Pengalaman Berharga Dari Macet Total Di Gunung Salak

RIBUAN kenderaan dari berbagai jenis tumpah ruah ke Gunung Salak, Jalan KKA yang menghubungkan Bener Meriah- Aceh Utara. Macet total terjadi. Tanjakan dan turunan harus dihadapi sopir. Namun sayangnya, tidak ada petugas dari Lalu Lintas Kabupaten Aceh Utara yang turun tangan.

Dalam kondisi normal, ruas jalan ini dari  dan ke Takengen- Lhokseumawe, hanya ditempuh dalam 2 jam 30 menit. Namun pada lebaran Idul Adha 1438 H, bertepatan hari Minggu (3/9) waktu tempuhnya mencapai 7 jam.

Penulis sempat terperangkap dalam “lautan” kenderaan ini. Kondisi macet terjadi antara Gunung Salak ke Krueng Seip ( Aceh Utara). Jaraknya mencapai 8 kilometer. Namun walau hanya sekitar 8 kilometer waktu yang dibutuhkan di arena macet ini mencapai 5 jam.

Penyebab macet, selain parkir kenderaan yang tidak teratur di seluruh caffe dan kedai yang ada di sepanjang jalan Gunung Salak ke Krueng Siep, juga diperparah dengan pengemudi kenderaan yang mau menang sendiri, menerobos jalan berlapis, hingga terperangkap di tengah tengah.

Ruas jalan ini optimalnya untuk dua arah. Namun pengemudi yang ego masuk menyalip kenderaan yang di depan, bahkan mengambil ruas jalan untuk lajur kenderaan yang berlawan arah. Akibatnya kenderaan terperangkap di tengah-tengah yang panjangnya  mencapai 8 kilometer.

Waspada memperhatikan, ada upaya dari “relawan” untuk membebaskan sedikit macet. Terpaksa kernet bus, atau penumpang, turun dari mobil dan berjalan kaki membantu kelancaran arus lalu lintas. Kenderaan, khususnya mobil bukan lagi jalanya merayap, namun berhenti total mencapai 20 sampai 25 menit di satu titik.

Kemudian kenderaan berjalan merayap, tidak mencapai 100 meter, kembali berhenti total. Kondisi jalan yang menanjak dan menurun, harus dihadapi para supir. Tidak ada istilah berhenti dipenanjakan yang tinggi. Ketika mobil di depan berhenti, otomatis semuanya berhenti walau ditanjakan atau dipenurunan. Ada penumpang yang khusus turun membawa batu untuk ganjal.

Menjelang masuk ke jembatan Krueng Seip, baru ada relawan dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan para santri yang turun tangan mengkondisikan jalan. Namun macet masih terjadi, walau tidak separah di titik yang tidak ada relawan.

Di Gunung Salak juga ada beberapa relawan, dari penampilanya anggota polisi, namun tidak mengenakan pakaian dinas. Kejadian macet ini sudah berlangsung sejak jam 10 pagi, hingga malam hari.

Di ruas jalan yang macet ini tidak ada pos polisi. Jalan negara ini senantiasa ramai pada saat libur, karena di sana ada destinasi wisata, berupa pemandangan alam diantara gunung. Namun pada hari libur, khususnya lebaran ini, tidak ada petugas lantas dari Aceh Utara yang turun tangan mengamankan suasana lebaran.

“Mengapa tidak ada petugas dari lantas? Ini kan jalan negara. Macet seperti ini seharusnya sudah diperhitungkan, apalagi sejak lancarnya ruas jalan ini, senantiasa dipadati manusia,” sebut Alamsyah Yakub, salah seorang supir dari Takengen.

Pengalaman berharga macet total ini, menjadi “guru” bagi Pemda Aceh Utara dalam menertibkan ruas jalan negara, khususnya di hari libur. Sudah seharusnya di ruas jalan ini ada pos Lantas untuk pengamanan. Jangan lagi ruas jalan ini normalnya ditembuh 2 jam lebih, namun mencapai 7 jam. (Bahtiar Gayo/ Waspada edisi  Rabu 06/09/2017)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.