Suaranya sedikit berat. Tubuhnya terbilang kekar. Kadang kala, selepas dinas dia mengenakan jeans. Lengan bajunya terlipat, satu kancing bagian atas terbuka, sehingga nampak dadanya.
Bicaranya lepas, tanpa beban, bagi yang belum mengenalnya, sering terkejut. Pernyataan sebagai pejabat nomor satu ada kalanya “pedas”, terkesan sangar, apalagi ketika melihat kepalanya yang shoalin, plontos.
Kini dia dalam memimpin negeri Gayo Lut, Aceh Tengah, mendapatkan hujan kritikan. Terutama di media sosial. Kebijakanya dinanti publik, memenuhi janji ketika kampanye, saat bertarung dalam Pilkada dua tahun lalu.
Mampukah Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar mewujudkan obsesinya? Membagi lahan 2 hektar untuk setiap KK (kepala keluarga) pecahan baru. Sudah setahun setengah menjabat sebagai bupati, janji itu belum mampu direalisasikan.
Bahkan ada yang menyebutkan, sulit bagi seorang bupati untuk mewujudkan janjinya. Mau mendapatkan hutan dari mana demi memenuhi janji pada masa kampanye?
“Semuanya ada proses, ada tahapan, tidak semudah membalik telapak tangan mewujudkanya. Persiapan harus matang, agar program ini benar benar bermanfaat untuk masyarakat,” sebut Shabela Abubakar, Bupati Aceh Tengah.
Dalam keteranganya kepada Dialeksis.com, Senin (8/7/2019), Shabela menjelaskan, mereka yang mengkritik tentang program ini, mungkin tidak tahu perkembanganya. Tidak tahu apa yang sudah dilakukan untuk program 2 hektar per KK.
Saat awal menjabat sebagai bupati, Shabela mengakui anggaran untuk pembukaan lahan perkebunan tidak ada. Dia hanya menjalankan anggaran yang sudah ditetapkan dewan, untuk tahun pertama menjabat sebagai bupati. Dia hanya menjalankan anggaran yang sudah ditetapkan, bukan anggaran yang diusulnya mewujudkan obsesi.
Tahun pertama otomatis, keinginan Shabela tidak mampu direalisasikan. Kini memasuki tahun kedua dia menjabat sebagai Bupati Aceh Tengah. Kritikan kepadanya mulai bergulir.
Apakah membagi lahan 2 hektar untuk satu kepala keluarga mampu diwujudkan? “Kita akan mewujudkanya. Untuk tahun ini ada 400 hektar yang akan dibagikan. 300 hektar merupakan dana APBA dan 100 hektar dari APBK perubahan,” sebut Shabela.
“Kita juga sudah mempersiapkan siapa saja yang berhak mendapatkan lahan 400 hektar itu. Ada tahapan, ada seleksi, ada proses untuk mendapatkanya. Mereka yang akan ditempatkan di lahan baru ini, adalah orang yang benar benar ingin hidup dari pertanian. Mereka akan menetap di sana,” jelas bupati.
“Untuk tahun selanjutnya, kita juga akan terus mengupayakan secara bertahap. Lahanya juga kita siapkan. Petani yang akan menempati lahan baru itu diberikan lahan yang siap olah. Artinya persiapan lahan, gedung, bibit, bahkan sarana pertanian akan diberikan. Petani siap tanam,” sebutnya.
Menurut Juanda, Kadis Pertanian Aceh Tengah, memperjelas keterangan bupati dalam persoalan tehnis, untuk lahan 300 hektar yang dananya bersumber dari Dinas Pertanian Provinsi Aceh, lokasinya berada di dua kecamatan. Kecamatan Ketol dan Rusip.
Dikecamatan Rusip akan dibuka lahan 200 hektar, sementara di Kecamatan Ketol, 100 hektar. Sementara dana yang bersumber dari APBK perubahan, juga akan dibuka lahan 100 hektar, yang lokasinya berada di Kute Keramil, Kecamatan Linge.
