Kamis, 01 Desember 2022, Masyarakat dari 5 (lima) desa kembali mendatangi kantor DPRK Aceh Tengah, untuk menyampaikan tuntutan serta kebohongan yang dilakukan oleh pihak PT.PLN Persero terkait dengan pembebasan lahan PLTA Peusanagan I dan II.
Harjuliska , selaku koordinator menyampaikan , bahwa tujuan masyarakat hari ini mendatangi lembaga tersebut guna menyampaikan beberapa hal penting yang menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PLN , yaitu mengenai Berita Acara Kesepakatan secara bersama antara pihak PLN, Forkopimda dan Keterwakilan masyarakat yang ditanda tangani secara bersama sama pada aksi di kantor PLN Wih Pesam Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah tertanggal 13 September 2022 yang lalu.
Dalam berita acara kesepakatan tersebut ada 4 point penting yang kita sepakati , yang mana salah satu point yang paling pentingnya adalah , untuk proses pengukuran tapal batas lahan masyarakat dilakukan paling cepat selama 45 dan selambat lambatnya 60 hari kalender, dan pada saat itu melalui musyawarah bersama, pihak PLN meminta untuk dapat memulai pembangunan jembatan di desa Sanehen Kecamatan Silih Nara, dengan dalih lahan masyarakat yang terdampak pembangunan jembatan tersebut akan dilakukan proses pengukuran tapal batasnya terlebih dahulu, agar nantinya ketika bangunan jembatan tersebut sudah dikerjakan maka lahan masyarakat ini sudah kita dapati hasilnya untuk kemudian dibuktikan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Pertanahan, namun hingga hari ini sudah tertanggal 01 Desember 2022 hal tersebut tidak dilakukan , bahkan hasil pengukuran tapal batas tersebut belum disampaikan kepada masyarakat pemilik lahan di area PLTA dari lima desa tersebut.
Tentu sebagai masayarakat yang sudah berpuluh tahun menunggu janji janji yang selalu diberikan , mereka merasa sangat-sangat kesal dan marah dengan prilaku PLN, sebab ini bukan lagi kali pertama pihak PLN melakukan pembohongan kepada masyarakat di lima desa tersebut, terlebih proses penyelesaian sengketa lahan masyarakat ini sudah berproses kurang lebih dua tahun yang lalu, hal ini cukup menguras tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang kami keluarkan sebagai pemilik lahan, ada juga hal hal penting yang harusnya kami urusi karena harus selalu berkoordinasi setiap harinya dengan pihak Forkopimda.
Bahkahkan pimpinan PLN juga bergonta ganti, stackholder di kabupaten Aceh Tengah ini juga terus berganti, namun hingga hari ini belum ada jawaban pasti dari pihak PLN sendiri, maka kami masyarakat dari lima desa tersebut menyatakan mosi tidak percaya kepada PT.PLN Persero Peusangan I dan II dengan bentuk menghentikan Kegiatan sementara waktu terhadap pembangunan jembatan sampai nanti ada jawaban pasti kepada kami selaku pemilik lahan dari lima desa tersebut, dan Alhamdulillah pemberhentian hal tersebut sudah kita lakukan secara bersama sama dengan seluruh pemilik lahan setelah kita beranjak pulang dari Lembaga DPRK Aceh Tengah Tadinya dengan catatan bahwa masyarakat tidak berniat menghambat proyek pembangunan strategis nasional yang sedang berjalan , tetapi akibat tidak adanya jawaban yang bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak PLN di atas lahan masyarakat tersebut .
Harjuliska juga menyampaikan , dengan kita lakukannya aksi tersebut maka PLN tidak merasa sepele dengan persoalan yang ada, jangan juga seolah olah masyarakat ini yang berkeinginan menjual tanah kepada mereka , dalam hal ini yang butuh lahan itu kan PT.PLN Persero , bukan masayarakat, jadi kalau memang PLN masih butuh terhadap lahan tersebut silahkan ditindak lanjuti, jikapun memang tidak dibutuhkan maka PLN secara resmi menyampaikan hal tersebut kepada kami secara surat , agar kami selaku masyarakat pemilik lahan dapat kembali menggunakan lahan kami tersebut untuk digarap seperti sedia kala
Dan hasil pertemuan kami dengan Tim Pansus bahwa akan ada pertemuan secara audiensi pada hari Senin sekaligus dengan Forkimda di Ruang sidang DPRK Aceh Tengah , tutup Harjuliska. (*)
Comments are closed.