Kesiapan Guru Sekolah Dasar Negeri Takengon Dalam Pengimplementasian Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Oleh Dr. Darul Aman, M. Pd*

 

Abstarct: The present study aimed at investigating the readnessof the public primary teachers at Takengon in implementing the competency based teaching (CBT) approach. More specific, this study examines: 1) the teachers’ knowledge and understanding of CBT; 2) the teacher’s ability in implementing the CBT; 3) the teachers’ believe in the CBT to improve students’ achievement and teachers’ desire in implementing the CBT; 4) the training was given to the teachers about the CBT; and 5) the support given by the principles in implementing the CBT.  the population of this study were public primary civil servant teachers in Takengon. The total numbers of population were 379 teachers. The sample taken by using cluster ramdom sampling. There were 150 teachers from 20 elementary schools. Data collected by using questionnaires and anayized through percentage. The result showed that generally, public primary teachers have not had better understanding of CBT, ability in implementing CBT, and believe in CBT to improve student’s performance moreover. Most of teachers felt that they did not receive proper training and did not get any support from the principles before and during implementation of CBT. Although most of teachers have not had better understanding and ability of and belive in CBT, however they have desire to implement the CBT.

Kata Kunci: kesiapan guru, implemenatsi, pembelajaran dan kompetensi.

 

PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), telah mengubah kembali kurikulum yang telah ditetapkan di sekolah (Depdiknas, 2002 dan 2005; dan Mulyasa, 2005a dan 2005b). kurikulum Nasional yang baru ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah pada

pendekatannya. Kurikulum ini menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (selanjutnya disingkat dengan PBK). Dengan adanya pembaruan ini berarti ada perubahan pera, keterampilan, pengetahuan, pemahaman dan sikap guru, serta perubahan dalam strategi dan metode dalam pembelajara.

Pertanyaan yang sangat mendasar dan penting sehubungan dengan perubahan kurikulum ini adalah sebagai berikut: Apakah pembaruan ini akan benar-benar membawa perubahan dalam proses pembelajaran di sekolah? Dapatkah sekolah benar-benar mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan dengan kurikulum baru tersebut?

Setelah memasuki beberapa tahun pengimplemntasian Pembelajaran yang Berbasis Kompetensi (PBK) di sekolah-sekolah di kota Takengon, dilanjutkan kembali dengan pengimplementasian pembelajaran dengan kurikulum Baru yaitu Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan 2006. Antara Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) dengan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) justru tidak jauh berbeda sama sekali. Dengan demikian, dalam pengimplementasian pembelajaran tidak mengalami kesulitan yang berarti. Namun, terkesan bahwa pembaruan tersebut belum terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari keluhan guru-guru Sekolah Dasar dan Menengah yang mengikuti kuliah pada program Starata 1 (S1) baik yang berada di UT maupun yang sedang berada di STAI Gajah Putih Takengon tentang belum mampuannya mengimplementasikan pembaruan tersebut. Meskipun ada yang sudah merasa cukup mampu untuk melaksanakannya, namun belum memahami makna dari pembelajaran berbasis kompetensi, jawaban mereka adalah bervariasi. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesalahan dalam memahami konsep pembelajaran berbasis kompetensi tersebut. Selain itu, hasil penelitian Gera (2006) tentang kesiapan guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), menunjukkan bahwa 2,29% guru yang menyatakan siap secara pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan PBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBK belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik di Kabupaten Aceh Tengah.

Menurut Fullan dan Stiegelbauer (1991), ada tiga aspek dasar yang diperlukan dalam pengimplementasian suatu pembaruan sehingga pembaruan tersebut bisa benar-benar

