajukan cerai gugat. Badriah pada awalnya juga mendapatkan kekerasan dari komunitas dan aparat gampongnya karena dianggap mengajarkan sesuatu yang tidak lazim dan akan mengganggu kemapanan. Tapi badriah tak kenal lelah. Berbekal pendidikan tamatan sltp, badriah mengakui mendapatkan pendidikan sma nya bersama relawan perempuan untuk kemanusiaan melalui berbagai ilmu ttg pengorganisasian masyarakat. Pengatahuannya berkembang setingkat perguruan tinggi ketika dalam pendampingan lbh apik aceh badriah dilatih untuk menjadi seorang paralegal komunitas. Saat ini badriah dengan kesederhanaannya mendonasikan seluruh hidupnya untuk bekerja sebagai pendamping perempuan dan anak di komunitas yang rentan dengan kekerasan dan diskriminasi untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan. Badriah bahkan merelakan rumahnya yang sangat sederhana untuk menjadi shelter atau rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Keyakinan bahwa ekonomi juga menjadi salah satu faktor pendorong lahirnya kekerasan thd perempuan, badriah juga mulai menggerakkan usaha dikalangan ibu2 perempuan kepala keluarga utk membuat kerajinan dan mengembangkan usaha pertanian. Badriah juga gigih mendorong pelibatan perempuan dalam perencanaan di gampongnya dengan harapan program2 yg terkait dgn pemberdayaan dan perlindungan perempuan dpt di alokasikan dalam anggaran belanja di gampongnya.
2.Herlina-Aceh Selatan: 24 Maret 1978, Gp Gunung Rotan Kecamatan Labuhan Haji Timur, Aceh Selatan, Ibu Rumah Tangga.
Perempuan yang selalu penuh semangat dengan sifat relawan yang sangat tinggi. Persoalan ekonomi keluarga menyebabkan herlina hanya dapat menamatkan sekolah dasar walaupun dalam pendidikan herlina selalu mendapatkan rangking pertama. Kegigihannya utk terus belajar membuat dirinya saat ini telah mendapatkan ijazah persamaan utk slta. Herlina punya semangat luar biasa utk selalu berbagi pada masyarakat sekitarnya. Mulai dari berbagi ilmu yang diperolehnya dari berbagai kesempatan dan pendampingan, juga berbagi rejeki melalu usaha penyewaan perlengkapan pesta yang keuntungannya dibagi secara proporsional utk kelompok ibu2, pemuda dan lain2, herlina juga mengamalkan ilmu yg sudah dimilikinya sbg paralegal komunitas utk membantu perempuan dan anak yang sedang menghadapi permasalahan baik masalah kdrt maupun persoalan hukum lainnya. Aktivitas herlina di dukung penuh oleh suami dan keluarganya. Dukungan juga selalu datang dari masyarakat setempat baik laki-laki maupun perempuan karena mereka percaya herlina akan mengajak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik
3.Nurlina Abdullah -Sim Aceh Besar (Lambiheu Siem, 9 Desember 1967), pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga dan buruh tani, memiliki 6 orang anak yang semuanya masih dalam pendidikan.
Perempuan bersahaja yang bekerja untuk sesama dengan keikhlasan hatinya. Berpegang pada nilai-nilai ajaran agama yg diyakininya sebagai pedoman dalam bekerja membantu sesama masyarakat. Nurlina telah mengikuti beberapa kali kegiatan untuk mempersiapkan dirinya sebagai paralegal di komunitas, nurlina juga saat ini dipercaya untuk menduduki jabatan tuha peut di kampung. Alhamdulillah gampong tempat nurlina berdomisili adalah gampong yang aman dan tenang, sehingga tidak banyak kasus perempuan dan anak yang harus di dampingi.