Rajab Bahry menyebutkan, penyusunan kamus Bahasa Gayo dilakukan untuk melestarikan bahasa Gayo Lues. Sesuai kebijakan nasional, bahwa semua bahasa daerah yang masih digunakan secara terus menerus, harus merupakan kepunyaan nagara yang wajib di lestarikan.
Dosen Bahasa Indonesia pada FKIP Unsyah, kelahiran Blangkejeren tahun 1955 lalu ini menyebutkan, sebagai pendidik dalam bidang bahasa, dirinya merasa ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian bahasa Gayo.
Sehingga tidak hilang di telan jaman, yang terus mengalami kemajuan baik di bidang komunikasi maupun informasi secara global. “Melestarikan bahasa daerah merupakan tugas Negara yang harus kita lakukan,” ujarnya. Dosen FKIP yang saat ini tinggal di Jawa Barat mengatakan, kamus bahasa Gayo belum lengkap dan kamus apa saja belum pernah lengkap, karena satu bahasa akan terus berkembang mengikuti kemajuan daerah.
Bapak tiga anak ini menyebutkan, kata-kata yang sudah ada di dalam bahasa Gayo dilestarikan dan yang belum ada di kembangkan
“Perubahan peradaban tidak perlu ditakuti. Peminjaman kata-kata dari bahasa lain tidak perlu dikuatirkan, namun bahasa yang sudah ada tidak perlu dipinjamkan,” ujarnya. (yud | Rakyat Aceh)
Jurusen sana si ara i universitas ni , ngukke kami kune sahen pelen dosen ne , apakah nge ara ke iterbiten sejarah tentang berdirie universitas te ni . Berezen boh sudere.