membawa perubahan dan perbaikan dalam dunai pendidikan. Tanpa adanya pembaruan yang signifikan, maka tidak mungkin pendidikan di daerah ini bisa meraih kualitas yang baik sesuai dengan harapan masyarakat Aceh Tengah ke depan. Adapun aspek-aspek tersebut adalah, sebagai berikut: 1) adanya sarana baru. Sarana bisa menunjang keberhasilan guru dalam pengimplementasian pembelajaran dengan sebaik mungkin. Alasannya sangat tidak memungkin proses pembelajaran berlangsung dengan baik tanpa memiliki sarana yang baik pula) adanya penggunaan strategi dan metode belajar mengajar yang baru. Strategi pada saat ini merupakan menu yang paling ampuh untuk menciptakan suasana belajar yang baik. Seorang guru belum dikatakan professional apabila proses pembelajaran tanpa diiringi dengan berbagai strategi yang jitu. Siswa akan merasa betah mengikuti pelajaran dan terasa menyenangkan apabila disampaikan dengan strategi yang tepat, dan 3) adanya perubahan sikap dan keyakinan dari para aktor yang terlibat langsung dalam pengimplementasian pembaruan tersebut. Pendidik dari hari ke hari akan semakin berpengalaman dalam soal pembelajaran dan juga akan mengalami perubahan sikap kea rah yang baik dalam merubah pola pembelajaran. Tujuannya adalah membawa anak didik ke arah pengembangan keterampilan hidup. Skill anak didik menjadi berguna terhadap masa depan anak dalam menempuh hidup di dalam masyarakat.

Guru adalah pelaku utama dalam proses pengimplementasian pembaruan pembelajaran. Jadi, untuk mengimplementasikan pembaruan tersebut. Selain itu, perlu adanya pemahaman dan keyakinan guru akan maksud dan tujuan yang mendasari pembaruan dalam proses pembelajarantersebut. Selain itu, perlu perubahan tingkah laku guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas., yaitu perubahan strategi, materi baru, metode, dan kegiatan, yang sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang berbasis kompetensi. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya pengimplementasian suatu pembaruan di sekolah adalah sangat tergantung kepada cara guru memainkan perannya.

Jika guru tidak melakukan perubahan dalam proses pembelajaran, maka perubahan itu tidak akan pernah terjadi jika guru tahu apa, dan bagaimana, serta punya keinginan untuk melaksanakan perubahan itu. Fullan dan Stiegelbauer (1991), dan Rosenholz (1989) mengatakan bahwa masalah dalam pengimplementasian pembaruan muncul dari guru-guru

yang tidak memahami pembaruan tersebut, dan tidak tahu bagaimana cara menerapkannya. Lebih lanjut, Van Den Akker (1988) melaporkan adanya beberapa masalah yang ditemukannya dalam pengimplemntasian pembaruan, yaitu: 1) adanya kesulitan besar dari guru untuk mengubah peranannya dalam proses pemebelajaran sehingga guru hanya dapat kembali pada hal-hal yang biasa dilakukannya. Guru masih berfikir dengan implementasi pola lama yaitu dengan menggunakan pendekatan langsung (direct method) karena dengan metode ini sangat mudah untuk menyajikan pelajaran kepada siswa, akan tetapi efeknya adalah siswa kebanyakan menjadi pasif ,  2) kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan guru akan materi yang diajarkannya dan metode yang digunakan, 3) banyaknya waktu yang digunakan untuk melaksanakan persiapan mengajar, dan 4) adanya pandangan yang kurang jelas, dan adanya perasaan bahwa perubahan yang dilakukan hanya akan membawa sedikit pengaruh pada peserta didik.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) sebagai sebuah pembaruan pendekatan pembelajaran yang perlu diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Berkaitan dengan hasil tersebut, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang apa dan bagaimana Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) tersebut. Pengetahuan dan pemahaman secara menyeluruh tentang PBK ini sangat penting agar guru tahu dengan jelas hal yang menjadi tuntutan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), sehingga guru tahu tindakan yang harus dilakukannya. Jadi, sebelum pembaruan ini diimplementasikan, Fullan dan Stiegelbauer (1991) menyatakan bahwa guru harus diberi kesempatan untuk menyerap dan menginterpretasikan konsep-konsep yang ada dalam pembaruan tersebut sehingga mereka bisa memahami dengan jelas maknaya.

Lebih lanjut Amstrong (1989) menyatakan bahwa pengimplemnetasian secara baik dari suatu pembaruan tidak akan mungkin terjadi kecuali orang-orang yang akan melaksanakan pembaruan itu. dalam hal ini adalah guru diberi kesempatan untuk belajar dan memahami tanggung jawabnya dan peranan yang harus dimainkannya. Selain itu, guru harus mempunyai kemampuan dan keterampilan melaksanakan pembaruan tersebut, yaitu mampu membuat perencanaan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), melaksanakan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK)m menilai Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), serta yakin bahwa Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dapat membawa perubahan terhadap hasil belajar anak didik.