Penggarapan kebun 2 hektar untuk satu KK ini yang dananya bersumber dari Dinas Pertanian Aceh, jelas Juanda, bentuknya swadaya. Artinya masyarakat terlibat langsung. Mulai menyiapkan lahan, tapal batas, cincang, purun, pancang atau ajir, mengorek lubang, menyiapkan bibit baik kopi dan pelindung, semuanya dilakukan oleh masyarakat yang akan memiliki kebun itu.
Sementara dana yang bersumber dari APBK Aceh Tengah (perubahan), system pengelolaanya yang berbeda. Masyarakat diberikan lahan yang siap tanam. Sudah ada bibit, baik kopi dan naungan, peralatan disediakan, bahkan chainsaw juga disiapkan (untuk lima orang satu unit).
Pekerjaan untuk menyiapkan lahan yang siap tanam, sebut Juanda, pihaknya akan mengkontrakkanya kepada pihak ketiga. Masyarakat terima bersih, artinya lahan yang akan mereka tanam dengan kopi beserta naungan, sudah siap untuk ditanami.
Untuk program yang dananya bersumber dari APBK ini, lokasinya berada di Kute Keramil, Kecamatan Linge, Aceh Tengah. Setiap petani yang akan mendapatkan lahan ini, disiapkan 1600 batang bibit kopi berkualitas.
Selain itu juga diberikan 400 batang berupa pelindung (lamtoro). Setiap kk juga akan mendapatkan 2 buah parang, satu buah cangkul dan satu kampak. Dalam setiap kelompok juga akan diberikan mesin chainsaw kecil, untuk bersama-sama, membersihkan kayu kayu yang tersisa, membuka jalan agar semakin memudahkan sarana diperkebunan mereka.
Untuk Kasawan Kute Keramil, Kecamatan Linge Aceh Tengah, sebut Shabela, 20 KK akan diisi oleh mereka yang berasal dari Kecamatan Linge. Sementara selebihnya, atau 30 KK lagi, merupakan hasil seleksi kabupaten.
Seleksi? Bagaimana seleksinya? “Seleksinya juga serius, berbagai pihak akan dilibatkan. Bahkan tim psikolog juga akan diminta kesedianya, guna mempelajari lebih dekat, siapa yang lebih berhak mendapatkan lahan itu. “Karakter penerima lahan, akan diketahui nantinya, ketika tim psikolog turut menyeleksi mereka,” sebut bupati.
Menurut Shabela, pihaknya sudah meminta dinas terkait untuk melakukan pendataan area yang dapat dikembangkan untuk lahan perkebunan. Direncanakan tahun 2020, dana yang bersumber dari APBK akan dibuka kembali lahan seluas 200 hektar.
Sementara ke pihak propinsi yang dananya bersumber dari APBA juga sudah diusulkan, agar tahun depan juga mendapatkan dana pembukaan lahan seluas 300 hektar.
Menurut Juanda, lokasi untuk pengembangan lahan perkebunan itu sudah terdata. Di Kecamatan Linge, ada 300 hektar (Kute Keramil dan Penaron). Sementara di Kekuyang areanya mencapai 425 hektar dan di Karang Ampar, tersedia lahan 150 hektar.
Bupati juga menjanjikan berupaya menarik dana yang bersumber dari APBN untuk mengembangkan lahan perkebunan ini.
“Semuanya kita lakukan bertahap, ada proses, ada mekanisme, agar program ini benar benar untuk kesejahtraan rakyat,” sebut Shabela yang menyakini program itu akan berjalan.
Kritikan terhadap lelaki yang dulunya perokok berat ini, bahkan dia sampai tahu mana rokok Djisamsoe yang berkualitas, tidak membuatnya “patah semangat” dalam mewujudkan obsesinya. Membagi lahan bagi pecahan kk baru.
“Dalam hidup ini ada tantangan. Semuanya melatih kita untuk terus bergerak. Kalau kita membahas kritikan, kapan kita akan melakukan kinerja untuk negeri ini,” sebutnya.
Shabela memang tipe bupati yang unik. Suka berkelakar, bahkan kadang kala dalam pidato resmi, sesekali dia mau melepaskanya kelakarnya. Demikian dengan bawahanya, dia juga mau berkelakar. Ada kala kelakarnya “pedas”, namun bagi yang sudah mengenalnya, kelakar itu bagian dari persahabatanya. (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)