Takengen | Lintas Gayo – Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera Aceh Tengah melakukan “Dialog Pengusaha Aceh Tengah “ dalam rangka reses anggota dewan perwakilan rakyat aceh Bardan Sahidi yang merupakan anggota DPRA dari PKS dari daerah pemilihan Aceh Tengah dan Bener Meriah.(15/04/2016)
Dalam Kegiatan tersebut Ketua DPD PKS Aceh Tengah Ihsanudin, ST menyampaikan pertumbuhan pengusaha di indonesia secara populasi masih sangat kecil yaitu kekitar 1.6%. jika dirunut ke kabupaten aceh tengah persentase ini kurang lebih sama oleh sebab itu DPD PKS Aceh Tengah menginisisai untuk melahirkan pengusaha-pengusaha baru dengan berbagai macam program yang salah satunya membuat komunitas-komunitas bisnis. Ini salah satu tujuan kita mengundang para pengusaha-pengusah sukses yang ada di Aceh Tengah dan harapannya dapat terlibat secara langsung memberikan pembinaan pada pelaku usaha yang baru memulai usaha serta terlibat menumbuhkan semangat bisnis masyarakat Aceh Tengah khususnya.
Selain itu dalam sambutannya Ihasanuddin juga mengatakan minat masyarakat Aceh Tengah masih sangat tinggi untuk menjadi PNS sedangkan peluangnya sangat sempit, oleh karena itu perlunya menghadirkan pengusaha-pengusaha baru di Aceh Tengah sehingga bisa menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran di Aceh Tengah.
Ini merupakan pelaksanaan reses ketiga di tahun ke dua ketika kami menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Saat ini Fraksi Gerindra-PKS sedang menyiapkan Qanun Inisiatif yaitu Qanun Tata Niaga Kopi Gayo, untuk mempertahankan nama kopi gayo pada qanun ini, itu memerlukan perdebatannya sangat panjang. Dalam qanun ini membahas 7 isu penting, dan isu yang ketiga adalah tata niaga. Tata niaganya begini kita punya kopi tapi kita tidak bedaulat dalam memberikan harga bagaimana kalau kita punya kopi kita yang menentukan harga dan itu harus diatur dalam sebuah qanun, “kata Bardan”.
Penghasilan terbesar aceh tengah dan bener meriah itu adalah dari kopi karena kita punya lahan kopi dengan luar 36.000 hektar dengan penghasilan kurang dari 1 ton per hektar per tahun dan ini artinya produksi masih rendah ditambah lagi kemudian pemerintah melalui PERDA menertipkan retribusi hasil kopi setiap 1 kg kopi yang keluar daerah adalah Rp.300 per kg, ini sebenarnya bisa kita antisipasi apabila kita tidak lagi menjual kopi dalam bentuk green been tapi yang kita jual adalah kopi yang sudah kita olah dalam bentuk kemasan. Ada tiga yang harus di interpensi saat ini yang pertama adalah pemerintah aceh berkewajiban melakukan pembinaan pada seluruh pengusaha kopi, yang kedua melakukan pembinaan dengan pmenguatkan standar SNI, dan yang ketiga menyiapkan mesin olahan. Tahun lalu kami sudah mencoba dan mendapatkan sambutan yang baik dari pemerintah, ungkap Bardan.
Selain itu bardan mengungkapkan dirinya ingin mendapat dukungan baik dukungan moral, akademis dan juga dukungan politis agar ini lebih menggema, agar ketika pembahasan qanun ini lebih bersuara tentu tergantung seberapa banyak yang mendukung hal tersebut, dan target saya sebelum 2017 qanun ini sudah berjalan, “tambah Bardan”.(Ril/Lg)