oleh: dr. Jawahir Syahputra*
Beberapa masyarakat memandang bahwa pernyataan mundur Bupati Bener Meriah adalah bentuk kekecewaannya terhadap relasi politik dengan parpol koalisi maupun oposisi yang berbeda kepentingan. Ada juga yang memandang karena ketidaksanggupannya untuk mengelola komunikasi politik antara eksekutif dan legislatif. Namun secara faktual, beberapa yang lain menyoal itu karena melihat keadaan BM ditengah pandemi Covid 19 yang belum menunjukkan kinerjanya dengan baik.
Jika kita amati, dari pernyataan dukungan mundur dan dukungan bertahan. Semuanya adalah narasi yg di arahkan pada skema politik praktis tanpa ada ukuran yg jelas. Yang mendukung mundur karena kuatnya relasi dengan parpol, tapi yg mendukung bertahan karena kuatnya hubungan dengan sang Bupati dan mungkin saja punya kepentingan lain.
Kedua hubungan itu merupakan relasi politik yg di setiap daerah terjadi. Oleh karena dibutuhkan keuletan dan kecerdasan seorang kepala daerah untuk mengelola dan memastikan semua tetap berjalan sesuai hukum dan fungsi tatanan kepemerintahan.
Pernyataan mundur, disambut dengan surat klarifikasi dari legislatif di BM. Pernyataan tersebut di anggap serius karena dikeluarkan melalui protokoler pemerintah Bener Meriah, secara resmi ia sebagai Kepala daerah.
Wajar jika legislatif menyahuti ini sebagai sebuah keseriusan, karena legislatif perlu memastikan jika apa yang disampaikan Bupati tidak mengancam proses pembangunan dan penanganan masyarakat yang terdampak pandemi.
Sayangnya upaya ini dianggap sebagai alat untuk mengakuisisi oleh sebahagian pihak. Mereka mungkin belum memahami fungsi legislasi yang penting merespon secara darurat jika terjadi kekosongan sebagaimana mandat UU.
Ada hal lain yang menarik, sambutan itu juga menempatkan seolah Bupati maju sebagai melalui jalur independen, hal ini terlihat ketika dukungan datang dari luar parpol, yg notabene harus jauh dari politik praktis.
Kita tidak tahu, apakah dukungan bertahan atau dukungan mundur ini murni, karena tidak memiliki alat ukur yg jelas. Elemen sipil yang selama ini mengktitik kebijakan, malah nimbrung pada dinamika politik Bener Meriah. Akhirnya masyarakat menjadi bingung, mana yg sebenarnya sentiment politik dan mana yang sentiment perjuangan Rakyat.
Untuk sementara coba kusimpulkan, menjadi kepala Daerah harus kuat, tidak mudah curhat, dan rangkul semua pihak. Jgn membawa pandangan sendiri menjadi benar, seolah masukan dari orang lain menjadi mangsa. Pelajaran penting dari pristiwa juga iadalah jebakan ini bukan hanya untuk parpol, tapi juga untuk elemen sipil yang menggaungkan diri independen.
*Politisi PDIP Bener Meriah