Minggu 20 Oktober 2019, sekitar pukul 19.30 WIB. Saya, anak dan istri yang sedang mengandung anak kedua menuju Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum (BLUD RSU) Datu Beru Takengon, rumah sakit ini bertipe B, menjadi rumah sakit rujukan dan salah satu rumah sakit yang mendapat akreditasi paripurna alias bintang lima dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), pokoknya menterenglah prestasi RSU Datu Beru ini.
Sampai pintu gerbang rumah sakit, istri dan anak saya yang pertama berumur 2 tahun turun tepat disamping Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU Datu Beru, saya bergegas menuju parkiran sepeda motor untuk memarkirkan kendaraan roda dua saya.
Saya, anak dan istri yang sedang hamil masuk keruang IGD, pintu kaca saya dorong sambil melihat meja kosong disisi kanan yang ditinggalkan petugas dengan buku buku diatasnya.
Dalam hati saya berkata mungkin harus lapor dimeja ini dulu, tapi petugasnya tidak ada, akhirnya saya langsung menuju meja panjang disisi kiri, ramai petugas disana yang memakai baju serba putih.
Saya berbincang kecil dimeja panjang ini dengan salah salah satu petugas, melihat model jas putihnya saya bisa tebak dia adalah seorang dokter. “bisa periksa kandungan?” Kata saya, Petugas dimeja tersebut hanya geleng kepala, saya melihat istri berdiri dibelakang dengan rintih sakitnya sesekali memegang perutnya, saya sudah jengkel sekali.
Bagaimana mungkin seorang petugas hanya melayani dengan geleng-geleng kepala? Saya bertanya lagi bisa periksa kandungan? sambil saya ceritakan kondisi istri saya “tidak bisa, hari senin periksa di poli” Kata petugas singkat. Ini darurat! Sudahlah, saya tidak ingin berdebat.
Saya dan istri bergegas keluar dari IGD dan saya berlari menuju parkiran sepeda motor, menuju rumah sakit swasta yang ada di Kota Takengon, kami mendaftarkan diri dan akhirnya kami dilayani dengan baik, dokter memberitahu apa yang sedang dialami oleh istri saya.
Mendengar penjelasan dokter, saya dan istri kemudian berbincang “Mungkin belum rezeki”. Selesai diobservasi oleh dokter dan tindakanpun segera dilakukan. Ya, saya sudah ikhlas.
Yang terhormat bapak Direktur RSU Datu Beru
Saya cukup bangga akan prestasi RSU Datu Beru dalam mempertahankan kelas bergengsinya sebagai rumah sakit rujukan dan mungkin satu satunya rumah sakit Kabupaten yang tidak mengalami penurunan kelas seperti yang dialami RSU lainnya diseluruh Aceh.
Disisi lain, sebenarnya ada “lubang” pelayanan yang tidak bisa disembunyikan begitu saja, buruk dan tidak manusiawinya pelayanan dirumah sakit yang bapak pimpin, saya mengalaminya dan mungkin dialami juga oleh banyak pasien lainnya, tapi tidak terungkap dan tidak diungkapkan!
Bapak tahu? Istri saya saat itu sedang dalam kondisi darurat dan sudah berada diruang IGD berharap diperiksa, diobservasi, didiagnosa tapi tidak dilayani sama sekali, disuruh balik hari senin ke poliklinik, benar benar pelayanan yang tidak manusiawi.
Dalam kondisi hamilnya, istri saya mengalami sakit luar biasa dan mengalami pendarahan, kami disambut oleh petugas yang bertugas saat itu dengan menggelengkan kepala dibalik meja, entah apa yang mereka kerjakan dibalik meja panjang itu.
Adakah standar ganda dalam menentukan pasien dalam kondisi darurat? Apakah pasien harus dalam kondisi tidak sadarkan diri baru bisa dikatakan keadaan darurat? Kemudian baru tindakan diambil? Apa standar darurat itu? Sehingga layanan kesehatan menjadi tidak manusiawi seperti ini.
Hari minggu itu ditengah keluhan dan pendarahan yang dialami istri saya, sengaja saya memilih pergi ke RSU Datu Beru karena sebagai rumah sakit rujukan bertipe B, tentu sudah cukup lengkaplah peralatan kesehatan yang dimiliki ditambah dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) layanan pasti sudah nomor satulah.