Pengetahuan pemahaman, dan keterampilan yang dimilki guru tidak akan berarti apabila guru tidak memiliki kemamuan untuk melaksanakannya. Jadi, hal selanjutnya yang harus dimilki guru adalah kemauan untuk melaksanakan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) di kelas. Kemauan adalah modal yang paling penting dalam melaksanakan segala jenis kegiatan, karena kemauanlah yang membuat segalanya menjadi mungkin. Tanpa adanya kemauan maka akan sulit bagi guru untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan itu dalam kegiatan belajar. Dengan demikian, pembaruan akan terjadi bilamana guru memiliki kemauan kerasa untuk melaksanakan pembaruan tersebut secara seksama.

Menurut Muncey & MacQuillan (1996), dan Fullan&Stiegelbauer (1991), kemauan guru ini akan semakin tumbuh dan berkembang jika guru yakin bahwa pembaruan yang dilakukannya akan membawa perubahan dan kepala sekolah mau memberikan dukungan yang terus menerus kepada guru baik yang sudah melaksnakan pembaruan maupun yang belum. Dukungan ini termasuk memberikan bantuan secara individual, penyediaan sarana prasarana yang diperlukan, dan juga dukungan moral.

Berdasarkan gambaran di atas, bahwa implementasi Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) baru akan benar-benar terjadi jika guru-guru sudah siap untuk melaksnakannya. Guru akan memiliki kesiapan jika mereka tahu dan paham betul tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dan tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) itu dan sekaligus mau melaksankannya dengan benar. Dengan cara ini benar bahwa Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) akan membawa angin segar dalam dunia pendidikan bagi Sekolah Dasar di Kabupaten Aceh Tengah. Artinya, kualitas pendidikan di tempat ini akan lebih maju dari yang sebelumnya. Agar guru bisa benar-benar memahami tentang pembaruan tersebut, memiliki sikap-sikap positif, serta tahu dan trampil dalam melaksanakannya, mereka perlu memperoleh kesempatan pelatihan/penataran sebelum dan setelah masa proses pengimplementasiannya.menurut Horsley dan Herget (1985), guru membutuhkan pengalaman langsung dengan materi ajar yang ada, strategi, metode baru, mereka perlu mendapatkan kesempatan untuk memperraktikkannya, mengalami kegagalan dalam praktik, dan memperoleh bantuan untuk memperbaikinya.

Latihan-latihan yang dilakukan guru adalah cara yang paling baik agar kurikulum baru benar-benar dilaksanakan di kelas, sehingga dapat membawa perubahan dalam pelaksanaan pembelajaran dalam semua mata pelajaran (Darul Aman, 2009). Pembaruan itu menjadi target setiap guru karena menginginkan peningkatan kualitas terutama bagi guru itu sendiri maupun kualitas anak didik sehingga bisa bermanfaat dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat luas.

Berdasarkan kenyataan tersebut, penelitian ini dirancang untuk mengungkap kesiapan guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Takengon Kabupaten Aceh Tengah dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK). Selain itu, penelitian ini juga akan mengungkap apakah guru-guru sudah mendapatkan pelatihan sebelum dan semasa proses pengimplementasian Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK); dan apakah ada dukungan dari kepala sekolah dalam pengimplementasian Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK). Pemilihan guru Sekolah Dasar sebagai obyek penelitian disebabkan dua hal penting, sebagai berikut: 1) proses pembelajaran di Sekolah dasar menuntut suatu kemampuan atau keterampilan tertentu dari guru, 2) proses pembelajaran pada sekolah dasar adalah sangat penting dan startegis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Keberhasilan dan kegagalan anak dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah dasar akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan proses pembelajaran selanjutnya dan menjadi sebuah evaluasi penting untuk merevisi kembali kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Yang lebih spesifik lagi, pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1) bagimana kesiapan guru Sekolah Dasar Negeri Takengon dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dilihat dari pengetahuannya tentang PBK?, 2) bagaimanakah kesiapan guru Sekolah Dasar Negeri Takengon dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dilihat dari pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan PBK?, 3) bagaimanakah kesiapan guru Sekolah Dasar negeri Takengon mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dilihat dari segi sikap, yaitu keyakinan guru terhadap PBK dan

kemampuan mereka melaksanakannya?, 4) apakah guru mendapatkan pembinaan yang memadai tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), sebelum dan selama proses implementasi PBK?, dan 5) adakah dukungan yang diberikan kepala sekolah terhadap guru dalam pengimplementasian Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK)?

