Mengubah Bentuk Energi Dari Menulis, Mengajar, Hingga Menuliskan Kembali

Oleh: Halauddin, S.Si, MT*

Bicara energi, tidak lepas dari sumber dan manfaatnya bagi kehidupan. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak pernah habis, tetapi berubah bentuk. Berangkat dari hal itu, ada sesuatu yang tengah kita rasakan dan kita nikmati berkaitan dengan energi. Perubahan-perubahan dalam aktivitas sehari-hari yang terkadang menguras energi dan menyisakan lelah, ternyata memiliki arti sebagai perubahan bentuk energi yang bisa me-recharge semangat dan motivasi. Mengubah bentuk energi dari menulis, mengajar, hingga menuliskan kembali.

Awalnya, terasa sulit beradaptasi dengan perubahan sehari-hari dan mencoba mengubah bentuk energi menjadi energi lain yang bisa berarti. Ketika menulis menjadi sebuah energi yang bukan sekedar memuaskan hobi, kegiatan lain di luar itu terasa biasa saja. Menulis menjadi sarana penyalur dan pelepas energi yang ada di hati dan pikiran yang juga bisa membentuk energi baru, sekalipun tanpa interaksi langsung dengan sesama insan. Hal ini karena fokus dan perhatian utama tercurah di satu kegiatan, yaitu menulis. Namun, belakangan ini, ada bentuk energi lain yang menambah warna dan makna dalam keseharian selain menulis. Berbagi ilmu, bertukar cerita dan pengalaman melalui kegiatan mengajar di sekolah memberikan nuansa lain yang terasa hidup.

Setidaknya, itu yang kita rasakan (walaupun menulis jadi keteteran…). Mengajar bisa membuat kita belajar, terus belajar menjadi pembelajar. Energi dari kegiatan belajar mengajar sama seperti menulis, tidak akan habis, hanya berubah bentuk aplikasinya. Mengajar memunculkan energi yang menstimulasi, menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas berpikir yang tidak sekedar melakukan proses transfer ilmu. Ada sebuah energi humanis yang tumbuh dari proses pembelajaran, yaitu belajar memanusiakan manusia, yang lebih konkret “belajar mencerdaskan anak didik”. Kecerdasan komprehensif yang mampu mengembangkan potensi dan kompetensinya. Tujuan pembelajaran tidak akan tercapai tanpa adanya energi humanis tersebut, yakni energi untuk memahami karakter, sifat dan kepribadian tiap individu yang terlibat dalam proses pembelajaran sebagai subjek pembelajaran itu sendiri. Interaksi melalui tatap mata, bicara, menulis dan saling berkomunikasi melalui tanya jawab yang intens bisa menumbuhkan pengertian, kedekatan hingga ikatan emosional. Kedekatan yang terbangun dari rasa saling membutuhkan, rasa ingin tahu dan saling percaya, hingga rasa nyaman yang tumbuh antara guru dengan siswanya. Energi seperti inilah yang mungkin tidak bisa tergantikan dengan peran media teknologi canggih dalam proses pembelajaran.

Dari aspek materi, pendalaman dan perluasan materi ajar memberikan energi berupa spirit dan motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuan intelektualitas pribadi (terlepas dari unsure formal dan non-formal). Istilah guru harus lebih pintar dari murid sangat relevan dalam hal ini. Setiap saat kondisi bisa berubah, tingkat pengetahuan dan kemampuan siswa sebagai pembelajar pun ikut berubah. Energi ini memiliki nilai spiritualitas tinggi berkaitan dengan kewajiban mencari ilmu dari buaian hingga kuburan. Di sisi lain, keragaman karakter, sifat dan kepribadian siswa sebagai makhluk unik juga merupakan “energi yang unik” karena selain bisa menginspirasi juga seringkali bisa membuat depresi. Keunikan yang tidak selalu menyenangkan, tetapi memberikan banyak kebermanfaatan dalam memahami manusia dan kemanusiaannya. Energi inilah yang bisa dijadikan landasan pemahaman untuk lebih memperkuat mental, menjaga stabilitas emosi, serta meningkatkan motivasi, spiritualitas, kecerdasan adversitas kita, sehingga kita belajar memprediksi, mencari solusi, mengelola potensi dan meningkatkan kompetensi diri juga anak didik.

Lebih dari semua itu, belajar mengajar tidak jauh berbeda dengan menulis, memberi energi berupa kenikmatan dan kepuasan tersendiri. Kenikmatan dan kepuasan berbagi ilmu, berbagi masalah, berbagi solusi, berbagi tugas dan tanggung jawab, serta berbagi motivasi yang insya Allah bermanfaat bagi diri dan orang lain. Karena itu, tidak berlebihan rasanya jika kita katakan kegiatan belajar mengajar merupakan energi yang bisa menghidupkan hidup, membuat hidup menjadi lebih hidup, terlepas dari terpenuhi atau tidak terpenuhinya aspek “menghidupi” hidup.

Secara pribadi, perubahan bentuk energi tersebut memberi manfaat yang sinkron terhadap kegiatan menulis. Berbagai peristiwa yang dialami selama proses belajar mengajar, ternyata memberi inspirasi untuk mulai menuliskan hal-hal baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Energi itu tidak mati dan kita bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang juga berarti. Selagi kita mau membaca kehidupan, menuliskannya dalam diary kehidupan, menikmatinya dengan hati, melestarikannya dengan pemikiran dan membaginya dengan sesama, maka energi akan kita temukan dalam bentuk yang tidak selalu sama. (sekedar renungan)

*Penulis tetap di Lintas Gayo, Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Bengkulu

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.