Zombeetnica, Beri Pengaruh Etnomusikologi Indonesia

Takengen | Lintas Gayo : Bicara musik di Provinsi Aceh, maka tidak terlepas dari kelompok Musik Zombeetnica, sebuah group band World Music asal Takengon, Aceh Tengah, yang produktif menggali kesenian Gayo. Kehadiran mereka di blantika music, cukup berpengaruh pada etnomusikologi Indonesia, lantaran warna music unik Zoombee sangat kental warna Gayo.

Bermula pada tahun 2009, tatkala Riau Hitam Putih ‘world music’ mengundang zombeetnika tampil bersama pemusik dunia, Bens Pasaribu, etnomusikolog dari Uniersitas Medan Area memberi aplaus pada penampilan 10 anak muda Gayo yang berani menyuguhkan -musik berkarakter Gayo dan Aceh dengan suguhan Rock.

“Inilah penampilan kami yang paling berkesan,” kata Ervan Yoga, vocalis Zombe yang juga seorang muda berprofesi Ceh Didong di daerah Gayo.

Apa yang membuat musik Zombee begitu dibicarakan pemusik etnik di Sumatera? Tentu sulit di jabar, karena Zombee lahir dari perjalanan world music yang sedang menjadi pembicaraan dikalangan musisi dunia, termasuk Indonesia. Dan keunikan lain, Ervan, sang vocalis pun penya kelebihan lain, dia mampu melantumkan nyanyian irama ‘trash’, vocal tradisi Gayo, Vokal Aceh, juga inggris. Irvan Juga mampu menyanyikan tiga bahasa sekaligus, persis karya Zombee dalam komposisi lagu Foreste, sebuah penggabungan inggris dan Gayo. Fores berarti ‘Hutan” dan Te berarti “kita”.

“Syair lagu itu tiga bahasa, Aceh, Gayo, dan inggris,” lanjut Irvan didampingi pembentot bass, Ujeng.

Mereka juga salah satu kelompok world music yang akrap dengan lingkungan. Karya berjudul Burning Leuser didedikasikan untuk penyelamatan hutan di kawasan Ekositem Leuser yang menjadiparu-paru dunia. Dan pasti, Burning Leuser pula yang kemudian menjadi lagu ‘wajib’ pada acara Global Warming di Bali tahun 2008.

Zombeetnica, direncanakan pada bulan juni ini akan tampil di Musium Tekstil di Jakarta, karena peserta yang ikut memang pilihan, dan Zombee menjadisalahsatu kontestan dari Aceh. Konon katanya, acara itu akan ikut Dewan kerajinan Dewan Provinsi Aceh yang konon katanya diwakili Darwati A Gani, Istri Gubernur Aceh bersama rombongan.

Mencari Dukungan

Sejak lahir tahun 1999, Zombeetnika memang terbilang kelompok Musik Aceh yang kurang beruntung, karena persoalan ‘klasik’ Zombeetnika kurang mendapat perhatian dari pemerintah, kendati perjalanan panjang  Zombee lebih dekat pada penyajian ‘Aceh’ untuk dunia, sementara panggung di Aceh tidak memberi jaminan untuk membiayai group.

Maneger Zombeetnica  A’an Ilyas menyebutkan, selama ini kelompoknya kerap mencari dana sendiri, dan itupun dalam ruang yang terbatas. Namun begitu, Zombeetnika tiodak berhenti, terus berkarya lantaran hanya denganberkarya kami dapat bertahan sampai sekarang.

“Sekarangpun, Zombee harus mencari dana untuk konser di Museum Tekstil Jakarta, Taman Ismail Marzuki, dan Bulungan Jakarta. Untuk konsumsi berbagai kalangan,” kata A’an.

Menurut A’an, memang untuk hidup bermusik harus punya daya tahan, setidaknya berani untuk susah. Zombee sendiri bertahan lantaran komitmen anggota yang kuat, setidaknya mereka mampu memperjuangkan Aceh dengan cara sendiri. “Bermusik memang payah di Aceh, mau mandiri tak tahu bagaimana caranya, profesionalitas juga tidak didukung situasi,” lanjut A’an.

Begitulah Acehdan Musik, sangat sulit berkembang. Hal itu, kata Dik An—sapaannya—baru bisa sempurna apabila terjalin hubungan yang baik antara pemerintah dengan seniman, sementara oknum terkait dari pemerintah selalu harus dianggap ‘paling hebat’ biar mudah berhubungan.

“Peristiwa itu yang sering kami lakukan, seperti juga dengan pemda Aceh Tengah, kami harus angkat-angkat mereka terus,” lanjutnya. Dan Zombee rupanya tak semulus ‘kekompakan’ mereka dan juga tak seseram namanya, Zombee hanya Group Band yang ingin tumbuh sebagai Band Profesional, kendati liku-liku yang dilalui rumit. “Insya Allah, kami akan terus berjuang,” demikian awak Zombee berprinsif.

Zombeetnica digawangi anak-anak muda asal Gayo antara lain, Erfan Yoga (Vocal dan Suling), Ujeng (Bass), Canon (Gitar), Juhka (Drum), Dik An, Erik, Iwan Edi, Gema, Yudha (Perkusi), dan Wandi (Keyboard). (Jauhari Samalanga/Atjeh Post).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.