METODE

Penelitian ini adalah penelitaian deskrip-tif,yaitu mengungankap kesiapan guru sekolah dasar negeri Takengon Aceh Tengah dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis kompetensi (PBK).populasi penelitian ini adalah seluruh guru kelas PNS SDN Takengon Aceh Tengah yang berjumlah 2148 orang,yang menyebar di 358 sekolah (Dinas pendidikan Takengon Aceh Tengah,2006).mengingat jujmlah populasi yang cukup besar,penelitian ini mengunakan sample sebesar 222 orang (±10% dari jumlah populasi)yang diambil dari tiga kecamatan,yaitu Kecamatan Pegasing, (sedikit lebih dekat dengan Kota takengon), Kecamatan Silih Nara (lebih jauh dari Kota Takengon),dan Kecamatan Jagong Jeget (di pinggiran kota) dan penyebar pada 7 sekolah inti,dan 30 sekolah inbas.masing-masing sekolah diwakili 6 orang guru kelas,yaitu kelas I-VI.sampel ini diambil dengan menggunakan tehnik clustered proportional random sampling.

Jenis data penelitaian ini adalah data kuantitatif yang dikumpulkan dari sumber datanya.data di kumpul pada bulan Mei 2006.sumber data adalah guru kelas yang berstatus PNS yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri Takengon Aceh Tengah (Kecamatan Pegasing, Kecamatan Silih Nara dan Kecamatan Jagong Jeget) yang terpilih sebagai sampel penelitian.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket yang sifatnya tertutup. Angket ini di susun berdasarkan indikator kompetensi guru yang terkait dengan implementasi PBK dan berpedoman pada pada cara penyusunan butir angket yang baik.Alternatif jawaban yang diberikan masing-masing aspek yang di ukur berbeda-beda.Data yang terkumpul di analisis dengan perhitungan persentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kesiapan guru SDN Takengon Aceh Tengah dalam mengimplementasikan PBK dilihat dari pengetahuan pemahamanya tentang PBK.

Pengetahuan/pemahaman guru tentang PBK ini diukur berdasarkan pendapat guru sendiri yang menyangkut tiga aspek,yaitu pengetahuan atau pemahaman guru tentang peranan/pengenbanngan,pelaksanaan dan penilaian PBK.kriteria yang digunakan adalah sudah benar-benar tahu/paham,kurang tahu/paham,dan belum tahu/paham.hasil pengolahan data menunjukkan hannya 6.05% responden menyatakan bahwa mereka sudah bener-benar tahu atau paham tentanng PBK,74,60% menyatakan kurang tahu atau paham ,dan 19,34% menyatakan belum tahu atau paham tentang PBK.temuan ini mengindikasikan bahwa masih banyak atau mayoritas  guru-guru di Takengon Aceh Tengah tidak dan atau belum begitu siap melaksanakan PBK,karena masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka dalam merencanakan,melaksanakan dan  menilai proses PBK.

Analisis perkecamatan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang cukup berarti.mayoritas guru-guru (17,7% – 77,06 %) menyatakan masih kurang pengetahuan atau pemahaman dalam merencanakan,melaksanakan,dan menilai pembelajaran yang berbasis kompetensi.Demikian juga analisis pada sekolah inti dan imbas,tidak ada pebedaan yang cukup berarti antara keduanya.

2. Kesiapan guru SDN Takengon Aceh Tengah dalam mengimplementasikan PBK dilihat dari kemampuanya melaksanakan pembelajaran berbasis kopetensi.

Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi ini di ukur melalui pendapat guru sendiri tentang kemampuannya dalam mengenbanngkan,malaksanakan,dan menilai hasil pembelajaranberbasis kompetensi.Kriteria yang digunakan adalah benar-benar mampu,kurang mampu,dan belum mampu.Hasil pengolahan data menunjukkan hanya 6,53% responden yang mengatakan sudah benar-benar mampu melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi;74,44% menyatakan masih kurang mampu,dan 19,03% belum mampu.temuan ini mengindikasikan bahwa mayoritas guru-guru SDN di Takengon Aceh Tengah belum dan atau kurang mampu mengembangkan perencanaan,melaksanakan,dan menilai hasil pembelajaran berbasis kompetensi.

Analisis perkecamatan dan persekolahan inti dan imbas tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang berarti antara kecamatan satu dengan kecamatan yang lain,dan antara sekolah inti dan imbas.mayoritas guru-guru di masing-masing kecamatan,dan di masing-masing sekolah inti dan imbas belum begitu mampu mengembangkan perencanaan,melaksanaka,dan menilai hasil pembelajaran yang berbasis kompetensi.

3.  Sikap guru SDN Takengon Aceh Tengah terhadap kurikulum berbasis kompetensi

Dalam mengukur sikap guru,ada dua aspek yang di ukur yaitu keyakinan guru tentanng PBK dalam meningkatkan kualitas  pendidikan dan kemauan guru untuk melaksanakan pembelajaran yang berbasis kompetensi.untuk mengukur keyakinan,kriteria yang digunakan adalah benar-benar yakin,kurang yakin,dan tidak yakin.Untuk mengukur kemauan,criteria yang digunakan adalah “ya” dan “tidak”.hasil pengolahan datanya adalah sebagai berikut.

a.  Keyakinan guru terhadap PBK dalam meningkatkan kualitas pendidikan .

Hasil pengelolahan data tentang keyakinan responden terhadap PBK dalam meningkatkan kualiatas pendidikan diproleh 72.36%  responden yang merasa kurang yakin,dan 19.13% merasa tidak yakin bahwa PBK dapat meningkatkan kualitas pendidikan;dan merasa yakin PBK dapat meningkatkan kualitas pendidikan hanya 8,51%.Temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas guru-guru SDN di Takengon Aceh Tengah kurang dan atau  tidak yakin bahwa Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dapat meningkatkan kkualitas pendidikan.

Analisis perkecamatan, tidak terlihat adanya perbedaan persentase yang berarti tentang keyakinan guru terhadap Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK)  di masing-masing kecamatan.keyakinan guru terhadap PBK di masing-masing kecamatan relative sama,yaitu mayoritas merasa kurang yakin bahwa PBK dapat meningkatkan kualitas pendidikan.Demikian juga analisis persekolah inti dan imbas,secara umum tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti.

b. Kemampuan guru SDN Takengon Aceh Tengah melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi.

Hasil pengolahan data tentang kemauan responden melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi menunjukkan ada 80,42% responden di sekolah yang dijadikan sampel menyatakan bahwa mereka mau melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi.Dari temuan ini dapat diartikan bahwa sebagian besar guru-guru di Takengon Aceh Tengah mau melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi.

Analisis persekolah inti dan imbas memperlihatkan tidak ada perbedaan persentase yang signifikan,bahkan bisa dikatakan persentase responden di ssekolah inti dan imbas yang m enyatakan mau melaksanakan pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah sama,dengan persentase masing-masing 80,1% dan 80,73%.hasil analisis perkecamatan juga menunjukkan tidak adanya perbedaan persentase yang signifikan antara renponden di masing-masing kecamatan.mayoritas mereka (77.78% sampai 81.94%) mengatakan mau melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi.

4. pembinaan/pelatihan yang diproleh guru sebelum proses implementasi PBK

Pembinaan/pelatiahan yang diperoleh  guru sebelum proses implementasi diukur dengan menggunakan criteria sudah mendapatkan pelatihan yang memadai,kurang memadai,dan tidak memadai.Hasil pengolahan data menunjukkan hanya 8.42% responden yang menyatakan sudah mendapatkan pelatihan yang memadai  tentanng PBK sebelum mengimplementasikanya.sebagian besar dari responden (75.85%)tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dan 15,73% belum pernah mendapatkan pelatihan sama sekali sebelum penngimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK). Temuan ini menunjukkan bahwa guru-guru di Takengon Aceh Tengah umumnya tidak mendapatkan pelatihan yang memadai sebelum menginplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK).

