Oleh. Mujahidsyah, S.H., M.H*
Angkat Telor merupakan bahasa perumpamaan untuk mereka yang sedang melakukan upaya membela dan memuji seseorang penguasa. Dilakukan agar mendapatkan sesuatu hal atau membantu orang lain mendapatkan jabatan tertentu dari sang penguasa.
Ada orang yang menyukainya, tapi banyak orang mau tak mau harus melakukannya, karena keinginan pada sesuatu hal. Upaya angkat telor di lakukan saat sang penguasa sedang bersaing mendapatkan kursinya, saat sang penguasa mempertahankan kursinya dan saat banyak yg mengkritik penguasa karena kebijakan dan tingkah lakunya.
Narasi ini kemudian diramu sedemikian rupa dengan berbagai macam teori dan argumentasi, sehingga meyakinkan penguasa akan ide dan gagasan yang ia sampaikan. Walaupun banyak narasi tanpa didasari dengan metodologi, pedoman dan standar ukur yang jelas.
Salah satu contoh pada peristiwa pengunduran diri oleh Sarkawi sebagai Bupati Bener Meriah, yang beberapa hari kemudian mengurungkan niatnya atas dasar masukan dan dukungan moril mengatasnamakan masyarakat.
Pada saat pendukung dan pemberi masukan inilah para penganggkat telor masuk sebagai siluman, yang kemudian mampu merekayasa isu dan fakta. Mereka mencoba merasionalisasi atas dasar mimpi. Sehingga masukan yang diberi adalah pristiwa yang andai berandai.
Kadang suara yang merakyat dapat dibeli, kadang juga di pelintirnya sebagai upaya filterisasi kritikan sehingga ia kerap mampu meyakinkan jika kritikan itu merupakan upaya nista dan kebencian belaka.
Ya begitulah peran angkat telor yang di mainkan, tokohnya pun bisa dari berbagai macam profesi, apalagi mereka yang sedang haus jabatan. Semoga kita dapat menghindari mereka para pangangkat telor penguasa dan penguasa bisa menghindari orang-orang pengangkat telor ini.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta