Jejak Penyair Wanita dalam Berkarya

Oleh: Zuliana Ibrahim*

MEMBACA karya-karya sastra dari para penyair wanita, mengingatkan kita akan perkembangan sastra pada zaman feminisme. Penyair wanitapun saat itu mulai merambat memenuhi jantung-jantung sastra. Sama halnya seperti saat ini, penyair wanita masih berkiprah dengan karya-karyanya yang turut ikut serta menghiasi perjalanan sastra di Indonesia seperti Isma Safitri, Rayani Sriwidodo, Toeti Heraty Noerhadi, Omi Intan Naomi, Helvy Tiana Rosa, Abidah El Khalieqy dan lain-lainnya. Maka khusus di sumatera Utara, bagaimanakah perkembangan para penyair wanita?

“Untuk peta kepenyairan wanita di Sumatera Utara sendiri, masih sedikit kaum wanita yang menghiasi blantika sastra khususnya puisi.” Begitulah paparan salah satu sastrawan Sumatera Utara, S. Ratman Suras dalam makalahnya pada agenda rutin sastra di Sumatera Utara yakni omong-omong sastra (OOS) yang digelar pada hari Minggu, 15 April 2012  yang kali ini menjadi tuan rumah adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa dan sastra Indonesia UISU  yang beralamat di Jln. Puri No 18, Medan.

Membaca sekilas jejak peta kepenyairan wanita Sumatera Utara, adalah bahasan menarik yang disajikan oleh S.Ratman Suras sebagai pemateri pertama. Menelisik kembali bagaimana penyair wanita di sumatera Utara yang kehadirannya mengalami pasang surut, hal ini dapat dilihat dari kekonsistenan penyair wanita dalam berkarya.

Menurut S. Ratman jika dilihat dari antologi yang lahir, maka masih begitu minim para penyair wanita yang ikut andil di dalamnya. Sekilas mereka yang biasanya telah menghiasi blantika sastra khususnya puisi di Sumatera Utara, mungkin saja telah menemukan dunia lain yang dianggap lebih menjanjikan daripada dunia kepenyairan. Namun, seiring dengan dinamika kehidupan. Penyair-penyair wanita di Sumatera Utara pasti akan bermunculan, kabar ini tentu menyegarkan perjalanan sastra.

Saat ini di Sumatera Utara mulai banyak bermunculan regenerasi di kancah perpuisian wanita yang setiap minggu menghiasi media massa lokal bahkan nasional, juga banyaknya kelompok-kelompok sastra dari dunia kampus yang di dalamnya banyak penyair wanita yang lahir dari sana, juga ada beberapa penyair wanita yang telah menerbitkan antologi tunggal maupun bersama.

Melanjutkan bahasan yang disampaikan oleh S.Ratman, pun pemateri kedua M. Raudah Jambak menyatakan bahwa persoalan yang ditemukan saat ini adalah masih kurangnya jiwa militan yang dimiliki oleh penyair dalam berkarya. Perasaan cepat puas, sekali dikritik berputus asa, diberikan pujian langsung bangga, hal inilah yang menjadi landasan kemunduran yang dihadapi oleh seorang penyair. Maka, penyair haruslah menanamkan dalam diri untuk kesetiaan dalam berkarya, terus menerus belajar dan menyadari bahwa pengakuan karya yang monumental itu adalah datangnya dari para pembaca.

Pembicaraan kian semakin hangat ketika tahap diskusi dibuka, ada beberapa sastrawan dan penulis muda yang mengemukakan opininya. Pengakuan akan kehadiran penyair wanita memang saat ini tidak dipungkiri mulai banyak bermunculan, seperti yang dikemukakan oleh YS Rat salah satu sastrawan Sumatera Utara dan mantan redaktur sastra yang telah lama ikut memperhatikan perkembangan penyair wanita di Sumatera Utara. Beliau mengakui bahwa penyair wanita mulai berani muncul memenuhi rubrik-rubrik sastra di media massa, tentunya ini merupakan kebahagiaan tak terhingga bagi perkembangan sastra di Sumatera Utara.

Usai shalat dzuhur serta makan siang forum kembali dibuka menyimpulkan hasil diskusi omong-omong sastra kali ini dan beberapa sastrawan ikut menampilkan diri membaca puisi. Ada Ilham Wahyudi, M.Raudah Jambak, Hidayat Banjar, S.Ratman Suras, YS Rat, Ria Ristiana Dewi, Febri Mira Rizki. Mereka mampu memukau peserta omong-omong sastra, membuat acara semakin bergairah.***

*Sastrawati/Ketua Umum Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK) Medan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.