Banda Aceh | Lintas Gayo – Media online yang selama ini malang melintang menjadi partner setia situs berita Lintas Gayo pamit. Sejak Lintas Gayo dan The Atjeh Post berdiri dengan waktu yang hampir bersamaan telah sama-sama menyepakati untuk saling dukung. Berita dari Gayo dapat dibaca lebih luas setelah diposting di The Atjeh Post. Jika keputusan ini final, Lintas Gayo yang paling berduka.
Ini Saleum Redaksi “Pamit” media tersebut :
Pembaca atjehpost.com, dalam hidup, tak jarang kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Begitu juga dengan kami, pengelola atjehpost.com yang ada sedang anda baca ini. Malam ini, 12 Desember 2011, tepat pukul 00.00 dengan berat hati kami memutuskan menutup menyajikan informasi untuk anda.
Hari ini, 11 Desember 2011, setelah 10 bulan website ini hadir, pemeringkat website dunia alexa.com mencatat, atjehpost.com menduduki rangking 1.026 dari jutaan website di Indonesia. Ini adalah posisi terbaik yang pernah kami dapatkan. Masih menurut Alexa.com, atjehpost.com menduduki posisi 16 besar dari seluruh website dunia yang diakses oleh masyarakat Banda Aceh setelah Facebook, google, yahoo, twitter, detik.com, tempo.co dan lain-lain.
Masih terkenang pada hari-hari awal kami memutuskan membuat website ini sebagai bacaan alternatif bagi masyarakat Aceh di dalam dan luar negeri. Mulai online pada 22 Februari 2011, kami memulai menyajikan informasi untuk anda dengan modal semangat, tanpa kantor. Kami memakai peralatan masing-masing. Tujuan kami membuat website ini adalah menghadirkan informasi yang beragam, dari banyak sisi.
Nurlis E. Meuko yang sebelumnya adalah redaktur di TEMPO dan Kepala Liputan di VIVAnews.com, pulang kampung. Pria asal Ulee Glee yang sudah 20 tahun menjadi wartawan ini meninggalkan empat anak dan istrinya di Jakarta. Nurlis memimpin nahkoda Atjehpost.com
Di Banda Aceh, Yuswardi A. Suud, mantan wartawan TEMPO untuk wilayah liputan Aceh duduk sebagai Wakil Pemimpin Redaksi.
Di masa-masa awal, ikut bergabung sejumlah wartawan lain seperti Adi Warsidi dan Fakhrurradzie Gade dan beberapa rekan lain. Belakangan, belum tiga bulan usia website ini, rekan-rekan lain memilih mundur. Yang tinggal hanya Nurlis dan Yuswardi.
Jauhari Samalanga, seniman Aceh yang semula hanya membantu sambil lalu, akhirnya kami ‘paksa’ untuk bekerja di kantor. Tanpa digaji! Untungnya, Jauhari bersedia melakukan ‘kerja rodi’ ini.
Di awal-awal, tanpa kantor, kami mengupdate berita dari satu warung kopi ke warung kopi lain yang menyediakan fasilitas internet gratis. Pernah ada berita yang harus ditayangkan segera namun gagal ditayangkan gara-gara si pemilik warung harus segera menutup warungnya karena sudah tengah malam.
Sebulan berjalan, kami memutuskan membuat badan usaha. Lalu berdirilah CV. Atjeh Multimedia. Selain mengurusi Atjehpost.com, perusahaan ini juga punya bisnis sampingan, menerbitkan buletin/tabloid internal bagi pihak-pihak yang membutuhkan jasa penulisan.
Tak sia-sia, klien pertama kami adalah Muzakir Manaf. Ketua Partai Aceh ini ingin partainya punya sebuah tabloid sebagai sarana komunikasi antar anggota yang terserak di berbagai daerah. Hasilnya, terbitlah Tabloid Beranda. Muzakir juga menyediakan sebuah rukonya untuk dijadikan kantor Beranda. Kami juga mengerjakan website pariwisata milik Pemkot Sabang.
Sambil mengerjakan Tabloid Beranda, atjehpost.com tetap menyajikan informasi yang berimbang untuk anda. Meski numpang di kantor Beranda yang notabenenya milik Muzakir Manaf, kami punya perjanjian, atjehpost.com dan Beranda adalah dua produk yang berbeda. atjehpost.com adalah media publik yang independen, sementara Beranda adalah media internal Partai Aceh. Hasilnya, hingga kami memutuskan menutup website ini pada malam ini, belum ada sekalipun protes atau intervensi dalam bentuk lain dari Muzakir soal berita-berita yang tayang di atjehpost.com. Terima kasih, Mualem!
Dari hasil menerbitkan tabloid inilah kami punya uang untuk menggaji dua dua wartawan baru dan beberapa wartawan daerah di Lhokseumawe, Sabang, Langsa, dan Meulaboh. Untungnya, rekan-rekan di daerah adalah tipe wartawan pejuang. Tak jarang mereka terlambat menerima honor. Tapi, mereka tak pernah mengeluh. Di Lhokseumawe, misalnya, kami punya sang Pangeran yang luar biasa!
