Takengon | Lintas Gayo – Lagi, Gayo kembali terasa terisolir. Kali ini kobong (kecolongan) dibidang seni budaya yakni di ajang Bambu Nusantara World Musik Festival yang digelar untuk kelima kalinya oleh Kementrian Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia di Bandung 1-2 Oktober 2011 lalu. Dari Gayo tidak ada delegasi sebagai peserta.
“Sial, kita kobong akibat terisolir dibidang informasi, padahal yang selenggarakan adalah lembaga negara. Masa iya tidak ada informasi ke pihak terkait di Provinsi Aceh dan di level Kabupaten di Gayo,” kata Fikar W Eda, penyair nasional asal Gayo, Senin (3/10/2011).
Padahal menurut Fikar, musik dengan alat bambu sangat spesifik di Gayo seperti Teganing, Suling Gayo dan Gerantung. “Kenapa kita tidak ikut ditengah semangat kebangkitan pencarian dan pengenalan identitas Gayo yang menggebu-gebu saat ini,” keluh Fikar yang sudah dua kali menjadi salah seorang pengisi acara “Inilah Gayo” di Aceh Tengah. Dari nada bicaranya dia sangat menyesalkan kobongnya peserta dari Gayo di even seni budaya tersebut.
Dia berharap, kedepan pihak terkait harus lebih peka terhadap momen-momen penting seperti itu. “Sudah sering kali Gayo itu kecolongan dalam banyak hal, seperti urusan kopi, lut tawar dan lain-lain. Jadi pihak berkompeten jangan tidur,” pinta penyair ini.
Secara terpisah, Yusrizal, pimpinan sanggar Oloh Guel yang beralamat di Pendere Saril juga sangat kesal baru tau ada festival musik bambu dengan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia tersebut. “Jika kita ikut, saya yakin akan menjadi penilaian sendiri atau kejutan bagi pengamat dan pelaku musik tradisi di Indonesia bahkan dunia. Karena sejauh ini mereka hanya kenal angklung dan lain-lain. Teganing Gayo harus dikenalkan kedunia,” seru Yus.
Senada dengan Fikar, kedepannya dia berharap agar Urang Gayo jangan lale, terutama pihak pemerintah yang terkait. “Kami pelaku seni siap mengangkat citra Gayo yang tentu atas dukungan pemerintah,” harap Yus.
Seperti diberitakan di sejumlah situs berita, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) kembali menggelar Bambu Nusantara World Musik Festival di Sasana Budaya Ganesha Bandung, Jawa Barat pada 1-2 Oktober 2011. Festival yang tahun ini untuk kali kelima itu akan menampilkan kelompok muda berbakat di bidang musik bambu, sebagai generasi penerus kalangan senior yang sudah masuk ke ranah internasional.
Ada 17 grup musik bambu kontemporer di antaranya Sawung Jabo, Dwiki Dharmawan, Balawan & Gamelan Maestro Project, Wallaki (Australia, Chili, dan Indonesia), Rafli Wa Saja, Samba Sunda, serta Europe in De Tropen, dan 15 kelompok indigenous di antaranya Melodi Manis, Sora Awi & Anggrek (Japan), Angklung SMAN 2, SMAN 8, SMAN 44, SMPN 2, Komunitas Hong, serta wakil Provinsi; Jateng, Jambi, Jatim, Kalteng, dan Banten.
Perhelatan Bambu Nusantara World Musik Festival juga dimeriahkan dengan kegiatan workshop tentang Biola Bambu Abah Dasep, wayang bambu, angklung TRA-digi, hasil desain produk Itenas, karya seni bambu dari Fakultas Seni Rupa & Desain Institut Teknologi Bandung, serta pameran (exhibition), seminar, merchandise, live streaming, culinary, dan eco fashion dengan menampilkan karya seni bambu dari Bengkel Kostum STSI Bandung.(Windjanur)