Banda Aceh | Lintas Gayo – Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Aceh meluncurkan novel pertama Nabila Ulamy Alya`, gadis belia asli Gayo yang menjadi penulis termuda Aceh versi FLP, Sabtu (29/10/2011) lalu di Gedung Sosial Banda Aceh, bertepatan dengan perhelatan Pesta Buku Aceh 2011.
Kali ini novel Nabila berjudul The Happy Party, diterbitkan oleh Dar!Mizan, Bandung, Juni 2011 lalu dan beredar di seluruh Indonesia. Launching ini dihadiri puluhan peserta, terdiri dari orang tua, guru, mahasiswa, dan pelajar.
Mengawali acara, moderator membacakan testimoni Cut Januarita dari FLP yang tidak sempat hadir. Cut Januarita mengatakan, ia mulai membaca tulisan-tulisan Nabila dalam bentuk sejenis makalah, waktu masih di SD yang ia terima dari gurunya di SDIT Nurul Ishlah Banda Aceh.
Berikut pendapat penulis yang juga sebagai guru MAN Model Banda Aceh ini dan penulis ini :
“Nabila memang memiliki skill menulis yang baik. Meski ada beberapa EYD yang masih salah. Tapi secara keseluruhan, dia sudah paham bagaimana mengungkapkan apa yang ingin ia katakan. Ia kemudian bertemu dan mengenal Nabila ketika FLP Aceh mengadakan kelas menulis intensif bagi anggota baru. Nabila adalah satu dari sekian peserta kelas menulis ini. Dia bahkan jadi anggota termuda, satu-satunya siswa SD…,”
Orang tua Nabila meminta kesediaan saya untuk mengkritisi naskah Nabila dan merekomendasikan beberapa perbaikan sebab naskah itu diangankan dapat diterbitkan…,
Saya mulai membaca naskah Nabila, yang ternyata sudah lebih terarah, tematik, dan jauh lebih bagus. Saya menilai Nabila memiliki kemampuan merangkai peristiwa dan membangun alur cerita yang baik. Meski garapan konfliknya belum begitu matang. Ceritanya masih datar-datar saja. Tapi itu tidak mengurangi ketakjuban saya. Terutama pada poin imajinasi Nabila.
Pada tulisan I Can Fly, Nabila bukan hanya sudah mulai memunculkan konflik. Dia juga mengatur jalan cerita yang cukup berliku dan berhasil memberikan penyelesaian untuk konflik yang sudah diciptakan dalam ceritanya.
Yang saya lihat, keberhasilan Nabila tidak lepas dari dukungan dan bimbingan orang tuanya. Banyak orang tua yang menemui saya dan mengatakan bahwa, mereka tertarik menulis atau sangat ingin menumbuhkan semangat menulis pada anak-anaknya. Mereka ingin anak-anaknya menulis buku sendiri. Tapi sayang, dampingan terhadap anaknya kurang.
Nabila dan orang tuanya, selama proses mengupayakan naskah Nabila, sejak awal hingga berhasil terbit, sudah menunjukkan keseriusan. Maka tak heran sekarang tampak hasilnya.”
Nabila sendiri saat diminta memaparkan isi novelnya itu mengatakan Buku The Happy Party ini dibuatnya pada saat berada di bangku kelas 4 SD. Namun dikirim ke penerbit pada saat akan naik kelas 6 SD dan baru terbit saat sudah duduk di bangku kelas 1 Tsanawiyah.
Gadis cilik kelahiran Aceh Tengah 10 November 1999 ini menambahkan, ide novel itu ia dapatkan setelah membaca novel karya penulis cilik juga, yaitu Qurrata Aini yang berjudul The Magic Book.
“Saya pingin banget bisa kayak dia. Terus ide muncul dan barulah saya mulai menulis novel pertama saya. Ringkasannya, ada seorang anak perempuan yang suka sekali dengan masak-memasak.
Jadi, pada suatu hari dia menemukan sebuah mesin ajaib yang tenggelam di danau. Setelah diperhatikan, rupanya itu mesin penambah benda yang memiliki resep-resep kue enak. Anak perempuan itu menjadi mahir dalam memasak. Yang awalnya sering salah menaruh bumbu, kini menjadi pemasak cilik yang masakannya banyak disukai oleh teman-temannya. Sampai datang robot Twilly, pemilik mesin penambah benda itu.
“Cerita selanjutnya, silakan baca saja bukunya,” canda Nabila yang disambut dengan tawa dan tepuk tangan peserta.