Jijka dianalisis persekolah inti dan imbas,terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua jenis sekolah.mayoritas (81,96% sekolah inti dan 71,15% sekolah imbas)menyatakan tidak mendapatkan pelatihan yang memadai sebelum menngimplementasikan PBK.begitu juga analisis perkecamatan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.mayoritas responden di masing-masing kecamatan tersebut menyatakan tidak mendapatkan pelatihan yang memadai (berkisar antara 65,63% – 86,91%).

5. Dukungan kepala sekolah terhadap guru dalam pengimplementasan PBK

Dukungan kepala sekolah terhadap guru dalam pengimplemtasian PBK dilihat dari seberapa besarnya dorongan kepala sekolah kepada guru untuk melaksanakan PBK dan bimbingan atau bantuan yan diberikan oleh kepala sekolah jika guru-guru mengalami kesulitan atau madsalah dalam mengimplemtasian PBK.Kriteria yang digunakan sangat mendukung,kurang mendukung,dan tidak mendukung.hasil pengelolahan data menunjukkan hanya 10,65% responden yang menyatakan bahwa kepala sekolah sangat mendukung mereka dalam melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi.mayoritas reponden (77,45%) menyatakan bahwa kepala sekolah kurang memberikan dukungan kepada guru-guru,dan ada 11,89% responden yang menyatakan kepala sekolah tidak memberikan dukungan sama sekali.dari temuan ini dapat di artikan bahwa hanya sedikit sekali kepala sekolah di Takengon Aceh Tengah yang betul-betul memberikan dorongan kepada guru-guru untuk melaksankan pembelajaran berbasis kompetensi,dan memberikan bimbingan atau bantuan kepada guru-guru jika mereka mengalami kesulitan atau masalah dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK).

Analisis persekkolahan inti dan imbas, secara umum menunjukan tidak ada berdebaan yang berarti, hanya sedikitnya sekali (8, 99% dan 12, 32%)guru yang menyatakan kalau kepala sekolah memberikan dukungan kepada guru-guru dalam pengimplementasian PBK.demikian juga jika dilihat perkecamatan tidak ada perbedaan yang berarti.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hanya sedikit sekali (6, 09%) guru Sekolah Dasar Negeri di Takengon Aceh Tengah yang menyatakan bahwa mereka sudah benar-benar tahu dan paham tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), sebagian besar (74,60%) mereka menyatakan kurang pengetahuan dan pemahamannya tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), dan 19, 34% menyatakan belum tahu atau belum paham sama sekali tentang PBK. Temuan ini mengidentifikasikan bahwa guru-guru Sekolah Dasar Negeri Takengon pada umumnya belum siap melaksanakan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) karena pengetahuan dan pemahaman mereka dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran yang berbasis kompetensi masih kurang.

Dilihat dari kemampuan guru mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) juga bisa dikatakan belum siap. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang menyatakan kalau mereka belum mampu mengembangkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran (74, 44%) bahkan lebih dari itu menyatakan kalau mereka belum mampu (19, 04%).

Kurangnya pengetahuan, pemahamanguru SDN di Takengon tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) disebabkan karena kurangnya pelatihan yang memadai yang diberikan kepada guru tersebut tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK). Melalui penelitian hanya ditemukan 8, 42% guru menyatakan sudah mendapatkan pelatihan pengetahuan tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), selebihnya 75, 85% yang mendapatkan pelatihan kurang memadai, dan 15, 74% tidak mendapatkan pelatihan memadai. Pelatihan yang mereka peoleh pada umumnya hanya dari guru yang sudah lama mengajar berdasarkan pengalaman yang ada.

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat Fullan dan Stiegelbauer (1991), hasil penelitian ini memeberikan satu harapan yang cukup menjanjikan yang bisa dijadikan modal dasar bagi para pengelola pendidikan di Takengon Aceh Tengah untuk keberhasilan pengeimplementasian pembaruan. Paling tidak, yang menjadi modal dasar bagi guru-guru Sekolah dasar di Takengon dalam mengimplemntasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) adalah kemauan untuk melaksanakannya dengan gigih dan diikuti oleh kemampuan.

