Propinsi paling ujung barat pulau Sumatra sedang dihangatkan persoalan pemekaran. Hampir semua pihak memberikan keterangan. Statemen “perang” berbalas pantun. Publik disuguhkan dengan informasi yang beragam.
Pihak yang memperjuangkan pemekaran, menyatakan provinsi baru di Aceh akan lahir pada tahun 2016 ini. Apakah mungkin Aceh akan dibelah? Bagaimana dengan MoU dan UUPA Aceh, serta pihak yang anti pemekaran?
Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Muzakir Manaf Wagub, serta sejumlah tokoh politik Aceh dengan tegas mengatakan, Aceh tidak bisa dimekarkan. Amanat MoU tentang UUPA, tidak memberikan ruang pemekaran Aceh.
Statemen beragam, bahkan yang “pedas” juga muncul. Pro dan kontra meramaikan “peparangan” di media. Persoalan pemekaran provinsi Aceh yang sudah bergulir sejak 17 tahun lalu, (dulu ALA dan ABAS, kini bergabung menjadi ALABAS), sampai kini masih belum berujung.
Tagore, anggota DPR RI “dedengkot” pejuang pemekaran, berkeyakinan provinsi baru di Aceh ini akan lahir pada tahun 2016. Draf pemekaran sudah disetujui DPR RI. Rancangan draf pemekaran itu sudah diajukan ke Mendagri, pada tanggal 25 Januari lalu.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, ada 159 daerah kabupaten/kota yang akan dimekarkan, satu diantaranya adalah Aceh. Seluruh biaya yang dibutuhkan untuk keperluan pembentukan Provinsi ALABAS ditanggung oleh APBN sebut Tagore.
Gaung pemekaran di Aceh, kali ini ada catatan sejarah baru. Tokoh Aceh yang dulunya menentang pemekaran (Abdullah Saleh) justru mampu diyakinkan pihak pejuang pemekaran ikut bergabung. Ahirnya Abdullah Saleh, anggota DPRA dari PA menjadi buah bibir dan memunculkan polemik.
Lain lagi dengan Irwandi Yusuf, mantan gubernur Aceh. Lima tahun yang lalu Irwandi dan Tagore sudah terlihat akrab. Muncul kesan, Irwandi Yusuf mendukung pemekaran. Namun kali ini Irwandi memberikan statemen yang hampir sama ketika dia menjabat sebagai gubernur.
“Rencana pemekaran itu jelas-jelas bertentangan dengan MoU Helsinki dan UU Pemerintah Aceh. Konkritnya, jika ingin pemekaran maka ubah dulu MoU Helsinki dan UUPA,” sebut Tgk Agam, panggilan akrabnya ketika menjawab wartawan di Aceh Selatan.
DPR RI kini sedang membahas persoalan pemekaran. Draf RPP sudah diajukan ke Mendgari. Pihak DPR RI menunggu hasil kerja Mendagri. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, mengakui, saat ini pemerintah sedang mengkaji rencana moratorium pemekaran daerah baru.
“Salah satu pertimbangan yakni kondisi fiskal kita yang belum memungkinkan penambahan anggaran, karena begitu otonomi ini disetujui, pasti akan membangun kantor polres, kantor kodim, kejaksaannya, pengadilan, pembangunan kantor-kantor pemerintah dan penambahan PNS baru,” kata Tjahjo usai rapat di kantor Wakil Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Dalam rapat yang juga dihadiri menteri terkait, Tjahyo menjelaskan, saat ini masih ada 87 usulan daerah otonomi baru (DOB) dari DPR periode sebelumnya dan diserahkan kembali ke pemerintah untuk dievaluasi.
Sebelum kebijakan soal pemekaran, di Indonesia terdapat sekitar 50.000 desa, kini setelah pemekaran (1999), jumlahnya mencapai sekitar 74.000. jumlah kecamatan yang sebelumnya hanya 5.000 kini jumlahnya mencapai sekitar 8.000.
Dari hasil kajian pemerintah, 58 persen Daerah Otonomi Baru (DOB) gagal meningkatkan Pendapatan Otonomi Daerah (PAD). Alhasil DOB tersebut mengandalkam keuangannya dari bantuan pemerintah pusat.
Bagaimana dengan kelanjutan pemekaran Aceh? Apakah benar Aceh akan lahir pada tahun 2016, seperti yang disebutkan para pejuang pemekaran. Atau Aceh akan tetap satu, sesuai dengan UUPA, seperti yang dikatakan oleh mereka yang anti pemekaran. Perputaran waktu yang akan memberikan jawaban. (Bahtiar Gayo/ Harian Waspada, edisi Minggu 28/2/2016)