.
BAGI ummat Islam yang telah akil baligh dan tidak cacat pendengaran dipastikan tidak ada yang belum pernah mendengar firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi :
ظَهَرَ الفَسادُ فِى البَرِّ وَالبَحرِ بِما كَسَبَت أَيدِى النّاسِ لِيُذيقَهُم بَعضَ الَّذى عَمِلوا لَعَلَّهُم يَرجِعونَ
Terjemahannya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum :41)
Tidak heran dengan semakin tua umur dunia ini semakin kerap terjadi bencana alam akibat dari kerusakan alam dan keingkaran manusia itu sendiri.
Di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah, khususnya di sekitar Danau Lut Tawar juga demikian, telah terjadi kerusakan alam tanpa ada upaya konkrit untuk pencegahan dari pihak terkait dan ummat Islam disekitar danau tersebut.
Hutan Pinus dibakar entah untuk alasan apa. Hutan produksi yang konon berstatus hutan lindung ditebangi yang katanya untuk membuka areal perkebunan kopi. “Kami butuh areal kebun untuk penghasilan menghidupi keluarga kami,” demikian jawaban pasti para petani jika ditanya.
“Benar, mereka butuh lahan, dan tidak ada pilihan lain selain membuka lahan,” itu kira-kira jawaban dari pihak terkait menanggapi pertanyaan kenapa ada pembiaran penebangan hutan.
.
.
Oleh beberapa pihak, kondisi tuntutan ekonomi dari sektor perkebunan dan pertanian ini menjadi isu empuk untuk memainkan uang rakyat. Berdalih memudahkan rakyat pergi dan pulang dari kebun, digulirlah ide pembukaan jalan dengan menembus tebing curam, walau pada kenyataan puluhan akses jalan tersebut tidak bisa dilalui oleh kenderaan baik roda dua maupun roda empat karena terlalu terjal atau memang karena memang tidak berguna sama sekali.
Kebun yang dibuka juga ternyata ada kurang produktif karena daya dukung lahan tidak memadai untuk areal pertanian dan perkebunan. Yang diduga terjadi kemudian adalah, areal terbuka makin luas akibat penebangan, pencurian kayu di hutan lindung makin gampang dan para pihak yang berkepentingan yang membuka jalan tersebut diuntungkan, proyek sudah berjalan.
Kini puluhan jalan tersebut terbengkalai begitu saja setelah uang rakyat tersedot, jangankan kenderaan dan manusia, kerbau saja susah melaluinya.
Sebagai warga kota Takengon, tentu sebagian besarnya sudah pernah berwisata ke kawasan Bur Gayo kecamatan Lut Tawar, coba perhatikan dan kalau perlu melintaslah turun ke Kampung One-One melalui jalan disisi Telege Bur Gayo, lalu beri penilaian, berguna atau tidak adanya jalan tersebut. Menuruni dengan jalan kaki saja susah, apalagi mendaki. Itu salah satu contoh bentuk rupa jalannya.
Tak dipungkiri, beberapa jalan yang dibuka cukup berguna, namun berapa orang yang menerima manfaatnya?.
Pantau saja bagaimana keadaan jalan-jalan yang konon anggaran pembukaannya didominasi dari dana aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah setiap tahunnya.
Apakah dinegeri ini ada aturan membuka peluang lebih lebar bagi penggunaan dana aspirasi yang nominalnya milyaran tersebut untuk kepentingan lain?
Atau mereka anggota dewan terhormat itu tidak terlalu pintar untuk memikirkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Tanoh Gayo?. Tidak perlu danakah upaya pelestarian lingkungan?. Tidak ada gunanyakah dilakukan penelitian sejarah Gayo?. Ah, banyak sekali dan banyak sekali yang jauh lebih berguna dan bersifat penting dari program yang sekedar merusakkan alam.
Mari kita ajak mereka untuk menutup mata, dan sejenak buta untuk merenung dalam kegelapan. Kita ajak mereka membuka mata “hati” untuk melihat nasib Gayo dengan segala isinya saat ini, keindahan alamnya hancur, Depik di Lut Tawarnya hilang, identitasnya tak jelas !.
(Win Aman/Red-03)
.