Ali Abubakar, ayah Nabila, yang juga diminta mendampingi putri sulungnya itu menyatakan bahwa selama ini ia memang banyak memberikan motivasi, dukungan, dan penghargaan untuk kegiatan menulis Nabila.
“Nabila ini memang sudah suka menulis sejak kelas dua SD, lalu saya mulai membimbingnya. Hanya itu. Saya tidak berani masuk jauh ke dalam substansi tulisan-tulisan Nabila. Walaupun saya juga seorang editor, tapi di jurnal ilmiah kampus; saya tidak tahu bagaimana logika berpikir anak-anak dan bagaimana mengembangkannya. Kalau kita intervensi, tentu imaginasinya malah bisa kerdil dan mati,” jelasnya.
Dosen IAIN ini juga menambahkan, untuk mendukung Nabila, ia menghubungkannya dengan para penulis senior di FPL agar Nabila mendapat bimbingan. “Alhamdulillah, FLP menyambut baik keinginan saya dan mereka, terutama Cut Januarita, banyak membaca dan mengkritisi karya-karya Nabila sebelum dikirim ke penerbit,” jawabnya pada Lintas Gayo.
Akan Jadi Penulis Besar
Beby Haryanti Dewi, penulis beberapa novel best seller, sebagai pembahas karya gadis hitam manis ini, menyatakan bahwa saat ini sudah mulai lahir yang ditunggu-tunggu yaitu penulis-penulis cilik dari Aceh. Sekarang sudah ada tiga orang, yaitu Nabila Ulamy Alya, Muhammad Alif Aqsa, dan Sulthan Maulana. Kebetulan ketiganya hadir di acara tersebut.
Tulisan-tulisan Nabila betul-betul menunjukkan bahwa ia kelak akan menjadi penulis besar. Alur pikirnya sudah mengalir sehingga enak dibaca; imaginasi yang dikembangkan memang khas anak-anak dan cukup menarik bagi mereka.
Misalnya ketika Nabila menulis tentang mesin penambah benda milik robot Twilly yang jatuh ke dalam danau. Mesin itu berisi resep-resep makanan. Karena sudah menjaga dengan baik, dua anak penemu mesin itu diundang Twilly di rumahnya di ruang angkasa. Mereka menaiki mobil khusus dan terbang di atas Danau Tawar Sedenge. Bagian itu amat menarik dan juga lucu. Memang, karena ini adalah buku pertama Nabila dan mulai ditulis waktu kelas empat, tentu ada bagian-bagian yang kelihatannya datar-datar saja.
“Yang saya unggulkan dan sukai adalah karya Nabila kedua yaitu I Can Fly. Ceritanya sangat imaginatif, tentang sekolah menjadi peri, namanya Fairy Boarding International School di cincin planet saturnus. Kebetulan Mizan Bandung memercayakan saya mengeditnya,” puji Beby yang menjadi editor freelance Mizan ini.
Beby juga menyinggung karya Nabila berjudul Tawa Annisa yang berlatar belakang tsunami Aceh, termasuk setting liburan ke Takengon dengan danaunya yang indah. Selebihnya, Beby lebih banyak memberi motivasi bagi orang tua dan calon-calon penulis lain tentang bagaimana memulai menulis yang baik. “Menulislah apa saja yang baik. Dengan menulis kita akan abadi,” pesan penulis novel Putri Malu-Maluin Sejagat, Mayoret Jutek, dan 24 buku lainnya ini.
Di akhir acara, moderator mendaulat Nabila menyampaikan pesan-pesan kepada hadirin. Setelah melirik ayahnya dan berpikir sejenak, diawali dengan senyum khasnya dia mengatakan, menulis itu enak, karena dengan menulis kita bisa menjadi terkenal. Para ilmuan dulu menjadi terkenal juga karena tulisan-tulisannya sampai ke kita.
Sedangkan Ali Abubakar mengingatkan pada petuah Ali bin Abi Thalib: “Ilmu adalah hewan liar, karena itu ikatlah ia dengan menulis.”
Sehari sebelumnya, majalah Potret mengedarkan edisi 50 yang memuat profil Nabila. Hebatnya, foto Nabila terpampang di cover depan majalah terbitan Banda Aceh ini. Tim majalah wanita yang sudah mulai go international ini mewawancarai Nabila langsung di pesantrennya, Dayah Chik Oemar Diyan, Indra Puri, Aceh Besar. Salut untuk putri Gayo! Teruslah berkarya! (Kha A Zaghlul)