Hal yang menarik lainnya yang ditemukan dalam penelitian adalah tidak adanya perbedaan persentase yang berarti antara guru-guru Sekolah Dasar di Kecamatan Kota Takengon dan dalam lingkungan kelompok sosial ekonomi menegah ke atas, yaitu kecamatan Kota dengan guru-guru Sekolah Dasar yang mengajar di daerah terpencil seperti di  kecamatan Jagong Jeget, Kecamatan Linge, Kecamatan Celala, Kecamatan Rusip Antara dan Kecamatan Ketol.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) guru-guru SDN Takengon pada umumnya belum siap mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) baik dilihat dari segi pengetahuan dan pemahaman guru tentang PBK dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar, 2) guru-guru SDN Takengon umumnya tidak mendapatkan pelatihan yang memadai tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) sebelum mereka dituntut untuk mengimplementasikannya, 3) meskipun pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan dan keterampilan guru-guru SDN Takengon belum memadai, namun mayoritas mereka mau melaksanakan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, 4) tidak terdapat perbedaan persentase yang berarti antara guru-guru SDN yang mengajar di Kecamatan Kota Takengon dengan guru-guru yang mengajar di kecamatan yang lebih jauh terpencil seperti di Kecamatan Jagong Jeget, baik dari segi pengetahuan, pemahaman dan kemampuan guru dalam mengimplemntasikan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK), 5) meskipun pembaruan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan berbasis kompetensi yang diimplemntasikan di SDN Takengon sudah diprogramkan beberapa tahun yang lalu, namun pembearuan tersebut belum dapat diimplementasikan sepenuhnya, atau belum bisa membawa pembaruan dalam praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas.

SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1) diharapkan kepada Bupati Kabupaten Aceh Tengah via Departemen Pendidikan Nasional untuk membuat kebijakan tentang pendanaan bagi pengembangan pemahaman guru tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) dan kemampuan mereka untuk mengimplementasikannya, 2) diharapkan kepada kepala sekolah SDN Takengon agar mau memberikan dukungan kepada guru-guru dengan cara memberikan fasilitasuntuk terlaksananya KKG, sehingga guru-guru dapat melaksanakan kegiatan KKG tersebut dengan aman, tenteram dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kota khususnya dan di Kabupaten Aceh Tengah umumnya.

RUJUKAN

Amstrong, D.G. 1989. Developing and Decumenting the Curriculum. NSW: Allen & Unwin. Hal.221.

Darul Aman, 2009. Pengaruh CIPP terhadap Peningkatan Proses Pembelajaran Bahasa Inggris. hal. 14. Padang: Universitas Negeri Padang..

Depdiknas. 2002. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum.

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah republic Indonesia (PPRI) No 19  tanggal 16 Mei 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Dinas Pendidikan Aceh tengah, 2007. Data Tentang Sekolah di Takengon, Dekumen Tidak diterbitkan. Hal. 15.

Fullan, M.G.& Stiegelbauer,S. 1991. The New Meaning of Educational Change. 2nd.ed. London: Cassel Educational Limited.

Gera, L.L. 2006. Kesiapan Guru dalam Mengimplemntasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Dasar Negeri di Kota Jambi, Skripsi. Hal 37.

Horsley, S.L & Hergert, L.F. 1985. An Action Guide to School Improvement. Association

For Suvervision and Curriculum Development and the Network.

Mulyasa, Enco. 2005a. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bnadung: Remaja Rosda-Karya. Hal. 109.

Muncey, D.E & Mcquillen, P.J. 1996. Reform and Resistence in School and Classroom. London: Yale University press. Hal. 102

Perkins, D.N. 1991. Educating for Insight. Educational Leadership.  Vol 47, No 2 pp 4-6.

Rosenholz, S.J. 1998.  Teachers’ Workplace: The social Organization of School. New York: Longman.

Van den Akker., J.J. 1998. The Teacher as Learner in Curriculum Implementation. Journal of Curriculum Studies. Vol. 20. No. 1. Pp 47-55.

—————————-

*Guru SMAN 1 Takengon dan Dosen Bahasa Inggris STAI GP Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.