Apalagi untuk memeriksa kondisi ibu hamil dan kandungannya dalam keadaan darurat, peralatannya pasti sudah sangat memadai ditambah banyaknya petugas kesehatan disana. Ternyata apa yang disematkan selama ini di Rumah sakit kebanggaan ini tidak terjadi sama sekali, pelayanan buruk dan zalim!
Setelah penolakan yang saya alami, kemudian saya berfikir sederhana, bagaimana jika yang datang ke IGD itu adalah keluarga pasien dari orang orang berpangkat dan mempunyai pengaruh didaerah ini apakah akan mengalami nasib yang sama seperti yang saya alami? Atau ada perlakuan khusus? Dugaan saya ada pengkelasan pasien? Ada kasta, Masyarakat biasa akan ditangani dengan biasa biasa saja dugaan saya begitu.
Bapak Direktur RSU Datu Beru yang terhormat
Pengalaman bapak sebagai Direktur RSU dan mungkin bapak adalah salah satu Direktur rumah sakit Kabupaten terlama di Indonesia, silih berganti Bupati, jabatan Bapak sebagai direktur RSU Datu Beru tetap tersemat dipundak bapak.
Tentu lamanya posisi bapak sebagai Direktur karena ada prestasi yang diraih, tapi lamanya jabatan Direktur tidak berbanding lurus dengan standar layanan dalam memanusiakan manusia, zalimnya layanan RSU Datu Beru saya anggap sudah merusak citra bapak sendiri.
Sebagai manusia biasa saya sangat marah, jengkel, kecewa atas apa yang saya alami, seharusnya dalam melayani masyarakat tidak boleh ada pembedaan kelas, tidak boleh ada kasta, namanya darurat semua harus diprioritaskan dan diperlakukan sama.
Jika saya saja mengalami penolakan dan diberikan layanan yang zalim, dugaan saya pasti banyak masyarakat lain juga mengalami nasib yang sama dan perlakuan tidak manusiawi, hanya saja mereka tidak tahu harus mengadu ke siapa, ini adalah tindakan zalim dan diskriminasi, ini kejahatan profesi dan tidak dapat dibenarkan.
Satu hal bapak Direktur, calon buah hati saya yang kedua ini tidak akan pernah kembali, paling saya mendapat simpati dari kanan kiri dan saya sudah ikhlaskan, tahukah bapak berapa umur calon buah hati saya dalam kandungan? Hampir berumur 3 bulan dan saya sangat berbahagia menyambut kehadirannya.
Sebagai pribadi, persoalan yang saya hadapai sudah saya sampaikan kepada orang yang saya anggap dekat dengan bapak untuk memberitahukan soal buruk dan zalimnya layanan di RSU Datu Beru, setidaknya saya alami sendiri dan mungkin pasien lainnya juga mengalami hal yang sama seperti saya, soal kemudian apakah pesan keluhan zalimnya pelayanan RSU Datu Beru itu sampai kepada bapak, saya tidak tahu pasti.
Ingin sekali saya Whatsapp langsung ke bapak, saya urungkan niat itu karena saya tahu mungkin bapak sedang diluar daerah, sedang sibuk menempuh pendidikan atau mungkin saat itu bapak sedang lelah diperjalanan.
Semoga surat terbuka ini tersampaikan dan terbacakan oleh bapak sebagai Direktur RSU Datu Beru yang paling berprestasi, sekedar untuk dijadikan bahan evaluasi, cukup pada saya kejadian ini terjadi, jangan sampai kejadian yang menimpa saya juga menimpa orang lain, perbaikilah pak!
Pelayanan memanusiakan manusia adalah hak seluruh pasien. Pasien miskin, pasien kaya, pasien berpangkat, pasien pejabat semua mempunyai hak yang sama. Jangan pernah lihat kasta pasien dan perlakukanlah semua pasien seadil-adilnya dan semanusiawi mungkin. Tanggungjawab itu ada dipundak bapak sebagai Direktur Badan Layanan Umum RSU Datu Beru. Terima Kasih.
Hormat Saya
Waladan Yoga