Hasilnya, atjehpost.com disambut baik banyak pihak. Kami menggali informasi dari berbagai sisi, dari banyak pihak. Bagi kami, semua pihak harus diberitakan dengan porsi yang semestinya. Tak ada satu pihak mendominasi pihak lain. Bagi kami, perbedaan adalah sesuatu yang harus disyukuri, sejauh itu masih dalam koridor yang wajar. Ayo adu pendapat, mari bersilat kata. Suasana boleh memanas, tapi hati tetap dingin. Perbedaan pendapat tidak selayaknya disikapi dengan ujung laras senjata, atau lemparan granat.
Meski kami mencoba menyajikan informasi dari berbagai sisi, namun ada saja pandangan-pandangan miring yang dialamatkan ke redaksi. Ada yang mengatakan atjehpost.com mengarah ke merah (maksudnya Partai Aceh), ada yang menyebut mendukung yang biru karena sering memberitakan Partai Demokrat yang dipimpin Mawardy Nurdin. Namun, tak sedikit pula yang menyebut atjehpost.com adalah pendukung Irwandi. Ada juga yang mengatakan kami pendukung Muhammad Nazar hanya karena sang wakil gubernur memasang iklan di sini. Oh ya, belakangan kami juga mendapat informasi ada kandidat gubernur Aceh yang mengaku atjehpos.com adalah miliknya he-he-he.
Ketika Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh diterpa tudingan membela kepentingan Irwandi Yusuf, atjehpost.com juga terkena getahnya. “atjehpost.com semakin merah saja ya. Tapi tidak apa itu adalah pilihan,” kata seorang komisioner KIP kepada awak redaksi.
Sesungguhnya, jika dicermati dengan bijak, atjehpost.com adalah dunia yang penuh warna-warni. Ada merah, biru, kuning, bahkan hijau. Kami memang tidak ingin menjadi satu warna. Lihatlah pelangi yang tersusun dari beragam warna. Ya, kami ingin menjadi seperti pelangi yang berwarna-warni kala rinai hujan turun. Lihatlah, betapa indah bukan?
Kami juga membuka ruang komentar di bawah setiap berita dengan tujuan terjalin komunikasi antara pembaca, atau pembaca dengan pengelola website ini. Terkadang miris juga membaca yang muncul adalah saling menghujat satu sama lain. Saling menjatuhkan. Tidak semua memang, ada juga yang berdiskusi dengan sehat dan memberi pendapatnya dengan gaya yang elegan. Bagi kami, perbedaan adalah rahmat.
Pembaca, keputusan menutup website ini kami putuskan dengan hati yang berat. Kami memulai ini dengan semangat jurnalistik yang kuat. Kami tidak ingin hanya sekedar meramaikan media yang sudah ada. Namun, lebih dari itu, kami tidak ingin menjadi yang biasa-biasa saja. Kami ingin, ketika anda membuka situs ini, anda menemukan sesuatu yang tidak anda temukan di media lain.
Itu sebabnya, di atjehpost.com kami tidak mengenal waktu. Kerja-kerja jurnalistik memang tidak pernah mengenal tutup pintu. Ada rasa ingin tahu yang tak ada putus-putusnya. Ada rasa ingin berbagi cerita dan berita dengan pembaca. Apalagi untuk sebuah media online yang mengandalkan kecepatan berita. Terlambat sedikit saja, alamat berita menjadi basi.
Karena itu, Jauhari Samalanga yang bertugas sebagai piket malam harus suatu hari pernah ditegur istrinya. “Abang kelihatannya makin hari makin pagi pulang. Tidak usah pulang sekalian.”
Ada rasa sedih melihat seorang anak muda bernama Reza Gunawan, wartawan muda kami, seakan tak percaya mendengar kabar media ini harus berhenti menyajikan informasi untuk anda. Bergabung dengan atjehpost.com sejak tiga empat bulan lalu, ketika kami menghadapi masa-masa sulit, Reza pernah tiga tahun bekerja untuk sebuah media terbitan Medan.
Reza adalah andalan untuk ‘belanja’ berita sebelum ‘dimasak’ di ruang redaksi. Tak jarang, ia baru saja pulang meliput sebuah peristiwa, ia harus kembali berangkat mengejar kabar yang lain. Ia mengurusi berita politik, ia juga membuat berita bisnis hingga olahraga.
Suatu hari di ujung November ia pernah berkata,”tiga bulan di atjehpost.com, seperti tak berarti tiga tahun kerja saya sebelumnya. Belum ada apa-apanya. Di sini saya dapat banyak pelajaran berharga,” kata Reza.
Pembaca, kami bangga bisa menemani pembaca Aceh yang sangat dinamis dan interaktif dengan atjehpost.com. Namun, izinkan kami beristirahat. Kami juga ingin meminta maaf jika ada pihak-pihak yang merasa tersudutkan dengan gaya pemberitaan kami. Sebagai manusia biasa, kami tentu tidak luput dari kesalahan. Meminjam judul sebuah lagu: wartawan juga manusia.
Akhirnya, satu hal yang ingin kami tekankan. Kami harus menutup media ini bukan karena kehabisan uang. Sebab, dari awal media ini dibangun tanpa uang, tanpa investor (The Atjeh Post)